;
Tags

Manufaktur

( 164 )

PHK Massal Bisa Jadi Efek Domino Perang

KT1 26 Jun 2025 Investor Daily
Para ekonom mengkhawatirkan adanya efek domino jika perang tak reda, karena bakal berujung pada terjadinya PHK massal. Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic dan Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara, perang bisa berdampak pada industri manufaktur seperti biaya bahan baku dan energi yang akan naik signifikan. "Industri bisa saja lakukan efisiensi ekstrem dengan menekan biaya operasional seperti biaya tenaga kerja. Imbasnya PHK sektor manufaktur meningkat tajam hingga akhir tahun 2025," Kepala Ekonom Permata Bank Yosua Perdede juga mengatakan, konflik Iran-Israel memliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian global, terutama lonjakan harga minyak dunia. "Dampak terhadap sektor manufaktur diperkirakan signifikan, terutama jika konflik berlangsung dalam jangka panjang," tukasnya. Yosua mengatakan selain tekanan pada margin, peningkatan biaya produksi juga berpotensi memicu perlambatan aktivitas manufaktur secara keseluruhan, mengurangi kapasitas produksi, hingga berisiko menyebabkan PHK. (Yetede)

Ekspor Alas kaki naik 13,80% Tahun Ini

KT1 13 Jun 2025 Investor Daily
Industri alas kaki mencatatkan kinerja impresif pada kuartal 1-2025. Ekspor alas kaki mencapai US$ 1,89 miliar atau Rp30,67 triliun (kurs Rp16.229). Nilai tersebut naik 13,80% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri alas kaki nasional mampu tumbuh impresif sebesar 6,95% pada kuartal 21-2025. Capaian ini menjadi sinyal kuat  bahwa industri alas kaki nasional tidak hanya bertahan tetapi terus tumbuh dan berekspansi secara aktif. Direktur Jenderal Industri  alas kaki nasional tidak hanya bertahan tetapi terus tumbuh dan berekspansi secara aktif. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemeperin) Taufiek Bawazier menerangkan, dalam skala global, Indonesia menempati peringkat ke-6 eksportir alas kaki dunia, dengan pangsa pasar sebesar 3,99%. "ini membuktikan bahwa produk alas kaki nasional memiliki daya saing produk kuat dan kepercayaan tinggi di pasar dunia," ucap dia. Kemenperin berkomitmen untuk terus mendukung iklim usaha dan perluasan pasar ekspor bagi industri alas kaki nasional. Upaya ini dilakukan melalui penguatan perjanjian dagang, mendorong mutual recognition agreement dalam hal sertifikasi, serta perluas akses pasar ke kawasan  nontradisional. (Yetede)

Industri Manufaktur Kembali Tertekan

HR1 03 Jun 2025 Kontan
Sektor manufaktur Indonesia masih mengalami kontraksi pada Mei 2025, dengan PMI berada di angka 47,4, naik dari 46,7 pada April, namun masih berada di bawah ambang batas ekspansi (50,0). Kontraksi ini didorong oleh penurunan tajam permintaan baru, terutama dari pasar global seperti Amerika Serikat, serta kondisi pasar domestik yang lesu.

Meski terjadi peningkatan ketenagakerjaan, yang mencerminkan optimisme terhadap masa depan, sektor manufaktur tetap dibayangi oleh berbagai tantangan seperti kenaikan harga bahan baku, tingginya biaya logistik, dan lemahnya daya beli masyarakat.

Chandra Wahjudi, Wakil Ketua Apindo, menyoroti bahwa produsen bersikap hati-hati karena permintaan yang belum pulih dan menyalahkan banyaknya hari libur sebagai salah satu faktor penghambat produksi. Namun, Syafruddin Karimi, Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas, menegaskan bahwa masalah utama bersifat struktural, bukan hanya musiman. Ia menyerukan reformasi mendalam, termasuk perbaikan logistik, pengurangan ketergantungan impor, dan diversifikasi industri.

Senada, M. Rizal Taufikurrahman dari Indef memperingatkan bahwa kontraksi dua bulan berturut-turut adalah sinyal serius bahwa ekonomi nasional tidak sehat. Ia menekankan bahwa manufaktur membutuhkan perombakan struktural, bukan hanya stimulus jangka pendek, untuk menjadi sektor yang tangguh dan mendukung pertumbuhan PDB serta penyerapan tenaga kerja.

Meskipun ada sedikit perbaikan teknis, sektor manufaktur Indonesia masih berada dalam fase kontraksi dengan tantangan struktural mendalam. Para tokoh seperti Chandra Wahjudi, Syafruddin Karimi, dan M. Rizal Taufikurrahman menegaskan bahwa tanpa reformasi kebijakan yang sistemik dan berkelanjutan, sektor ini sulit menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional.

