Cagar Alam
( 1 )NU Soroti Kedaulatan Maritim Nasional
Musyawarah Nasional (Munas) dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) yang berlangsung pada 5–7 Februari menghasilkan keputusan penting terkait pengelolaan laut di Indonesia. Salah satu keputusan utama adalah penegasan bahwa kepemilikan laut oleh individu atau perusahaan adalah haram dan bertentangan dengan prinsip syariat. PBNU menegaskan bahwa negara memiliki kewenangan untuk memberikan izin pemanfaatan laut untuk kepentingan tertentu, namun pengelolaannya harus tetap berada di bawah kendali negara dan tidak boleh dialihkan menjadi milik perseorangan atau perusahaan.
Keputusan ini sejalan dengan ketentuan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang mengatur kedaulatan negara kepulauan atas wilayah laut. NU mengkritik praktik pengaplingan laut yang semakin marak, dengan beberapa pihak menggunakan berbagai modus, seperti abrasi atau reklamasi, untuk mengalihkan kepemilikan laut dan menerbitkan sertifikat hak milik atau hak guna bangunan (HGB). Praktik ini dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap keberadaan laut sebagai "mal al musytarak" yang harus dijaga oleh negara.
Dalam menghadapi pengaplingan laut ini, NU mengimbau pentingnya sinergi antara pemerintah dan berbagai pihak terkait, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Ombudsman, serta pihak lainnya, untuk memastikan kelestarian dan kedaulatan laut Indonesia. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN), Nusron Wahid, telah berinisiatif untuk mencabut sertifikat-sertifikat tersebut, yang perlu didukung dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah praktik perampasan ruang laut (ocean grabbing). Keberlanjutan pengelolaan laut yang adil dan sesuai dengan prinsip kedaulatan negara menjadi pesan moral utama dari NU dalam forum tersebut.
Pilihan Editor
-
Tekan Inflasi, Pasar Murah
04 Jan 2025 -
Tapera Beri Angin Segar Emiten Perbankan
05 Jun 2024 -
Ledakan Smelter Berulang, Optimalkan Pengawasan
28 Dec 2023 -
KISAH SEGITIGA ANTARA VIETNAM, CHINA, DAN AS
28 Dec 2023
