Blockchain
( 30 )Kisah Rantai Pasok dan Tekor Biaya Jasa Logistik RI
Rantai pasok dan logistik dunia kian menantang dan mengkhawatirkan akibat friendshoring dan perubahan iklim. Di sisi lain, ketergantungan Indonesia terhadap jasa transportasi barang ekspor dan impor asing cukup besar sehingga defisit neraca jasa sektor itu semakin melebar. Dalam tujuh tahun terakhir, 2018-2024, rantai pasok dan logistik global tertekan akibat gempuran beruntun sejumlah persoalan. Dimulai dari perang dagang AS-China, pandemi Covid-19, hingga perang Rusia-Ukraina, dan konflik di Timur Tengah. Konflik geoekonomi dan geopolitik memunculkan friendshoring dan nearshoring. Dua kubu yang terlibat konflik memindahkan perdagangan dan investasi, ke negara-negara yang memiliki kesamaan pandangan politik-ekonomi (friendshoring) maupun ke negara tetangga atau wilayah terdekat (nearshoring).
Ketegangan geopolitik memecah belah perdagangan global. Peta rantai pasok dunia dan sebagian rute logistik barang ekspor dan impor dunia akan bergeser. Di samping itu, dampak perubahan iklim terhadap kedua sektor tersebut semakin nyata. Musim kemarau panjang akibat fenomena El Nino menyebabkan Danau Gatun, sumber air Terusan Panama, susut. Jumlah kapal yang melalui jalan pintas Benua Amerika itu dibatasi. ”Forum Rantai Pasok Global (GSCF) PBB menjadi bukti tekad kolektif kami untuk mengatasi tantangan-tantangan itu secara langsung,” kata Wakil Sekjen PBB Amina J Mohammed saat membuka GSCF Ke-1 di Barbados, Selasa (21/5) waktu setempat.
GSCF Ke-1 digelar Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) di Barbados pada 21-24 Mei 2024. Forum tersebut mempertemukan para pemimpin industri, pembuat kebijakan, dan pakar dari seluruh dunia untuk mendiskusikan dan mengatasi tantangan dan peluang dalam manajemen rantai pasok global. Amina meminta agar setiap negara berkolaborasi mengatasi sejumlah tantangan, dimulai dari merencanakan strategi hingga menelurkan kebijakan mitigasi meredam dampak fragmentasi perdagangan dan investasi global tidak semakin meluas. Disrupsi rantai pasok dan logistik dunia juga berpengaruh ke Indonesia. Di era Covid-19, eksportir dan importir RI kesulitan mendapatkan kontainer, mengalami keterlambatan bahkan pembatalan pengiriman, dan menanggung biaya logistik yang melambung tinggi.
Saat perang Rusia-Ukraina dan konflik Timur Tengah meletus, impor pupuk dan bahan baku pupuk serta gandum terganggu, dimana negara produsen tidak dapat mengekspor komoditasnya dan pengalihan rute pelayaran ke jalur yang lebih aman meski jarak tempuh semakin panjang, yang membuat para importir komoditas terkait mengalihkan sumber impor ke negara lain. Mereka juga mengalami keterlambatan pengiriman barang serta menanggung biaya logistik yang tinggi. Konflik di Laut Merah, menyebabkan impor bahan baku pupuk PT Pupuk Indonesia (Persero) terlambat. Perusahaan itu juga me- nanggung biaya pengiriman yang lebih tinggi (Kompas, 21/3/2024). Di tengah banyaknya PR logistik nasional, kondisi tersebut semakin membebani eksportir dan importir. Ditambah tertekannya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, yang menimbulkan biaya tambahan bagi mereka. (Yoga)
Adopsi ”Blockchain” di Indonesia Terus Tumbuh