Kinerja Manufaktur Kembali Mengalami Kontraksi pada Mei

KT1 03 Jun 2025 Investor Daily (H)

Kinerja manufaktur kembali mengalami kontraksi pada Mei, menjadikan kontraksi dua bulan berturut-turut. Ketidakpastian ekonomi global dan pelemahan  pasar domestik diperkirakan akan  menghantui manufaktur hingga kuartal kedua tahun ini. Berdasarkan data S&P Global, Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia periode Mei ada di level 47,4 atau naik 0,7 poin dari April 2025 yaitu di level 46,7 atau berada di fase kontraksi (di bawah poin 50). Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani memperkirakan tren PMI manufaktur masih menghadapi tekanan dalam jangka pendek, terutama di kuartal kedua. "Namun, dengan catatan apabila ralisasi belanja pemerintah dapat dipercepat dan stimulus konsumsi dijalankan secara lebih tepat sasaran, terutama untuk mendukung daya beli rumah tangga produktif, ada peluang untuk mendukung daya beli rumah tangga produktif, ada peluang untuk mendongkrak permintaan di paruh kedua tahun ini," ucap dia. (Yetede)


Perluas Sasaran Stimulus ke Industri dan Kelas Menengah

KT1 28 May 2025 Investor Daily (H)
Paket ekonomi yang akan meluncur pada 6 Juni 2025 dinilai tidak cukup untuk mengakselerasi laju pertumbuhan  produk domestik bruto (PDB), lantaran hanya menyasar kelompok bawah. Insentif ini dianggap lebih berfungsi menahan kejutan konsumsi, bukan memacu pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan itu, pemerintah diminta memperluas sasaran stimulus ke kelas menengah dan industri manufaktur. Ini penting mengingat kelas menengah adalah motor konsumsi nasional, penyumbang terbesar PDB dari sisi kelompok pengeluaran. Adapun industri pengolahan alias manufaktur adalah pemasok PDB terbesar dari sisi lapangan usaha. Kuartal 1-2025, industri pengolahan penyumbang PDB terbesar dari sisi lapangan usaha, sebesar 19,25%, dengan pertumbuhan 4,55%. Insentif kelas menengah bisa berbentuk penaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari saat ini sekitar 5 juta per bulan menjadi Rp 10 Juni. Dengan begini, mereka memiliki uang lebih untuk berbelanja barang, termasuk produk industri, seperti sepeda motor atau mobil. Efek berganda (multiplier effect) belanja kelas menengah jauh lebih besar, ketimbang hanya mengucurkan bantuan sosial (bansos). Sebab, jika belanja diarahkan untuk pembelian produk manufaktur, industri terkait akan terdongkrak. (Yetede) 

Indonesia di Era De-Risking

KT1 22 May 2025 Investor Daily (H)
Indonesia saat ini berada di di persimpangan jalan di mana berlangsung pergeseran peta perekonomian global. Dunia pasca-pandemi, yang disusul dengan penataan ulang peta geopolitik dan gelombang kebijakan industri baru di negara-negara besar, telah mengubah aturan permainan  perdagangan dunia. Di tengah dinamika ini, perusahaan global mempertimbangkan kembali di mana dan bagaimana mereka memproduksi barang. Ini membuka peluang langka bagi Indonesia untuk memposisikan diri sebagai simpul kunci dalam jaringan manufaktur global. Sudah beberapa dekade ini Indonesia bercita-cita untuk menjadi lebih dari sekedar negara pengekspor komoditas. Kita memiliki populasi, lokasi geografis, dan kelas menengah yang berkembang untuk mendukung basis manufaktur yang kuat. Namun, kinerja industri kita tertinggal dari negara lain di kawasan ini. Sementara Vietnam, Thailand, dan Malaysia telah melangkah pesat untuk berintegrasi ke dalam rantai nilai global, kontribusi sektor manufaktur Indonesia terhadap PDB justru terus menurun dari sekitar 30% pada awal 2000-an menjadi di bawah 19% saat ini. Tren ini menimbulkan pertanyaan yang mengusik: apakah kita kehilangan momentum. (Yetede)

Kinerja Manufaktur Lunglai setelah Lebaran

KT1 05 May 2025 Investor Daily
Setelah mencatatkan laju positif selama 4 bulan berturut-turut, kinerja manufaktur justru lunglai pada April. Hal ini terlihat dari merosotnya Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur  Indonesia pada April 2025, yang berada di level 46,7 atau berada di fase kontraksi (di bawah poin 50), sesuai hasil laporan S&P Global. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menerangkan, kontraksi kinerja manufaktur secara tidak langsung dikontribusikan oleh kebijakan tarif AS dan dampaknya terhadap nilai tukar.  "Ini menyebabkan cost push inflation di sisi impor bahan baku/penolong sektor manufaktur, dan menurunkan confidence konsumsi di pasar global yang mempengaruhi demand ekspor Indonesia," terang Shinta kepada Investor Daily. Dia menambahkan, terjadinya koreksi dan normalisasi dalam hal ini penurunan demand pasar domestik pasca periode Ramadhan-Lebaran juga memberikan pengaruh yang besar. "Apalagi inflasi di Maret hanya 1,03% (yoy) atau di bawah target inflasi nasional," kata Sintha. Keseluruhan faktor ini menyebabkan rendahnya confidence di sisi pelaku usaha sektor manufaktur untuk melakukan ekpansi kerja. "Selain beban produksi yang meningkat, demand di pasar dalam dan luar negeri juga terjadi sluggish," imbuh dia. (Yetede)

