Cukai
( 156 )Cukai Rokok 'Ditahan': Sinyal Perlindungan Industri di Tengah Dilema Kesehatan dan Fiskal
Kabar terbaru dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menjadi perhatian utama bagi industri tembakau dan publik. Menteri Keuangan Purbaya secara resmi menegaskan bahwa tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tidak akan dinaikkan pada tahun 2026. Penegasan ini disampaikan Purbaya usai bertemu dengan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) pada Jumat (26/9).
Keputusan ini menandai pergeseran signifikan dari tren kenaikan CHT yang rutin diterapkan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Purbaya bahkan menyebut bahwa tarif cukai rokok saat ini dinilai terlalu mahal, dan ia sempat mempertimbangkan untuk menurunkannya—meski langkah tersebut belum diambil. Kebijakan menahan kenaikan cukai ini menunjukkan bahwa pemerintah, dalam hal ini Kemenkeu, sedang menempuh jalan keseimbangan yang kompleks: antara perlindungan industri tembakau dan kebutuhan fiskal negara yang juga menanggung beban kesehatan masyarakat.
Keputusan untuk tidak menaikkan CHT pada 2026 dapat dipandang sebagai respons pro-industri. Kenaikan cukai yang agresif sering kali dituding menjadi penyebab tertekannya industri rokok legal, yang berdampak langsung pada kestabilan industri dan ketenagakerjaan. Industri tembakau merupakan salah satu sektor padat karya di Indonesia, menyerap jutaan tenaga kerja mulai dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga rantai distribusi. Dengan menahan kenaikan tarif, pemerintah berupaya menjaga daya saing industri, mencegah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), dan memastikan kelangsungan operasional pabrik, terutama yang berskala kecil dan menengah.
Kebijakan Menteri Purbaya ini juga berefek pada jual beli rokok illegal. Argumentasi utama di balik penahanan cukai adalah memerangi peredaran rokok ilegal. Menteri Purbaya secara eksplisit menyatakan komitmennya untuk menindak tegas peredaran rokok illegal baik secara luring maupun daring yang selama ini merugikan perusahaan legal dan mengurangi penerimaan negara. Harga rokok ilegal yang jauh lebih murah menjadi substitusi bagi konsumen ketika harga rokok legal melambung tinggi akibat kenaikan CHT. Dengan menahan kenaikan, pemerintah berharap dapat mempersempit jurang harga dan menekan insentif bagi pelaku rokok ilegal.
Keberhasilan kebijakan 'cukai ditahan' ini sangat bergantung pada keberhasilan pemerintah menekan rokok ilegal. Janji Menteri Purbaya untuk menindak peredaran rokok ilegal adalah kunci. Penindakan rokok ilegal memerlukan kolaborasi yang kuat antara Ditjen Bea dan Cukai, Kepolisian, hingga aparat pemerintah daerah. Tantangannya adalah kompleksitas jaringan peredaran yang bergerak cepat dan memanfaatkan jalur-jalur tikus, baik di darat, laut, maupun melalui platform digital. Jika penindakan rokok ilegal tidak efektif, yang terjadi justru potensi kerugian ganda: penerimaan negara tidak maksimal (karena tarif tidak naik), sementara industri rokok legal tetap tertekan karena harus bersaing dengan produk ilegal yang murah.
Kesimpulannya, kebijakan tidak menaikkan CHT pada 2026 adalah langkah berani yang diprioritaskan untuk menjaga keberlangsungan industri dan melawan rokok ilegal. Namun, pemerintah wajib memastikan bahwa pilihan ini tidak mencederai komitmen pengendalian konsumsi tembakau dan tidak menciptakan lubang besar pada target penerimaan negara di tengah kebutuhan fiskal yang tinggi.Menggali Potensi Pendapatan dari Ekonomi Bayangan
APBN Berubah Arah: Dari Defisit ke Surplus
Harapan agar Pajak dan Bea Cukai Pro Investasi
Kalangan pengusaha menyambut baik pelantikan Dirjen Pajak serta Dirjen Bea dan Cukai yang baru. Harapannya, keduanya dapat mendorong kebijakan yang proinvestasi dan responsif terhadap dinamika dunia industri. Hal yang dinilai perlu dibenahi, antara lain konsistensi regulasi perpajakan di setiap tingkatan, prosedur pemberian insentif pajak, penyederhanaan perizinan impor, serta berbagai hambatan administratif lainnya. Dirjen Pajak serta Dirjen Bea dan Cukai yang baru adalah Bimo Wijayanto dan Djaka BudiUtama. Keduanya dilantik Menkeu, Sri Mulyani pada Jumat (23/5). Menkeu juga melantik 20 pejabat eselon satu lainnya pada kesempatan yang sama. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, dunia usia memandang pelantikan keduanya sebagai momentum keberlanjutan agenda reformasi kelembagaan di sektor perpajakan dan kepabeanan, yang sangat krusial bagi terciptanya iklim investasi yang sehat dan daya saing nasional berkelanjutan.
