;

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA ATAP : KEANDALAN SISTEM PLN DIUJI

Lingkungan Hidup Hairul Rizal 06 Mar 2024 Bisnis Indonesia
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA ATAP : KEANDALAN SISTEM PLN DIUJI

Pemerintah memerintahkan PT PLN (Persero) untuk meningkatkan fleksibilitas sistem dan subsistem kelistrikannya untuk mengantisipasi masuknya tenaga listrik dari pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS atap. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku sedang mengkaji keandalan sistem dan subsistem PLN untuk memastikan listrik dari PLTS atap yang bersifat intermiten tidak mengganggu jaringan kelistrikan yang sudah ada. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu mengatakan, pemerintah berupaya agar persoalan intermiten dari pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT), termasuk PLTS atap bisa diselesaikan. Caranya, bisa dengan menggabungkan listrik dari PLTS atap dengan pembangkit listrik berbasis EBT lainnya, sehingga bisa saling melengkapi. Padahal, PLTS atap diharapkan dapat mengerek produksi modul surya dalam negeri. Dengan target 1 GW PLTS atap yang terhubung jaringan PLN, dan 0,5 GW dari non-PLN setiap tahun, dan asumsi kapasitas 1 modul surya 450 Wp, maka diperlukan produksi sekitar 3,3 juta panel surya. Sementara itu, Direktur Retail dan Niaga PLN Edi Srimulyati mengatakan bahwa perseroan saat ini masih mematangkan kajian ihwal sifat intermiten dari PLTS mendatang pada sistem dan subsistem perseroan. PLN pun tengah memetakan beban puncak siang dan kebutuhan pembangkitan minimum pada sistem milik perusahaan. Selain itu, perseroan turut mengkaji perencanaan pengembangan pembangkit listrik yang telah ada dalam RUPTL 2021—2030. PLN, kata dia, bakal menyampaikan kuota pemasangan PLTS atap sesuai dengan amanat Peraturan Menteri ESDM No. 2/2024. Setelah usulan kuota diterima, maka PLN bakal melakukan clustering terkait dengan kuota pemasangannya. Clustering itu bakal dibuat 10 hari setelah penetapan kuota disetujui oleh Kementerian ESDM. “Setelah ada penetapan, maka kami akan hitung per klaster. Setiap klasternya itu per-UP3 selevel kotamadya atau kabupaten,” jelasnya. Adapun, Institute for Essential Services Reform (IESR) menyayangkan revisi peraturan Menteri ESDM terkait dengan pemanfaatan PLTS atap yang cenderung berpihak kepada kepentingan PLN. Tanpa net-metering, kata Fabby, biaya investasi per satuan kilowatt-peak bakal menjadi tinggi. Konsekuensinya, keekonomian sistem PLTS atap khususnya pada sektor rumah tangga dan bisnis kecil menjadi tidak menguntungkan. Industri yang memiliki kebutuhan listrik lebih stabil pada siang dan malam hari menjadi incaran baru, karena dinilai cocok dengan sifat PLTS atap dan skema baru dalam Permen ESDM No. 2/2024. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengakui bahwa Peraturan Menteri ESDM No. 2/2024 membuat pengembangan salah satu fasilitas produksi listrik bersih itu menjadi kurang menarik bagi rumah tangga. “Memang PLTS atap agak sulit untuk rumah tangga, karena tidak ada ekspor-impor listrik, dan tidak ada titip [listrik]. Kalau dulu bisa dititipkan di PLN, lalu dipakai malam. Rumah tinggal itu menggunakan listriknya malam, sedangkan matahari adanya siang. Ini kurang match di situ, kecuali jika menggunakan baterai untuk menyimpan listrik,” katanya beberapa waktu lalu.Untuk mengompensasi kehilangan potensi dari rumah tangga, pemerintah bakal mendorong pemanfaatan PLTS atap untuk sektor industri, mengingat konsumsi listrik industri relatif stabil. Selain itu, langkah itu dinilai cocok untuk mengejar target pemasangan PLTS atap sebesar 3,6 gigawatt (GW) pada 2025.

Tags :
#Energi
Download Aplikasi Labirin :