Kinerja Manufaktur Lunglai setelah Lebaran

KT1 05 May 2025 Investor Daily
Setelah mencatatkan laju positif selama 4 bulan berturut-turut, kinerja manufaktur justru lunglai pada April. Hal ini terlihat dari merosotnya Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur  Indonesia pada April 2025, yang berada di level 46,7 atau berada di fase kontraksi (di bawah poin 50), sesuai hasil laporan S&P Global. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menerangkan, kontraksi kinerja manufaktur secara tidak langsung dikontribusikan oleh kebijakan tarif AS dan dampaknya terhadap nilai tukar.  "Ini menyebabkan cost push inflation di sisi impor bahan baku/penolong sektor manufaktur, dan menurunkan confidence konsumsi di pasar global yang mempengaruhi demand ekspor Indonesia," terang Shinta kepada Investor Daily. Dia menambahkan, terjadinya koreksi dan normalisasi dalam hal ini penurunan demand pasar domestik pasca periode Ramadhan-Lebaran juga memberikan pengaruh yang besar. "Apalagi inflasi di Maret hanya 1,03% (yoy) atau di bawah target inflasi nasional," kata Sintha. Keseluruhan faktor ini menyebabkan rendahnya confidence di sisi pelaku usaha sektor manufaktur untuk melakukan ekpansi kerja. "Selain beban produksi yang meningkat, demand di pasar dalam dan luar negeri juga terjadi sluggish," imbuh dia. (Yetede)

Sinyal Tren Positif dari Manufaktur Indonesia

KT1 10 Apr 2025 Investor Daily

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan  (Kemenkeu)  menyatakan aktivitas manufaktur Indonesia terus berada pada tren positif. Pada Maret 2025, PMI Manufaktur Indonesia berada pada level 52,4, melanjutkan tren ekspansif sejak Desember 2024. Kepala BKF Febrio Kacaribu menerangkan aktivitas menufaktur yang terus ekspansif didorong pertumbuhan produksi yang berlanjut dalam beberapa bulan terakhir, baik akibat peningkatan permintaan domestik selama bulan Ramadan dan Idul Fitri maupun permintaan ekspor. Selain itu, optimisme terhadao prospek ekonomi ke depan juga menjadi pendorong," ujar dia. Febrio mengatakan beberapa mitra dagang utama Indonesia seperti Tiongkok (51,2), India (58,1), dan Amerika Serikat (50,2) juga mencatatkan ekspansi menufaktur.

Kondisi ini memperkuat posisi Indonesia yang tetap stabil dan kompeititif di kawasan, di samping memperkuat permintaan ekspor dari negara-negara mitra utama tersebut. "Kinerja ini memberikan sinyak positif bagi prospek sektor manufaktur nasional ke depan dalam menghadapi dinamika perdagangan global yang diwarnai perang tarif," kata dia. dari sisi konsumen, ketahanan ekonomi tercermin dari indikator konsumsi yang masih berada pada level optimis. Indeks Kepuasan Konsumen pada Februari 2025 tercatat sekitar 126,4, menunjukkan peningkatan keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi baik saat ini maupun prospeknya ke depan. (Yetede)

Kemenperin berharap investasi BPI Danantara Dapat Dialokasikan pada Sektor Industri Non Migas dan Manufaktur

KT1 28 Feb 2025 Investor Daily (H)
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap investasi Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dapat dialokasika  pada sektor industri non migas atau manufaktur. Juru Bicara  Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, menerangkan, investasi Danantara sebesar US$ 20 miliar akan dialokasi ke sejumlah proyek industrialisasi. "Kami berharap bahwa Danantara pemerintah akan mengalokasikan investasi untuk industri pengelolaan non migas atau industri manufaktur," kata dia. Febri mengaku, pihaknya telah menyiapkan beberapa industri, diantaranya hilirisasi petrokimia, hilirisasi komoditas lainnya yang menjadi prioritas dari Presiden Prabowo Subianto. Dia menegaskan bahwa alokasi investasi Danantara dapat dikucurkan pada industri berada diantara industri hulu dan hilir. "Kami berharap investasi dari Danantara bisa dialokasikan di pohon-pohon industri yang bolong-bolong tersebut," ungkap Febri. IKI Februari 2025 tercatat di level 53,15, naik 0,2 poin dibanding Januari yang sebesar 53,10. Dari 23 subsektor industri pengelohan  yang dianalis, terdapat 21 subsektor kontraksi. Subsektor yang ekspansi memiliki kontribusi sebesar 97,7% terhadap PDB Industri Pengolahan Nonmigas kuartal IV 2024. (Yetede)