”Sektor industri adalah penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, beberapa periode terakhir, tantangan global dan domestik termasuk perlambatan konsumsi serta regulasi yang belum sepenuhnya efisien, turut menekan kontribusinya terhadap PDB,” kata Shinta, Jumat (23/5). Apindo berharap kepemimpinan baru di Ditjen Pajak dan Bea Cukai mampu mempererat kolaborasi dengan dunia usaha dalam merancang kebijakan yang pro investasi, adaptif terhadap dinamika industri dan memperluas basis penerimaan negara tanpa memberatkan pelaku usaha patuh. Melalui Roadmap Perekonomian 2024-2029, Apindo mendorong penyempurnaan implementasi sistem administrasi perpajakan (core tax) dan penyederhanaan proses agar mudah diakses seluruh wajib pajak. Ia berharap prosedur insentif perpajakan disederhanakan agar menjadi pendorong produktivitas dan investasi, untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkontribusi optimal bagi pembangunan ekonomi nasional. (Yoga)
Dirjen Baru Diberi Waktu untuk Beradaptasi
Menkeu Sri Mulyani memberikan waktu kepada Dirje Pajak, Bimo Wijayanto serta Dirjen Bea dan Cukai, Letjen (Purn)TNI Djaka Budi Utama untuk beradaptasi. Keduanya diminta mendalami kondisi serta permasalahan kelembagaan sebelum menyampaikan pernyataan resmi kepada publik. Kebijakan ini disampaikan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi Mei 2025 yang digelar Jumat (23/5) bertepatan pelantikan kedua pejabat tersebut di kantor Kemenkeu, Jakarta. Menkeu menilai, masa adaptasi sangat penting agar para dirjen yang baru dilantik dapat memahami struktur, data, serta tantangan yang ada di direktorat masing-masing. ”Berikanlah (para dirjen baru) waktu satu bulan untuk melihat semuanya sehingga public bisa melihat data, fakta, realitas, dengan perspektif baru,” ujar Sri Mulyani.
Menurut dia, belum ideal bagi pejabat yang baru beberapa jam dilantik untuk langsung memberikan penjelasan kepada publik. Kementerian Keuangan akan menjadwalkan untuk menggelar sesi khusus dalam satu bulan ke depan untuk memperkenalkan lebih lanjut kedua pejabat baru tersebut kepada media dan publik.”Tidak fair baru tiga jam ditanya banyak hal. Jadi, beliau nanti juga akan membutuhkan waktu, satu bulan. Saya rasa satu bulan, nanti kita akan membuat briefing untuk teman-teman media agar bisa mengenal dirjen yang baru, yaitu Pak Bimo dan Pak Djaka,” tuturnya. Dalam acara pelantikan, Sri Mulyani menekankan bahwa jabatan yang kini diemban Bimo dan Djaka merupakan bagian dari tanggung jawab kolektif institusi, bukan sekadar tugas individu. Keduanya memimpin institusi yang tengah menjadi sorotan publik, terutama terkait efektivitas, transparansi dan integritas dalam pengelolaan penerimaan negara. (Yoga)
AS Soroti Prosedur Bea Cukai RI
Apindo Minta Pemerintah Meneliti Kembali Kebijakan Cukai Minuman Berpemanis
Pemerintah Berencana Menerapkan Pemungutan Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan
Pemerintah Memastikan Pengenaan Cukai MBDK
Pemerintah memastikan pengenaan cukai Makanan Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) akan berjalan pada semester II-2025. Penerapan cukai ini tidak semata untuk menggenjot penerimaan negara, tetapi lebih untuk menekan dampak negatif dari konsumsi gula yang berlebihan. Dalam APBN 2025, pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai MBDK sebesar Rp 3,8 triliun. Namun, implementasi cukai MBDK ini menghadapi dua pertentangan saat diterapkan yaitu akan mengurangi konsumsi gula. Tetapi pada saat yang bersamaan akan menekan kelangsungan industri.
Pengenaan cukai terhadap MBDK merupakan salah satu wujud ekstensifikasi cukai. Ikhtiar ini dijalankan untuk mengendalikan konsumsi gula dan pemanis yang berlebihan, serta untuk mendorong industri untuk mereformasikan produk MBDK yang rendah gula. "Kalau sesuai jadwal, MBDK direncanakan (berjalan) pada semester II-2025," kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) Nirmala Dwi Heryanto. Pengenaan cukai MBDK diharapkan dapat mengurai eksternalitas negatif bagi kesehatan masyarakat, yaitu dengan menurunnya prevalensi penyakit tidak menular (PTM di masyarakat. PTM yang berdampak paling tinggi dari MBDK adalah diabetes melitus. (Yetede)
Cukai Minuman Manis Dimulai Semester II 2025
Pilihan Editor
-
Tekan Inflasi, Pasar Murah
04 Jan 2025 -
Tapera Beri Angin Segar Emiten Perbankan
05 Jun 2024 -
Ledakan Smelter Berulang, Optimalkan Pengawasan
28 Dec 2023 -
KISAH SEGITIGA ANTARA VIETNAM, CHINA, DAN AS
28 Dec 2023









