;
Tags

Pertamina

( 174 )

Pengurangan Impor Elpiji Menjadi Fokus Pertamina

KT3 14 Jun 2025 Kompas

PT Pertamina (Persero) akan fokus meningkatkan produksi gas yang bisa diolah menjadi elpiji untuk mengurangi impor elpiji yang signifikan. Dari total kebutuhan elpiji dalam negeri sebanyak 8 juta ton per tahun, 80 % diimpor sebab produksi dalam negeri tak mencukupi. Pengembangan dimetil eter sebagai pengganti elpiji akan dilanjutkan. ”Masih ada potensi yang bisa dimaksimalkan untuk menaikkan produksi elpiji nasional dari 1,6 juta ton per tahun menjadi 2,6 juta ton per tahun. Kami berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk menaikkan potensi produksi tersebut sehingga porsi impor elpiji bisa berkurang,” ujar Dirut Pertamina, Simon Aloysius Mantiri dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (13/6).

Selain mengoptimalkan potensi yang ada, pihaknya akan mendorong pengembangan dimetil eter (DME) sebagai pengganti elpiji. Infrastruktur jaringan gas rumah tangga juga perlu dioptimalkan untuk utilisasi gas alam yang berfungsi layaknya elpiji. ”Dari target 200.000 jaringan gas rumah tangga, realisasinya baru 60.000 jaringan. Masih jadi PR kami ke depan. Dengan dukungan pemerintah, kami terus meningkatkan infrastruktur gas ini agar semakin maksimal,” katanya. Pertamina juga akan meningkatkan kemitraan dengan perusahaan minyak dan gas bumi (migas) global dan domestik dalam kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan migas baru. (Yoga)


Pemerintah Indonesia Wujudkan Kemandirian Energi

KT1 27 May 2025 Investor Daily (H)
Pemerintah berkomitmen untuk mewujudkan kemandirian energi nasional dengan mengembalikan kejayaan sektor minyak dan gas (migas) yang pernah dialihkan oleh Indonesia di era 1990-an. Untuk itu, lifting minyak bumi nasional dalam lima tahun ke depan ditargetkan bisa mencapai sebanyak satu juta barel per hari (bph) atau menjadi hampir dua kali dari realisasi lifting hingga akhir 2024 yang hanya sekitar 580 ribu bph. Sejumlah langkah dan strategi, baik jangka pendek maupun jangka panjang telah dan akan dilakukan pemerintah untuk mewujudkan target tersebut, diantaranya penataan kelonggaran bagi Pertamina dalam menggarap lapangan migas. Regulasi terbaru kembali memberi peluang kepada BUMN migas itu untuk menggandeng mitra melalui kerangka kerja sama operasi (KSO). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadahlia menyebut, perubahan regulasi dari KSO menjadi kontrak bagi hasil gross split telah memacu kemerosotan lifting minyak bumi oleh Pertamina. Oleh karena itu, selanjutnya tidak ada lagi keharusan bagi Pertamina untuk menggunakan kontrak bagi hasil gross split ketika menggandeng mitra untuk menggarap lapangan. (Yetede)

Pertamina Waspadai Fluktuasi Global

HR1 23 May 2025 Bisnis Indonesia
Rencana peningkatan impor minyak dan gas bumi (migas) dari Amerika Serikat oleh PT Pertamina (Persero) memunculkan sejumlah risiko strategis dan operasional yang perlu diantisipasi oleh pemerintah. Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menyampaikan bahwa tantangan utama berasal dari jarak pengiriman yang jauh—sekitar 40 hari—yang berpotensi mengganggu ketahanan energi nasional, terutama jika terjadi gangguan cuaca seperti badai atau kabut.

Pertamina saat ini sedang melakukan kajian menyeluruh terkait aspek teknis, keekonomian, dan risiko operasional dari rencana impor tersebut. Simon juga menegaskan pentingnya dukungan kebijakan dalam bentuk payung hukum dari pemerintah agar kerja sama energi dengan AS dapat berjalan secara aman dan berkelanjutan. Ia menyarankan agar ada komitmen antarpemerintah sebagai landasan regulasi yang kemudian bisa diturunkan ke skema kerja sama bisnis antarperusahaan.

Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan bahwa rencana ini tidak akan membebani kas negara karena hanya merupakan pengalihan sumber pasokan dari negara lain ke AS, bukan penambahan volume secara keseluruhan.

Meskipun rencana impor migas dari AS memiliki potensi untuk memperkuat diversifikasi pasokan energi, Simon Aloysius Mantiri menekankan bahwa keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada dukungan kebijakan pemerintah, kesiapan logistik, dan mitigasi risiko operasional.