Penggunaan teknologi rantai blok (blockchain) di Indonesia, khususnya di kalangan swasta, tumbuh pesat lima tahun terakhir. Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Asih Karnengsih, Sabtu (25/3/2023), menyebutkan, menurut catatan ABI, awalnya hanya ada sekitar tujuh perusahaan yang menggunakan teknologi itu. Namun, pada akhir 2022, sebanyak 569 perusahaan telah memanfaatkannya. (Yoga)
Pameran Seni Bertali dengan NFT
Pameran seni kian gencar mengadopsi teknologi non fungible token atau NFT yang bertaut pada ekosistem blockchain. Adopsi itu untuk beragam tujuan, mulai dari mendigitalkan sertifikat keaslian karya seni hingga karya seni itu sendiri. NFT yang sejatinya adalah tanda kepemilikan atas benda digital dan tercatat di jejaring rantai blok belakangan memang menjadi perbincangan hangat. Sejumlah pameran seni turut menampilkan deretan karya seni digital sebagai NFT. Karya berwujud NFT itu juga kerap menarik kunjungan orang yang menggemari perkembangan teknologi. Sabtu (29/10) Manaf (30) yang menyempatkan diri datang ke Museum Nasional di Jakarta. Pegawai teknologi informasi ini datang untuk pameran bertajuk ”Rekam Masa” yang mengintegrasikan karya seni dengan blockchain. Hal yang paling menarik minatnya adalah bagaimana NFT dan blockchain itu bisa diimplementasikan untuk karya seni. Manaf menengok deretan karya seni di sana dan memindai QR code di tiap karya. QR code mengarah ke tautan di situs artopologi.com yang menjelaskan tentang karya tersebut berikut nominalnya dalam rupiah.
Selain dari artopologi.com, Manaf pun melihat-lihat laman Artopologi di lokapasar OpenSea. Dari situ, dia melihat sejumlah karya di pameran yang hadir dalam format sertifikat keaslian digital. Lukisan bertajuk ”Pesan dari Laut” karya Catur Nugroho, misalnya, Manaf temukan dalam laman OpenSea di jaringan rantai blok Polygon, bertuliskan certificate of authenticity, blockchain registered by Artopologi. ”Saya penasaran. Kebetulan, tadi pagi saya juga ikut seminar tentang rantai blok. Seharian ini. Saya pengin tahu aplikasinya lebih lanjut,” ungkap pria yang tinggal di Jaksel ini. Manaf hanyalah satu dari sebagian pengunjung yang mendatangi pameran Rekam Masa dengan rasa penasaran terhadap rantai blok dan NFT. Pameran yang berlangsung 28 Oktober hingga 6 November ini mengusung format seni yang berintegrasi dengan rantai blok. Artopologi, penyelenggara pameran Rekam Masa, berperan sebagai platform lokapasar karya seni fisik yang berintegrasi dengan rantai blok. Integrasi yang dimaksud ialah setiap karya fisik yang dijual di situs artopologi.com memiliki NFT berupa sertifikat keaslian digital di rantai blok. (Yoga)
NFT, Ruang Baru bagi Fotografi
Dahulu, saat masih eksklusif dan mahal, belajar memotret harus dilalui dengan magang kepada fotografer profesional. Saat ini, di mana pun dan kapan pun, siapa saja dapat belajar fotografi lewat media sosial, gratis. Dalam proses belajar itulah muncul komunitas-komunitas yang memungkinkan fotografi menjadi lebih berkembang, baik itu secara teknik pemotretan, pencetakan foto, maupun kerja bareng atau kolaborasi demi menghasilkan sebuah karya. Dengan mudahnya seorang fotografer di Tanah Air tiba-tiba bertemu dan berkolaborasi dengan orang yang baru dikenal dari belahan dunia lain. Kemudahan bertemu dan berkolaborasi itu disampaikan oleh Baskara Puraga dalam diskusi di Twitter Spaces, ”Wajah Fotografi: Dari Jurnalistik hingga NFT” yang digelar harian Kompas pada Jumat (16/9).
