PEREMPUAN JATAYU TOLAK PLTU, BERSUARA HINGGA KE JEPANG

Perempuan tani di Indramayu berjuang mempertahankan lahan
dari gempuran pembangunan PLTU yang akan mengancam kehidupan. Tanah adalah
sumber kehidupan dan penghasilan bagi mereka. Sekitar 75 kg bawang merah
menggantung di atap rumah Surmi (51) warga Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Indramayu,
Kamis (12/10) siang, yang merupakan hasil panen Surmi bulan lalu. Saat itu,
Surmi menanam 10 kg bibit bawang. Biayanya Rp 250.000. Ketika panen, ia meraup
Rp 600.000. Hasil panen 75 kg bawang merah dihargai Rp 8.000 per kg. Kali ini,
Surmi enggan menjualnya dan menunggu harga tinggi. Biasanya, bawang merah bisa
laku belasan ribu rupiah per kg. Di rumahnya juga tersimpan empat karung beras.
Masing-masing berisi 2,5 kuintal. Ketika harga beras melonjak, lebih dariRp
13.000 per kg, jauh dari HET Rp 10.900 per kg, Surmi tidak pusing. Dia punya
cadangan beras untuk sekadar makan, sisa panen dua bulan lalu, yang mencapai
1,5 ton gabah kering panen.
Surmi menjaga lahan dari gempuran PLTU. Lahan garapannya
seluas 1,4 hektar berada di kawasan PLTU Indramayu 2 berkapasitas 1.000
megawatt (MW). Luasnya infrastruktur itu sekitar 300 hektar. Bagi para
perempuan tani Desa Mekarsari, Indramayu, Jabar, tanah adalah ibu, yang
melahirkan kehidupan sekaligus sumber pangan. Tidak hanya Mekarsari, lahan Desa
Patrol Lor dan Patrol Baru, Kecamatan Patrol, juga terdampak. Lokasinya berdampingan
dengan PLTU Indramayu 1 berkapasitas 3 x 330 MW. Dari sawah yang Surmi garap, tampak
jelas cerobong PLTU 1 dengan asap kelabunya. Berdasarkan data Komite Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas, PLTU Indramayu 2 termasuk proyek strategis
nasional. Nilai investasinya Rp 29,5 triliun. Menurut rencana, pembangunan
konstruksinya mulai tahun 2022, tetapi sampai sekarang belum dimulai. Operasional
PLTU ditargetkan tahun 2026. ”Kalau sampai PLTU jadi, saya mau cari makan di
mana? Makanya, saya berjuang,” katanya. Sebagai perempuan tani, Surmi tidak
hanya memasak nasi, tetapi juga ikut menanam padi. Ekonomi keluarganya tidak
cukup hanya mengandalkan suaminya, Warsan, penggembala kambing. Apalagi, sejak
2015, lahan penggembalaan mulai dibebaskan untuk PLTU 2.
Surmi pun bergabung dalam Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu
(Jatayu). Gerakan warga ini untuk menolak PLTU Indramayu 1 dan 2. Jatayu menilai,
PLTU berdampak pada kesehatan dan hasil panen petani. Surmi, misalnya, mengeluhkan
matanya yang sakit ketika bertani di area tidak jauh dari PLTU 1. ”Saya sudah
lima kali operasi mata tiga tahun ini,” katanya sambil menyeka matanya yang
berair. Lewat bantuan lembaga pemerhati lingkungan di Jepang, Friends of the
Earth (FoF), Surmi bahkan mewakili warga untuk menyampaikan aspirasinya ke
negara yang mendanai PLTU Indramayu 2 itu tahun 2016. ”Saya bilang, kami sudah
menjerit dan berteriak karena PLTU. Jangan sampai (pembangunan PLTU) didanai,”
katanya. Hasilnya manis. Pertengahan tahun lalu, dilansir dari laporan Reuters,
Jepang menarik diri dalam pendanaan proyek PLTU Indramayu 2. Selain mendapat kritik
dari pegiat lingkungan, keputusan menghentikan pendanaan itu juga sebagai komitmen
Jepang dalam merespons perubahan iklim. (Yoga)
Postingan Terkait
Artikel Populer
-
Tekan Inflasi, Pasar Murah
04 Jan 2025 -
Tapera Beri Angin Segar Emiten Perbankan
05 Jun 2024 -
Ledakan Smelter Berulang, Optimalkan Pengawasan
28 Dec 2023 -
KISAH SEGITIGA ANTARA VIETNAM, CHINA, DAN AS
28 Dec 2023