Kejagung Temukan Barang Bukti di Plumpang

HR1 13 Mar 2025 Bisnis Indonesia

Kejaksaan Agung Indonesia telah menyita 17 kontainer dokumen terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang Pertamina-KKKS pada periode 2018–2023. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, menjelaskan bahwa dokumen yang disita berhubungan dengan penerimaan dan pengeluaran bahan bakar minyak (BBM), serta sampel dari 17 tangki minyak dan barang bukti elektronik. Selain itu, Kejagung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus ini, termasuk Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga), Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), dan Muhammad Kerry Andrianto Riza (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa). Akibat perbuatan melawan hukum yang terungkap, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp193,7 triliun.

Memaksimalkan Minyak Mentah Dalam Negeri

KT3 04 Mar 2025 Kompas

PT Pertamina Persero berjanji akan memaksimalkan pemanfaatan minyak mentah yang diproduksi dari dalam negeri sebagai komitmen swadaya energi Indonesia. Sementara kebutuhan impor yang masih harus dipenuhi akan dilanjutkan dengan evaluasi tata kelola produksi dan perdagangannya. Dirut PT Pertamina Persero, Simon Aloysius Mantiri, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/3) menyampaikan, pihaknya mendapatkan mandat swasembada energi dari Presiden Prabowo. Mereka didorong untuk memaksimalkan penyerapan minyak mentah dalam negeri. ”Ketika kita memberikan prioritas untuk pengolahan dalam negeri, sudah barang tentu untuk ekspor akan kita kurangi ataupun tidak ada karena akan diolah di dalam negeri,” ungkap Simon.

Kendati demikian, ia mengakui, Indonesia saat ini masih harus mengekspor 40 % minyak mentah. Pertamina mampu memproduksinya sekitar 400.000 barel per hari. Adapun kebutuhan minyak menyentuh 1,6 juta barel sehari. Dengan kebutuhan impor yang besar, lanjut Simon, Pertamina akan berupaya memperbaiki tata kelola produksi dan perdagangan mereka. Perbaikan itu terutama dilakukan setelah pengungkapan kasus oleh Kejagung terkait pengadaan minyak mentah dan produk kilang yang menyeret beberapa pejabat Pertamina. Kasus itu terkait dugaan praktik impor minyak mentah melalui broker dengan harga yang jauh lebih tinggi dibanding minyak produksi dalam negeri periode 2018-2023. Total kerugian diperkirakan Rp 193,7 triliun. (Yoga)


Kini Aset Petronas Jauh Lebih Besar

KT1 04 Mar 2025 Tempo
PT Pertamina (Persero) tengah menjadi sorotan usai terbongkarnya kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang dengan kerugian hingga Rp 193,7 per tahun selama 2018-2023. Kekecewaan sebagian masyarakat semakin menjadi-jadi setelah Kejagung mengungkap adanya modus pengoplosan Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92). Akibatnya, tidak sedikit orang yang membandingkan kinerja Pertamina dengan perusahaan minyak dan gas bumi (migas) milik Pemerintah Malaysia, yaitu Petroliam Nasional Berhad (Petronas). Perbandingan dilakukan sejumlah warganet mengingat Negeri Jiran merupakan negara tetangga dekat Indonesia. 

Petronas Carigali Sdn. Bhd didirikan pada 1978 sebagai cabang operasi eksplorasi dan produksi, yang mencakup portofolio sumber daya dan jenis kegiatan yang luas. Dibangun untuk membuka potensi energi Malaysia, Petronas awalnya hanya mempunyai 15 karyawan dan dua saluran telepon.  Sementara itu, Pertamina berawal dari PT Perusahaan Minyak Nasional atau Permina yang didirikan pada 10 Desember 1957. Dengan demikian, dari segi usia Pertamina jauh lebih senior.  Berdasarkan wawancara Tempo bertajuk Mohd. Hassan Marican: Dulu Kami Belajar dari Pertamina pada Senin, 12 Mei 2008, mantan Presiden dan Ketua Pegawai Eksekutif Petronas Dagangan Berhad Tan Sri Mohd. Hassan Marican mengakui bahwa pihaknya pernah berguru dari Pertamina.  “Jika dilihat dari kemampuan secara teknis, kami sangat hormat pada Pertamina. Dulu kami belajar dari Pertamina, terutama tentang productivity sharing contract. Pertamina sebagai perusahaan yang lebih dulu berdiri, telah menggunakan sistem yang menjadi standar dunia, dan kami harus mempelajarinya,” kata Hassan. 

