;

Esensi Insentif Fiskal

Esensi Insentif Fiskal

Tekad pemerintah sudah bulat untuk menekan rasio defisit fiskal terhadap produk domestik bruto hingga di bawah 3 % pada 2023. Banggar DPR bersama Kemenkeu menyepakati nilai defisit pembiayaan APBN 2023 di angka 2,85 % PDB. Defisit yang merupakan selisih antara realisasi belanja dan realisasi pendapatan pemerintah akan dijaga tetap rendah. Untuk itu, tahun depan pemerintah harus mengoptimalkan seluruh sumber pendapatan negara, baik dalam bentuk pajak, bea dan cukai, maupun PNBP. Dengan begitu, berakhirlah era otoritas fiskal menggelontorkan insentif fiskal. Hal ini sesuai dengan amanat UU No 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 yang memberi keleluasaan kepada pemerintah untuk melonggarkan defisit anggaran hanya sampai 2022.

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pemerintah tidak akan lagi menyediakan insentif pajak yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada 2023. Keputusan ini diambil berkaitan dengan melandainya kasus Covid-19 di Tanah Air. Insentif yang akan dihentikan tahun depan adalah pengurangan angsuran atau PPh 25, PPnBM kendaraan bermotor, serta PPB Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP) sektor properti. Pada aspek regulasi, UU No 2/2020 mengasumsikan ekonomi pada 2023 telah sepenuhnya kembali normal. Kebijakan fiskal pada 2023 memang terlihat diarahkan untuk mendorong optimalisasi pendapatan dengan menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha. Untuk itu, diharapkan perbaikan kualitas belanja secara efisien dan efektif dapat konsisten dilakukan. Pengembangan pembiayaan yang kreatif dan inovatif juga terus didorong sehingga target defisit fiskal tahun depan bisa tercapai dan terjaga berkelanjutan. (Yoga)


Download Aplikasi Labirin :