Mulai 16 September 2022, harian Kompas mulai merilis 57 arsip foto ke dalam blockchain secara bertahap di objkt.com. Foto-foto tersebut merupakan hasil kurasi dari buku Unpublished dan Sportscape. Menurut Baskara Puraga yang diamini oleh Ade Andryani, kemudahan berkolaborasi bukan saja terjadi antar fotografer. Di dunia NFT, seorang fotografer dengan mudah bisa berkolaborasi dengan mereka yang menggeluti berbagai disiplin ilmu dan keahlian. Lewat kolaborasi dengan orang lain, lahirlah karya-karya baru yang diciptakan. Selain menjadi wadah untuk bertemu dan berkolaborasi, dunia blockchain juga menjadi ruang ekonomi baru bagi Baskara dan Ade. Banyak foto yang mereka unggah (minting) di blockchain dibeli dan dikoleksi, baik oleh kolektor maupun sesama pegiat NFT. Mereka bisa menetapkan besaran royalti jika karya mereka dipindah tangankan ke pihak lain. (Yoga)
Potensi Disrupsi ”Blockchain”
Teknologi blockhain pertama kali digunakan untuk membangun Bitcoin berdasarkan jurnal teknis yang diterbitkan oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2009. Bitcoin pada dasarnya adalah jaringan komputer peer-to-peer untuk mencatat saldo dan mentransfer mata uang kripto tanpa otoritas terpusat seperti bank. Semua data dicatat secara terdistribusi oleh jutaan komputer. Setiap transaksi dilakukan oleh para pengguna secara langsung tanpa bank sebagai perantara. Tak hanya mata uang kripto, blockchain juga bisa digunakan untuk mencatat banyak hal lainnya. Jika catatan kepemilikan tanah dilakukan menggunakan blockchain, status kepemilikan dan perpindahannya akan dicatat oleh ribuan atau jutaan komputer secara transparan. Dalam hal ini, peran BPN sebagai otoritas pencatat terpusat bisa dihilangkan. Mafia tanah akan sulit beraksi karena tidak ada lagi pihak terpusat yang bisa diajak kolusi.
Sistem yang dibangun di atas blockchain menggunakan smart contract dinamakan dApp (decentralized App) karena aplikasi yang dibuat bisa berjalan secara terdesentralisasi dan mandiri. Platform-platform digital seperti media sosial, e-commerce, transportasi daring, dan agen perjalanan daring harus mulai memikirkan kemungkinan terjadinya disrupsi oleh dApp. Dengan dApp, semua kebijakan dan model bisnis yang tadinya dikuasai serta diatur secara terpusat oleh pemilik platform akan bisa dilakukan secara terdistribusi dengan mekanisme konsensus dari stakeholder yang mencakup para pengguna platform tersebut. Regulator serta para pelaku industri tradisional harus mulai memikirkan bagaimana memanfaatkan dan memitigasi potensi disrupsi teknologi blockhain ini. (Yoga)
Memprediksi Dampak ”Metaverse”
Para pemain besar
berlomba-lomba masuk ke metaverse. Facebook akan berinvestasi 10 miliar USD dan
mengubah nama menjadi Meta untuk menunjukkan keseriusannya. Microsoft membeli
Activision Blizzard, pembuat gim online, senilai 70 miliar USD sebagai salah satu
pintu masuk ke metaverse. Alibaba menyuntik 60 juta USD ke Nreal, perusahaan
pembuat kacamata AR, untuk menyusul Tencent yang memimpin industri gaming di
China. Metaverse akan mengakibatkan beberapa pergeseran signifikan terhadap
kehidupan kita secara sosial ataupun ekonomi. Microsoft mulai membangun Mesh
dan Facebook mengembangkan Horizon Workrooms sebagai platform meeting metaverse
yang memungkinkan kolaborasi dengan interaksi fisik dan sosial secara imersif. Penggunaan
metaverse di dunia kerja juga akan mendorong penggunaannya untuk keperluan
pribadi. Metaverse akan mengubah e-dagang menjadi virtual commerce.