Mengutip Laporan Keuangan Petronas Group, Petronas membukukan pendapatan sebesar 319.957 juta ringgit Malaysia atau sekitar Rp 1.184 triliun per 31 Desember 2024 (asumsi kurs Rp3.701). Total aset yang dimiliki mencapai 766.673 juta ringgit atau di angka Rp 2.837 triliun.  Sepanjang 2024, Petronas mencatatkan realisasi laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) sebesar 114.086 juta ringgit atau setara Rp 422 triliun. Angka tersebut lebih rendah 14,1 juta ringgit atau berkurang 11 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 128.590 juta ringgit.  Sementara itu, Wakil Direktur Utama Pertamina Wiko Migantoro mengatakan bahwa Pertamina mencatatkan pendapatan sebesar US$ 75 miliar atau sekitar Rp 1.210 triliun pada 2024 (kurs Rp16.135). Dari total pendapatan tersebut, lanjut dia, belanja modal atau capital expenditure (capex) yang digelontorkan sebesar US$ 7 miliar.  (Yetede)


Ketidakpercayaan Warga akibat Dugaan Korupsi

KT3 28 Feb 2025 Kompas (H)

Tingkat kepercayaan warga kepada Pertamina diuji akibat dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina 2018-2023. Suara pengguna yang patah hati bermunculan dan inginkan perbaikan. Antrean kendaraan mengular di salah satu SPBU di Kendari, Sultra, Kamis (27/2) pagi. Datang belakangan, Cepi (33) tetap memarkir kendaraannya di belakang, 13 mobil berderet di depannya untuk membeli bahan bakar Pertalite. ”Biasanya saya langsung ke bagian antrean Pertamax. Ini pertama kali mobil saya mau isi Pertalite meski antre. Sudah telanjur kecewa,” kata karyawan swasta ini. Selama tiga tahun terakhir, ia rutin memakai bahan bakar Pertamax untuk mobilnya yang bermesin 2.000 cc. Bahan bakar RON 92 atau Pertamax dianggap baik dibandingkan Pertalite untuk pembakaran hingga mencegah korosi.

Selain itu, ia berusaha membantu pemerintah dengan tidak membeli bahan bakar RON 90 atau Pertalite yang merupakan bahan bakar bersubsidi. Akan tetapi, kabar korupsi di lingkungan Pertamina membuatnya shock dan kecewa. Apalagi ada tuduhan, selama 2018-2023 Pertamina membeli bahan bakar RON 90 dan mengoplosnya menjadi RON 92. Ia merasa ditipu oleh negara selama bertahun-tahun. ”Jadi sekarang beli Pertalite saja. Sudah kadung kecewa,” kata perantau asal Jabar ini. Kasus dugaan korupsi tidak dimungkiri membuat salah persepsi di masyarakat terkait kualitas BBM milik Pertamina. Padahal, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia memastikan, kualitas dan spesifikasi BBM yang beredar di masyarakat sesuai dengan harga yang dibeli konsumen (Kompas, 27/2/2025). (Yoga)


Kejaksaan Agung Mengungkap Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah

KT1 28 Feb 2025 Tempo
SETELAH Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi tata kelola minyak mentah, mekanisme penyediaan komoditas ini menjadi sorotan. Pasalnya, penyidik menemukan beberapa pemufakatan jahat antara subholding PT Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang merugikan negara setidaknya Rp 193,7 triliun. Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 18 Tahun 2021, Pertamina wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah Indonesia. Aturan tersebut juga mengharuskan Pertamina mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi. Sebaliknya, KKKS diwajibkan menawarkan produksi minyak mentahnya ke PT Pertamina sebelum diekspor. Jika dalam penawaran itu Pertamina menolak tawaran KKKS, kontraktor baru bisa mendapatkan persetujuan ekspor.

Namun hasil penyelidikan Kejaksaan Agung menemukan adanya kongkalikong antara pejabat subholding Pertamina dan para broker. Diduga tiga direktur subholding PT Pertamina sengaja mengkondisikan dalam rapat optimasi hilir untuk menurunkan produksi kilang sehingga tidak bisa menyerap minyak bumi dalam negeri. Pertamina pun menolak menyerap minyak mentah dari KKKS. Mereka beralasan harga minyak mentah domestik tidak ekonomis dan kualitasnya tak sesuai dengan kapasitas kilang. Akibatnya, KKKS mengekspor produksi minyak mentahnya. Ini menjadi alasan PT Kilang Pertamina Indonesia mengimpor minyak mentah. Itu pula yang menjadi alasan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor bahan bakar minyak (BBM)—yang dari sisi harga lebih mahal ketimbang Pertamina mengolah minyak mentah sendiri.

