;

Pemisahan Direktorat Pajak dari Kementerian Keuangan

Ekonomi Yoga 21 Mar 2023 Tempo
Pemisahan Direktorat Pajak dari Kementerian Keuangan

Pemerintah sudah berinisiatif membuat draf RUU Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan (RUUKUP) pada 2015. Dalam Pasal 95 rancangan tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang perpajakan dilaksanakan oleh lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.Namun pembahasan tersebut tidak tuntas. Pada DPR periode berikutnya (2019-2024), pemerintah mengajukan RUUKUP dengan draf baru pada Mei 2021. Tapi rancangan itu tidak menyebutkan mengenai posisi DJP menjadi lembaga di bawah presiden. Akhirnya, melalui pembahasan yang relatif cepat, RUUKUP baru itu disahkan pada 29 Oktober 2021 menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Setelah penetapan undang-undang itu, DJP tetap berada di bawah Kemenkeu. Usulan DJP menjadi otoritas terpisah dari Kemenkeu akhirnya sirna. Tapi, sejak munculnya kasus-kasus pejabat DJP yang hidup mewah dengan penghasilan tidak wajar, usulan DJP dipisahkan dari Kemenkeu kembali mengemuka meskipun kurang gencar. Pemisahan DJP dari Kemenkeu membutuhkan kajian mendalam menyangkut berbagai hal. Apakah DJP yang terpisah dari Kemenkeu berupa Badan Keuangan Negara yang bersifat otonom atau semi-otonom. Kalau mengacu janji Jokowi sebelum menjadi presiden, salah satunya akan membuat DJP menjadi lembaga otonom lepas dari Kemenkeu dan langsung berada di bawah presiden.

Pemisahan otoritas pajak dari Kemenkeu sudah banyak contohnya. Di AS, lembaga pajaknya bernama Internal Revenue Service (IRS), yang merupakan lembaga otonom yang terpisah dari Kemenkeu. IRS sebenarnya tidak sepenuhnya otonom karena masih berkoordinasi dengan Kemenkeu, tapi mereka otonom dalam hal kewenangan menentukan kebijakan, anggaran, dan SDM. Beberapa negara berkembang juga telah melakukan transformasi otoritas perperpajakan dari konsep tradisional di bawah kementerian keuangan menjadi otoritas pajak semi-otonom (SARA). Hasil penelitian Arthur Mann (2004), keputusan negara-negara itu memilih SARA memberikan beberapa dampak, seperti peningkatan pendapatan dari publik yang tecermin dalam rasio pajak yang lebih tinggi dan pertumbuhan pendapatan riil; efisiensi yang lebih besar dalam pemanfaatan sumber daya publik melalui kemandirian/otonomi keuangan dan administrasi; mempekerjakan staf yang kompeten, berdisiplin, dan lebih berkualitas; depolitisasi administrasi perpajakan; berkurangnya korupsi sehingga meningkatkan kredibilitas perpajakan khususnya dan pemerintah pada umumnya; serta meningkatkan layanan wajib pajak dan mengurangi biaya kepatuhan wajib pajak. Beberapa negara yang sudah beralih ke SARA, menurut Mann, adalah Argentina (mulai 1988), Kolombia (1991), Malaysia (1995/1996), Meksiko (1995/1997), Peru (1988/1991), Singapura (1992), dan Afrika Selatan (1996/1997). Indonesia bisa saja membentuk otoritas perpajakan semi-otonomi seperti yang sempat diajukan dalam RUUPUK pada 2015. (Yoga)


Download Aplikasi Labirin :