Nike dan Zara, menyadari bahwa mereka harus hadir di metaverse karena di situlah konsumen akan berkumpul. Dengan metaverse, konsumen dapat mencoba produk dan melakukan personalisasi tanpa harus datang ke outlet fisik mereka. Hal ini menghasilkan skalabilitas bisnis yang tinggi dan meningkatkan loyalitas konsumen. Dalam dunia metaverse, aset-aset seperti tanah, rumah, mobil, dan benda-benda lain, termasuk mata uang, akan berbentuk digital. Awalnya terjadi spekulasi sebelum akhirnya bergeser ke utilitas aset digital yang lebih fungsional. Misalnya, non-fungible token (NFT) akan bergeser ke utilitas yang lebih jelas di dunia virtual ataupun dunia nyata. Mata uang kripto bergeser dari spekulasi ke arah pendapatan pasif melalui proses staking. Pemilik tanah virtual bakal menyewakan tanah menggunakan smart contract. Didukung teknologi blockchain, metaverse akan mendorong decentralized finance (DeFi), yakni konsumen dapat bertransaksi tanpa intermediasi dari institusi keuangan tradisional. DeFi akan menghasilkan sistem ekonomi berbiaya rendah dan keuntungan yang lebih tinggi bagi semua pihak.
Model bisnis metaverse yang masih mencari bentuk memang membuat ketidakpastian tinggi bagi para investor awal. Namun, jika terlambat berinvestasi juga berbahaya. Oleh karena itu, untuk memitigasi risiko, perusahaan yang berinvestasi di metaverse harus mencari keseimbangan seberapa besar dan kapan investasi harus dilakukan dengan kesempatan dan kompetisi yang ada. Kurangnya regulasi formal di dunia metaverse, bisnis model yang terdesentralisasi, serta utilitas baru yang bermunculan di metaverse akan menantang regulator untuk memahami dan mengantisipasi dampak sosial dan ekonominya. Pemerintah dan bank sentral akan kesulitan mengatur ekonomi di dunia metaverse karena kewenangan formal dunia nyata perlu ditransfer ke dalam dunia metaverse yang secara natural memiliki otonomi mandiri. Metaverse niscaya akan hadir dan berdampak terhadap dunia nyata. Tantangannya adalah bagaimana kita memastikan kedua dunia ini dapat hadir bersama demi kemaslahatan semua pihak (Yoga)
Flexing NFT Bukan Sekedar Pamer
Ajang "flexing" atau unjuk koleksi kerap dilakukan kolektor non-fungible token (NFT) di media sosial. Ini ternyata bukan sekadar pamer, melainkan bentuk dukungan komunitas NFT pada proyek menarik di jaringan blockchain.
Kini, flexing NFT menjadi fenomena yang marak di medsos beberapa tahun terakhir. Popularitas itu tumbuh bersamaan dengan makin dikenalnya blockchain dan aset kripto.
Randy Nugraha (40) yang dikenal dengan akun @pixelizen di Twitter, misalnya, menunjukkan koleksi terkini dari "Indonesia dalam 57 Peristiwa" yang diterbitkan Kompas. Dalam unggahannya, Selasa (28/6/2022) lalu, dia memamerkan edisi "Operasi Seroja ke Timor Timur", arsip Kompas tahun 1975, seraya bilang "secara resmi telah memiliki kapsul waktu sejarah," dalam bahasa Inggris. Layaknya membeli karya seni, NFT para kolektor ini dipajang di akun medsos. Mereka menunjukkan ke khalayak bahwa mereka telah mendapatkan suatu benda digital yang langka dan unik. Bagi Randy, flexing di medsos adalah bentuk dukungan kolektor terhadap sebuah proyek NFT. Aktivitas ini pun sekaligus menjadi cara dirinya memperkenalkan proyek menarik di blockchain, terutama saat pasar NFT tampak lesu karena penurunan nilai aset kripto.