"Dampak adanya impor yang mendominasi pemenuhan kebutuhan minyak mentah adalah harganya menjadi melangit," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin, 24 Februari 2025. Kasus ini disebut sudah berlangsung sejak 2018 hingga 2023. Menurut Kejaksaan Agung, subholding Pertamina sengaja menolak produk minyak mentah dalam negeri agar KKKS mendapat persetujuan ekspor. Qohar menyebutkan Pertamina berdalih spesifikasi minyak mentah dari KKKS tidak sesuai dengan kilang. Padahal sebenarnya sudah memenuhi standar dan bisa diolah. Dengan skenario itu, KKKS meraup keuntungan besar melalui ekspor, sedangkan Pertamina justru menanggung biaya lebih tinggi akibat memilih impor. Akibatnya, harga dasar yang menjadi acuan penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM meningkat, yang berujung pada membengkaknya anggaran subsidi atau kompensasi BBM. (Yetede)

Dugaan Pertamax Dicampur Pertalite

KT1 28 Feb 2025 Tempo
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai masyarakat berhak mendapat kompensasi dari kasus dugaan korupsi bahan bakar minyak (BBM) di lingkungan PT Pertamina (Persero). Sebab, dalam kasus tersebut ada dugaan pencampuran atau pengoplosan dalam BBM jenis Pertamax. Jika dugaan tersebut benar terjadi, Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan mengatakan konsumen Pertamina punya hak menuntut ganti rugi. "Masyarakat berhak untuk mendapatkan pemulihan, mulai dari ganti rugi hingga kompensasi," kata Fadhil di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat, 28 Februari 2025. Menurut Fadhil, seharusnya tidak ada perbedaan kualitas dalam produk yang masyarakat beli. "Yang mana itu seharusnya dijamin kualitasnya dan dijamin penyediaannya bagi masyarakat," ucap dia.

Fadhil menyoroti kemungkinan dampak serta kerugian yang dialami warga sebagai konsumen utama BBM. Maka dari itu, dia menyatakan warga memiliki hak untuk mengambil langkah hukum jika pengoplosan memang benar terjadi. "Untuk mendapatkan pemulihan dan menjamin kejadian serupa tidak lagi terjadi di masa depan," ujar Fadhil. Saat ini, LBH Jakarta membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang merasa dirugikan akibat adanya dugaan Pertamax oplosan ini. Hingga 28 Februari 2025, sudah ada setidaknya 426 laporan yang LBH Jakarta terima. Dugaan Pertamax oplosan mencuat setelah Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka kasus impor minyak. Ada sejumlah petinggi Pertamina yang menjadi tersangka. Mereka adalah Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga. Selain itu, ada juga Direktur Utama Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin, dan Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi. (Yetede)


Pentingnya Pengawasan pada Tata Kelola BBM

KT3 28 Feb 2025 Kompas

Kasus korupsi di Pertamina mencengangkan publik. Angka-angka korupsi sangat fantastis. Kita perlu fokus pada tata kelola. Penyidik Kejgung mendalami kasus dugaan korupsi minyak mentah melalui broker periode 2018-2023, yang menggerus APBN. Penyidik menggeledah pihak yang diduga mengetahui mekanisme itu, termasuk rumah pengusaha minyak yang pernah disebut dalam kasus ”papa minta saham”. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (25/2) mengungkapkan, dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah tahun 2018-2023, negara mengalami sejumlah kerugian, mulai dari ekspor minyak mentah dalam negeri, impor minyak mentah melalui broker, pemberian kompensasi, hingga pemberian subsidi oleh pemerintah (Kompas.id, 25/2/2025).

Berkaca dari korupsi di Pertamina pada masa lalu, sebaiknya aparat berfokus pada tata kelola pengadaan. Masalah ini sudah lama menjadi sorotan, tapi tak pernah tuntas. Penyelidikan mengenai pengadaan bisa dimulai dengan perencanaan pengadaan, pelaksanaan pengadaan dan kualifikasi pemasok. Potensi pihak yang diuntungkan (bila ada penyimpangan) dapat terdeteksi dalam penyelidikan ini. Kasus kali ini harus ditangani dan benar-benar bisa mengungkap para pelaku tindak pidana korupsi. Angka yang sangat fantastis, mencapai ratusan triliun rupiah, tentu melibatkan banyak pihak dan tak sedikit terkait dengan orang berpengaruh. Aparat harus mengejar tidak hanya pelaksana saja. Ke depan kita berharap Pertamina semakin dikelola secara profesional. Pengungkapan kasus ini menjadi titik awal menyelesaikan berbagai dugaan korupsi di perusahaan itu agar Pertamina benar-benar menjadi perusahaan kelas dunia. (Yoga)