;

Kegagalan Sistem Pangan Indonesia

Kegagalan Sistem Pangan Indonesia

Kelaparan di Distrik Kuyuwage, Lanny Jaya, Provinsi Papua, menyebabkan empat orang meninggal dan ratusan lainnya terdampak. Faktor cuaca dianggap sebagai pemicunya. Namun, peristiwa yang telah berulang melanda Papua ini menjadi penanda adanya masalah serius dalam sistem pangan di kawasan ini. Deretan korban jiwa akibat kelaparan di Papua ibarat fenomena gunung es karena angka sesungguhnya bisa lebih besar. Padahal, orang yang kekurangan asupan makanan sampai akhirnya meninggal perlu waktu panjang. Dalam manajemen bencana, kelaparan termasuk kategori slow-on-set disaster, bencana yang terjadi perlahan. Dari gagal panen hingga orang kelaparan berat atau busung lapar bisa berbulan-bulan. Meski kelaparan mereka bukan tidak makan sama sekali. Mereka biasanya merasa lemah karena energinya kurang dan akhirnya meninggal.

”Ada faktor lain di balik bencana kali ini, yaitu persoalan gizi dan kesehatan masyarakat. Kalau kesehatannya kurang baik, lalu kekurangan pangan, itu akan menguatkan dampak yang terjadi. Kelaparan sampai meninggal, itu peristiwa yang akut,” tutur peneliti agroklimat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BP-TP) Papua Barat, Aser Rouw. Menurut Nipson Murib (30), warga Kuyuwage, kelaparan di kampungnya dimulai dengan kekeringan sejak Juni 2022. Puncaknya, pada 5 dan 6 Juli, terjadi embun beku melanda daerah di ketinggian 2.677 meter dari permukaan laut itu. ”Malam turun salju, tanaman ubi, keladi, sayur langsung mati dan beberapa hari kemudian kering. Di minggu pertama, warga masih bisa makan sisa umbi, tetapi minggu berikutnya sudah tidak ada makanan lagi,” kata Nipson.

Menurut Nipson, kebun menjadi tempat warga menyimpan makanan. Aneka tanaman umbi-umbian selain sayuran terus dirawat sepanjang tahun dan akan dipanen serta dikonsumsi sehari-hari. Mereka tidak kenal panen per musim dan menyimpannya setelah panen.  ”Ketika terjadi embun beku dan seluruh tanaman mati, butuh waktu pemulihan sedikitnya 6-9 bulan. Warga harus tanam baru lagi sampai bisa dipanen,” katanya. Prakirawan klimatologi BMKG Wilayah 5 Papua, Nurul Puspitasari, mengatakan, kawasan Lanny Jaya rentan mengalami embun beku karena ketinggian lokasi yang memicu dinginnya temperatur di sana.

Aser menuturkan, ”Memang iklim di pegunungan Papua ekstrem dan fenomena frost (embun beku) sering terjadi dan ini bisa mematikan tanaman umbi-umbian dan sayur. Namun, ada tanaman lain yang masih bisa bertahan, misalnya pisang,” tuturnya. Menurut Aser, luasan dan sebaran kebun warga juga bisa memengaruhi intensitas kelaparan. ”Sejak beberapa tahun terakhir, terjadi pergeseran pola makan masyarakat, terutama setelah masuknya raskin (beras miskin). Ketergantungan pada beras bantuan ini membuat luas tanam ubi dan keladi cenderung berkurang,” katanya. Masalah lainnya, akses transportasi ke perkampungan di Lanny Jaya terbatas. (Yoga)


Download Aplikasi Labirin :