”Flexing ” NFT Bukan Sekadar Pamer
Istilah flexing dimaknai dengan showing off atau pamer di media sosial (medsos). Kini, flexing NFT menjadi fenomena yang marak di medsos beberapa tahun terakhir. Popularitas itu tumbuh bersamaan dengan makin dikenalnya blockchain dan aset kripto. Randy Nugraha (40) yang dikenal dengan akun @pixelizen di Twitter, misalnya, menunjukkan koleksi terkini dari ”Indonesia dalam 57 Peristiwa” yang diterbitkan Kompas. Dalam unggahannya, Selasa (28/6) dia memamerkan edisi ”Operasi Seroja ke Timor Timur”, arsip Kompas tahun 1975, seraya bilang ”secara resmi telah memiliki kapsul waktu sejarah”, dalam bahasa Inggris.
Hendra Maulana, pengurus akun @NFTIndonesia_, yang aktif mendorong kemunculan kreator selama setahun terakhir, memandang fenomena flexing kian lumrah di berbagai komunitas NFT lokal. Maknanya bisa beragam, mulai dari dukungan komunitas. Ada pula yang murni sebagai promosi pemasaran proyek. Meski begitu, ajakan mengoleksi NFT tetap harus diimbangi riset mandiri dari pengguna. Para pengguna perlu memastikan kejelasan proyek NFT, mulai dari tujuan, utilitas, hingga siapa orang-orang yang bekerja di balik proyek tersebut.
Euforia flexing di komunitas ini belakangan difasilitasi berbagai platform medsos. Twitter pun tampaknya memahami hal ini. Twitter memungkinkan pengguna layanan premiumnya, yakni Twitter Blue, untuk menggunakan NFT berbentuk gambar statis sebagai foto profil pada Januari 2022 lalu. Akun Twitter yang menggunakan foto profil NFT akan memiliki tanda khusus. Foto profil pengguna akan berbingkai segi enam, berbeda dengan bingkai lingkaran yang digunakan pada umumnya. Jika foto profil ber-NFT itu diklik, akan muncul informasi yang menandakan kepemilikan aset dari sebuah koleksi NFT, bukan sekadar gambar JPG kartun yang diunduh dari Google Search.
Sang pembeli yang bisa jadi telah merogoh uang hingga miliaran rupiah untuk sebuah NFT (misalnya rata-rata harga NFT Bored Ape dapat mencapai 115.000 dollar AS atau Rp 1,7 miliar) tentu ingin memamerkan bahwa ia sungguh membeli NFT bergambar kera kartun itu. Perusahaan media sosial terbesar, Meta, yang memiliki Facebook dan Instagram, juga ikut ambil bagian dalam mewadahi komunitas NFT untuk flexing. ”Kami melihat ada peluang memberi jalan miliaran pengguna kami bisa mengoleksi barang digital. Termasuk jutaan kreator yang juga bisa menjualnya via platform kami,” kata Stephane Kasriel, Head of Commerce and Financial Meta. (Yoga)
”BEAR MARKET” ASET KRIPTO LUMRAH DAN HANYA SEMENTARA
Pasar aset kripto saat ini memang sedang dalam bear market, kondisi pasar yang mengalami penurunan nilai terus-menerus. Penyebutan bear market mengambil analogi gerakan beruang (bear) yang digunakan pelaku pasar keuangan seluruh dunia untuk menggambarkan kondisi pasar yang sedang mengalami penurunan seperti halnya gerakan serangan beruang dari atas ke bawah. Sejak mencapai puncak tertinggi 2022 dengan nilai tukar 3.500 USD (Rp 50,6 juta) pada awal April, kini jaringan blockchain Ethereum yang menjadi basis NFT paling populer telah kehilangan nilai tukarnya hingga 70 % dalam waktu kurang dari tiga bulan. Kamis (30/6), nilai tukar 1 ETH setara 1.053 USD (Rp 15,7 juta).
