;

PEREMPUAN JATAYU TOLAK PLTU, BERSUARA HINGGA KE JEPANG

Ekonomi Yoga 17 Dec 2023 Kompas
PEREMPUAN JATAYU TOLAK PLTU,
BERSUARA HINGGA KE JEPANG

Perempuan tani di Indramayu berjuang mempertahankan lahan dari gempuran pembangunan PLTU yang akan mengancam kehidupan. Tanah adalah sumber kehidupan dan penghasilan bagi mereka. Sekitar 75 kg bawang merah menggantung di atap rumah Surmi (51) warga Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Indramayu, Kamis (12/10) siang, yang merupakan hasil panen Surmi bulan lalu. Saat itu, Surmi menanam 10 kg bibit bawang. Biayanya Rp 250.000. Ketika panen, ia meraup Rp 600.000. Hasil panen 75 kg bawang merah dihargai Rp 8.000 per kg. Kali ini, Surmi enggan menjualnya dan menunggu harga tinggi. Biasanya, bawang merah bisa laku belasan ribu rupiah per kg. Di rumahnya juga tersimpan empat karung beras. Masing-masing berisi 2,5 kuintal. Ketika harga beras melonjak, lebih dariRp 13.000 per kg, jauh dari HET Rp 10.900 per kg, Surmi tidak pusing. Dia punya cadangan beras untuk sekadar makan, sisa panen dua bulan lalu, yang mencapai 1,5 ton gabah kering panen.

Surmi menjaga lahan dari gempuran PLTU. Lahan garapannya seluas 1,4 hektar berada di kawasan PLTU Indramayu 2 berkapasitas 1.000 megawatt (MW). Luasnya infrastruktur itu sekitar 300 hektar. Bagi para perempuan tani Desa Mekarsari, Indramayu, Jabar, tanah adalah ibu, yang melahirkan kehidupan sekaligus sumber pangan. Tidak hanya Mekarsari, lahan Desa Patrol Lor dan Patrol Baru, Kecamatan Patrol, juga terdampak. Lokasinya berdampingan dengan PLTU Indramayu 1 berkapasitas 3 x 330 MW. Dari sawah yang Surmi garap, tampak jelas cerobong PLTU 1 dengan asap kelabunya. Berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, PLTU Indramayu 2 termasuk proyek strategis nasional. Nilai investasinya Rp 29,5 triliun. Menurut rencana, pembangunan konstruksinya mulai tahun 2022, tetapi sampai sekarang belum dimulai. Operasional PLTU ditargetkan tahun 2026. ”Kalau sampai PLTU jadi, saya mau cari makan di mana? Makanya, saya berjuang,” katanya. Sebagai perempuan tani, Surmi tidak hanya memasak nasi, tetapi juga ikut menanam padi. Ekonomi keluarganya tidak cukup hanya mengandalkan suaminya, Warsan, penggembala kambing. Apalagi, sejak 2015, lahan penggembalaan mulai dibebaskan untuk PLTU 2.

Surmi pun bergabung dalam Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu (Jatayu). Gerakan warga ini untuk menolak PLTU Indramayu 1 dan 2. Jatayu menilai, PLTU berdampak pada kesehatan dan hasil panen petani. Surmi, misalnya, mengeluhkan matanya yang sakit ketika bertani di area tidak jauh dari PLTU 1. ”Saya sudah lima kali operasi mata tiga tahun ini,” katanya sambil menyeka matanya yang berair. Lewat bantuan lembaga pemerhati lingkungan di Jepang, Friends of the Earth (FoF), Surmi bahkan mewakili warga untuk menyampaikan aspirasinya ke negara yang mendanai PLTU Indramayu 2 itu tahun 2016. ”Saya bilang, kami sudah menjerit dan berteriak karena PLTU. Jangan sampai (pembangunan PLTU) didanai,” katanya. Hasilnya manis. Pertengahan tahun lalu, dilansir dari laporan Reuters, Jepang menarik diri dalam pendanaan proyek PLTU Indramayu 2. Selain mendapat kritik dari pegiat lingkungan, keputusan menghentikan pendanaan itu juga sebagai komitmen Jepang dalam merespons perubahan iklim. (Yoga)

Download Aplikasi Labirin :