;

AKSI PENGURANGAN EMISI KARBON : AKSELERASI TRANSISI ENERGI TERGANJAL REGULASI

Lingkungan Hidup Hairul Rizal 05 Dec 2023 Bisnis Indonesia
AKSI PENGURANGAN EMISI KARBON : AKSELERASI TRANSISI ENERGI TERGANJAL REGULASI

Gerak cepat Indonesia memanfaatkan Conference of the Parties (COP) ke-28 the United Nations Framework Convention on Climate Change untuk mengakselerasi transisi energi terganjal oleh sejumlah aturan yang perlu segera dibenahi. Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) meminta ketentuan pinjaman pemegang saham atau shareholder loan kerja sama antara swasta dan PT PLN (Persero) yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 14/2017 direvisi, karena berpotensi menghambat pengembangan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan atau EBT. Fabby Tumiwa, Ketua Umum AESI, mengatakan bahwa selama ini badan usaha diminta untuk menyetor modal lebih tinggi dibandingkan dengan PLN, meski porsinya kepemilikan saham dalam pembangkit listrik tidak boleh lebih banyak dari perusahaan setrum pelat merah tersebut. Selisih antara modal yang harus diberikan dengan kepemilikan saham tersebut nantinya memang akan dikembalikan oleh PLN maupun anak usahanya dengan mekanisme dicicil. Akan tetapi, hal tersebut bakal memberatkan investor yang memang berminat untuk mengembangkan EBT di dalam negeri. “Persoalannya bagi banyak pengembang, mereka pemilik saham minoritas tetapi diminta menyetor modalnya yang lebih besar, karena memberikan shareholder loan untuk PLN. Sementara itu, anak perusahaan PLN walau punya kepemilikan 51%, tapi tidak punya kemampuan finansial untuk menyertakan modal setara 51%,” katanya, Senin (4/12). Alhasil, equity partners yang digandeng PLN untuk membangun pembangkit listrik mesti menanggung sebagian ekuitas yang tidak mampu disertakan oleh PLN untuk suatu proyek, sehingga berdampak kepada return on equity-nya. Selain itu, beban modal yang diserahkan sebagian kepada mitra PLN juga dianggap bakal membuat proyek pembangkit listrik berbasis EBT menjadi tidak layak untuk didanai. Keluhan terhadap regulasi juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Panas Bumi Indonesia Riza Pasikki, yang mengatakan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) No. 112/2022 belum menggunakan asumsi yang tepat dalam menentukan harga pembelian listrik dari independent power producers (IPP) pembangkit listrik tenaga panas bumi atau PLTP. Padahal, fasilitas yang dijanjikan pemerintah, seperti government drilling, pinjaman lunak, serta pendanaan pengeboran eksplorasi dari skema Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi (PISP) dan Geothermal Resource Risk Mitigation (GREM) masih terbatas untuk digunakan oleh investor. 

Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu mengatakan bahwa pemerintah belum berencana untuk merevisi sejumlah aturan yang dianggap mengganjal pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT. Secara terpisah, PLN mengamankan empat kesepakatan penting ihwal percepatan peningkatan porsi dalam bauran energi nasional di ajang Cop ke-28. PLN pun diketahui berencana untuk mengebut pengembangan Accelerated Renewable Energy Development (ARED) agar bisa mereduksi emisi hingga 127 juta ton CO2 pada 2030. “Kami mengerahkan best effort kami dalam menjalankan transisi energi. Kami tidak bisa berjalan sendiri, dan memerlukan kolaborasi global dari sisi kebijakan, teknologi, inovasi, serta investasi dalam menyelamatkan bumi,” kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo. Secara spesifik, kedua belah pihak akan mengkaji integrasi sistem jaringan Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera. Ketiga wilayah tersebut memiliki potensi EBT yang besar, sehingga diperlukan sistem jaringan terintegrasi agar seluruh pasokan listrik bisa dialirkan kepada masyarakat. Selanjutnya, PLN menyepakati kerja sama dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) untuk memanfaatkan project development facility yang dikelola oleh SMI untuk proyek-proyek pumped storage hydroelectric power plant dalam rangka percepatan transisi energi di Indonesia. Nantinya, KfW bersama SMI akan memberikan dukungan dalam bentuk feasibility study, serta environmental & social scoping pada tahapan persiapan proyek PLTA Grindulu Pumped Storage 4x250 MW dan PLTA Sumatera Pumped Storage 2x250 MW. Terakhir, PLN bersama PT Cirebon Electric Power, Asia Development Bank, dan Indonesia Investment Authority atau INA mengupayakan percepatan pemensiunan operasional PLTU Cirebon-1 pada Desember 2035, lebih awal dari target awal yang ditetapkan pada Juli 2042. Upaya ini mampu menghindarkan emisi hingga 30 juta ton CO2.

Download Aplikasi Labirin :