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda menjelaskan, kondisi bear market tidak menjadi akhir dari pemanfaatan blockchain. Bear market, lanjutnya, adalah siklus yang sudah umum dan pernah terjadi sebelumnya. Teguh menjelaskan, bear market yang tengah melanda pasar aset kripto ini justru baik dan sehat untuk industri. ”Kondisi ini bisa menjadi seperti seleksi alam, mana proyek kripto yang baik dan tidak, sehingga bisa menciptakan peluang yang lebih besar di masa mendatang,” ujar Teguh. Ia menambahkan, prospek industri kripto, blockchain, ataupun Web3 ke depan masih menjanjikan dan akan terus tumbuh, bersamaan dengan adopsi yang semakin luas. (Yoga)
NFT KOMPAS, Keping Sejarah di dalam ”Blockchain”
Koleksi ”non-fungible token” atau NFT bertajuk ”Indonesia dalam 57 Peristiwa” dari harian ”Kompas” memantik beragam kisah bagi para kolektor. Mereka yang mengoleksi aset itu memetik cerita baru dari masa lalu. Ada pula yang meruwat cerita lama agar tak lekas hilang dari ingatan. NFT Kompas turut meramaikan OpenSea, salah satu lokapasar di jaringan rantai blok (blockchain) Ethereum sejak perilisan perdana pada Selasa (28/6). Meski begitu, euforia terhadap koleksi ini sudah hadir sejak sehari sebelumnya. Pada Rabu (29/6) malam, 41 dari 57 koleksi NFT Kompas telah dimiliki sejumlah pengguna. Dari puluhan pengguna, ada Peter Cung (29) yang mengoleksi edisi ”Jatuhnya Orde Baru”, arsip Kompas tahun 1998. Dia begitu terobsesi dengan edisi berjudul ”Pak Harto: Saya Ini Kapok Jadi Presiden” pada halaman utama itu.
Banyak kolektor NFT Kompas lain juga turut berbagi kisah di sejumlah media sosial. Hadi Ismanto (33) turut berbangga mengoleksi tiga NFT sekaligus dari Kompas, antara lain edisi ”Emas Pertama RI di Olimpiade” tahun 1992, ”Pemberedelan Media Massa” tahun 1994, dan ”Pemilu” tahun 2014. Awalnya, Hadi mengoleksi edisi ”Pemberedelan Media Massa” lantaran kedekatan pada industri media. Hadi merasa peristiwa itu penting. Edisi itu juga membuatnya teringat peran media massa yang begitu signifikan pada masa itu saat kebebasan berpendapat sangat dibatasi pemerintah.
Bagi sejumlah kolektor, edisi ”Indonesia dalam 57 Peristiwa” menjadi semacam cara untuk merawat kepingan sejarah. Randy Nugraha (40), misalnya, turut mengoleksi edisi ”Operasi Seroja ke Timor Timur” yang terbit di Kompas tahun 1975 karena menganggapnya sebagai tonggak sejarah yang berdampak besar terhadap Indonesia dan dunia internasional. Kejadian ini berkaitan dengan rencana deklarasi kemerdekaan Republik Demokratik Timor Timur pada saat itu. Pendiri Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali, menuturkan, sejarah ditulis para pemenang, sementara masa depan ditulis mereka yang mau berjuang. Inisiatif peluncuran arsip berita dalam bentuk NFT yang dilakukan Kompas, merupakan bentuk perjuangan untuk merawat ingatan bangsa agar tetap hidup di memori generasi muda. (Yoga)
Pilihan Editor
-
Tekan Inflasi, Pasar Murah
04 Jan 2025 -
Tapera Beri Angin Segar Emiten Perbankan
05 Jun 2024 -
Ledakan Smelter Berulang, Optimalkan Pengawasan
28 Dec 2023 -
KISAH SEGITIGA ANTARA VIETNAM, CHINA, DAN AS
28 Dec 2023