Menggantang Nasib Bisnis Properti
Banyak kalangan salah kaprah memprediksi ihwal kebijakan suku bunga acuan yang diputuskan oleh Bank Indonesia (BI) pada Rabu (24/4). Sejumlah analis, ekonom kawakan, hingga pelaku pasar sempat penuh percaya diri BI akan mengeksekusi pelonggaran moneter melalui pemangkasan suku bunga acuan (BI Rate). Kenyataannya justru 180 derajat berbeda. BI secara tak terduga menaikkan BI Rate 25 basis poin menjadi 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) itu. Biasanya, prediksi para analis dan pelaku pasar jarang meleset perihal dinamika BI Rate. Namun, apa lacur. Kenaikan BI Rate sekonyong-konyong mengubah konstelasi pasar keuangan di dalam negeri. Menaikkan suku bunga acuan berarti akan memberi dampak ke berbagai sektor. Ekspansi dunia usaha terhambat dan spending konsumen juga menciut. Industri keuangan juga menaruh waswas dalam memutar kredit. Keadaan ini dikhawatirkan dapat membuat geliat ekonomi kembali melempem pada 2024.
Apalagi, intervensi otoritas untuk penguatan rupiah belum banyak membuahkan hasil signifikan dan malah cenderung terus menggerogoti cadangan devisa (cadev) negara. Posisi cadev pada Januari 2024 masih sebesar US$145,1 miliar. Namun, posisi itu menyusut menjadi US$140,4 miliar pada Maret 2024. Industri properti, yang merupakan pilar penting perekonomian nasional, menjadi sektor yang dipastikan terpukul berat akibat kebijakan BI tersebut. Sebelumnya, sektor properti sudah terlilit oleh suku bunga KPR yang tinggi. Industri properti, yang secara langsung mendukung sektor riil dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi melalui 174 subsektor industri terkait, mulai menghadapi risiko penurunan serapan pasar. Padahal, properti memainkan peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja, dengan sekitar 19 juta pekerja yang berkelindan. Kenaikan suku bunga pinjaman idealnya tidak melebihi rasio kenaikan BI Rate itu sendiri, untuk menghindari pembebanan yang berlebihan kepada konsumen. Namun, apabila kenaikan suku bunga KPR benar-benar terjadi, jumlah transaksi properti dipastikan merosot sehingga memperlambat pemulihan pasar perumahan yang belum stabil.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, Harian ini berpendapat bahwa perluasan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial yang dijadwalkan mulai 1 Juni 2024 dapat memberikan angin segar. Kebijakan ini bertujuan agar pertumbuhan kredit di sektor prioritas, termasuk real estat dan konstruksi tetap terjadi. Dengan memasuki periode suku bunga yang lebih tinggi, pasar properti mungkin akan mengalami penyesuaian. Namun, prospek penyaluran kredit, khususnya untuk segmen KPR, masih terbilang prospektif. Bank dan lembaga keuangan harus terus berusaha menemukan keseimbangan antara pertumbuhan kredit dan risiko kredit dalam kondisi pasar yang menantang.
Postingan Terkait
Artikel Populer
-
Tekan Inflasi, Pasar Murah
04 Jan 2025 -
Tapera Beri Angin Segar Emiten Perbankan
05 Jun 2024 -
Ledakan Smelter Berulang, Optimalkan Pengawasan
28 Dec 2023 -
KISAH SEGITIGA ANTARA VIETNAM, CHINA, DAN AS
28 Dec 2023