AKSI KORPORASI : HATI-HATI BURU ASET LUAR NEGERI

Aksi agresif PT Pertamina (Persero) melakukan ekspansi ke luar negeri melalui sub holding-nya mesti diperketat agar tidak memunculkan problem di kemudian hari. Transparansi dan konsistensi dalam penerapan good corporate governance atau GCG menjadi salah satu kunci yang bisa memuluskan aksi korporasi itu. Langkah Pertamina memburu cadangan minyak dan gas bumi (migas) di sejumlah blok dan lapangan luar negeri mendapat tantangan dari sejumlah dugaan penyelewengan yang diusut oleh penegak hukum. Beragam pembenahan perlu dilakukan agar aksi yang sebenarnya bertujuan positif tersebut tidak dimanfaatkan oleh pihak tertentu, sehingga memunculkan konsekuensi hukum. Pri Agung Rakhmanto, Founder & Advisor ReforMiner Institute, mengatakan Pertamina perlu melakukan kajian detail mengenai potensi sumber daya dan cadangan migas yang disertai dengan tingkat risiko sebelum memutuskan untuk mengakuisisi lapangan migas di luar negeri. Meski begitu, Pri Agung juga menjelaskan setiap aksi korporasi yang dilakukan perusahaan, termasuk Pertamina sebagai BUMN memiliki risko. Untuk itu, perlu kesepahaman mengenai risiko tersebut oleh seluruh pemangku kepentingan dan pengambil keputusan. Menurutnya, upaya Pertamina melakukan ekspansi ke luar negeri sebenarnya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, karena cadangan migas nasional makin terbatas. Hal itu membuat peluang untuk bisa menemukan lapangan besar dan menambah produksi nasional makin kecil. Pada tahun lalu, perusahaan memenangkan lelang baru blok minyak produksi di Gabon, Afrika Barat.
Aset produksi itu diperkirakan memiliki potensi cadangan minyak mencapai 45.000 barel per hari (bph). Terbaru, pada Januari 2024 perusahaan melalui PT Pertamina Malaysia Eksplorasi Produksi (PMEP) juga berhasil memenangkan lelang blok eksplorasi SK510 di Malaysia. Anak perusahaan PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP), yang berafiliasi dengan PHE, itu menggenggam hak partisipasi (participating interest/PI) sebesar 25%. Selain itu, Pertamina Hulu Energi sebagai sub holding upstream juga tengah menjajaki pengelolaan blok migas potensial di Amerika Selatan dan Afrika. Akan tetapi, aksi yang telah dilakukan BUMN holding energi tersebut tidak lepas dari dugaan rasuah. Dalam catatan Bisnis, Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif (LHP PI) BPK yang diserahkan kepada KPK belum lama ini, mengungkap kasus akuisisi perusahaan migas Prancis, Maurel & Prom (M&P), terindikasi bermasalah. Wakil Ketua BPK Hendra Susanto berharap agar LHP PI mengenai akuisisi M&P oleh Pertamina itu bisa dimanfaatkan oleh KPK untuk memproses lebih lanjut kasus itu ke tahap penyidikan. Artinya, dugaan rasuah mengenai akuisisi itu sudah diendus oleh KPK di tahap penyelidikan. Untuk diketahui, wilayah kerja operasional M&P hampir seluruhnya berpusat di Afrika, terutama di Tanzania, Gabon dan Angola. “Akuisisi sumur minyak di salah satu negara di Afrika. Sudah lama diselidiki. KPK berkoordinasi dengan BPK untuk melakukan audit investigasi,” kata Wakil Ketua KPK itu kepada Bisnis, beberapa waktu lalu. “Pertamina juga berkomitmen menjalankan bisnis yang sesuai dengan prinsip GCG dan aturan berlaku,” demikian keterangan VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso kepada Bisnis. Adapun, M&P saat ini memiliki kegiatan produksi dan eksplorasi di Prancis, Italia, Kolombia, Venezuela, Nigeria, Gabon, Angola, Namibia dan Tanzania.
Postingan Terkait
Artikel Populer
-
Tekan Inflasi, Pasar Murah
04 Jan 2025 -
Tapera Beri Angin Segar Emiten Perbankan
05 Jun 2024 -
Ledakan Smelter Berulang, Optimalkan Pengawasan
28 Dec 2023 -
KISAH SEGITIGA ANTARA VIETNAM, CHINA, DAN AS
28 Dec 2023