;

MENEBAS ARAL EKONOMI HIJAU

Ekonomi Hairul Rizal 07 Jun 2023 Bisnis Indonesia (H)
MENEBAS ARAL EKONOMI HIJAU

Indonesia sebagai negara dengan sumber energi terbarukan yang sangat berlimpah ternyata masih menghadapi aral yang tidak mudah dalam mewujudkan gagasan green economy atau ekonomi hijau. Program transisi energi yang menjadi pilar penting dalam ekonomi hijau belum juga menghasilkan kemajuan berarti. Persoalan lain seperti jenis proyek energi hijau yang bakal dikerjakan, termasuk upaya menjaring investasi yang lebih besar, turut menjadi perhatian. Kendati masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pemerintah banyak membuat gebrakan untuk mengejawantahkan cita-cita ekonomi hijau. Menurutnya, dari sisi pembiayaan, proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 telah diselaraskan dengan tujuan pencapaian target net zero emission atau nol emisi karbon pada 2060. “Untuk melakukan transformasi energi ke hijau itu tidak semudah membalikkan tangan. Meskipun tujuannya baik untuk meningkatkan ekonomi agar konsisten dengan komitmen penurunan CO2, harus tetap dilakukan hati-hati,” tuturnya dalam Bisnis Indonesia Green Economy Forum 2023, Selasa, (6/6). HSE-CSR Manager Bayan Resources Dian Fiana Ratna Dewi mengatakan bahwa begitu gencarnya tuntutan masyarakat global tentang energi bersih menciptakan perubahan permintaan. “Produk tinggi emisi ini akan mengalami penurunan permintaan. Ke depan, kami akan menuju diversifikasi untuk energi yang ramah lingkungan. Kendati, masih perlu waktu yang agak panjang,” jelasnya.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk mencapai target nol emisi karbon tersebut, pemerintah menetapkan permintaan listrik di Indonesia dapat dipasok dari pembangkit listrik berbasis EBT dengan total kapasitas mencapai 700 gigawatt (GW). Adapun, pemanfaatan EBT hingga saat ini baru sekitar 12,5 GW dari potensi yang mencapai 3.000 GW. Terpisah, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa Indonesia masih memerlukan investasi global untuk mempercepat transisi energi. Dia menilai, upaya menjaring investasi masih belum optimal karena masih banyak yang belum akrab dengan proyek energi hijau. Sementara itu, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengevaluasi proses transisi energi yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui sejumlah kebijakan. Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menilai pelaksanaan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN hingga 2023 belum sesuai dengan target. Semestinya, kata dia, setiap tahun ada penambahan pembangkit energi terbarukan di sistem PLN.

Tags :
#Ekonomi #Energi
Download Aplikasi Labirin :