KETAHANAN ENERGI : KERJA KERAS AMANKAN GAS

Industri hulu minyak dan gas bumi terus ‘berjibaku’ untuk memastikan pemenuhan kebutuhan gas di dalam negeri di tengah tingginya angka penurunan produksi secara alamiah atau natural decline sejumlah lapangan. Otoritas hulu minyak dan gas bumi (migas) memastikan bakal terus meningkatkan produksi gas bumi di dalam negeri untuk menjaga keberlanjutan pasokan untuk industri. Keberadaan sejumlah proyek onstreammenjadi andalan untuk mengompensasi lapangan migas yang mengalami penurunan produksi. Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Hudi D. Suryodipuro mengatakan bahwa produksi gas bumi nasional bakal terus meningkat seiring dengan onstreamnya proyek Tangguh Train 3 dan Jambaran Tiung Biru.
Berdasarkan perkiraan yang dibuat oleh SKK Migas, produksi gas bumi pada tahun ini akan mencapai 5.544 BBtud, dan meningkat menjadi 5.799 BBtud pada 2025, 6.576 BBtud pada 2026, 7.083 BBtud pada 2027, serta 8.198 BBtud pada 2028. Peningkatan produksi gas bumi tersebut bakal ditopang oleh sejumlah proyek besar yang bakal onstream dalam waktu dekat, termasuk Geng North di Kalimantan Timur, Abadi Masela di Maluku, dan Asap Kido Merah (AKM) di Papua Barat. Untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, Hudi memastikan SKK Migas bakal mengutamakan pasokan gas domestik. Hal itu tecermin dari 4.109,6 BBtud gas dari total 5.567,7 BBtud yang diproduksi per Maret tahun ini dialokasikan untuk pasar domestik.“Sebanyak 77% [gas yang diproduksi] dialokasikan untuk pasar domestik, dan selebihnya 1.258,1 BBtud atau sekitar 23% akan diekspor. Hal ini mencerminkan bahwa pasokan gas bumi untuk domestik dipastikan aman,” ujarnya. Kemudian, pemanfaatan gas untuk domestik liquefied natural gas (LNG) sebanyak 11,69%, sedangkan untuk keperluan lifting minyak mencapai 3,26%.
Pemanfaatan gas di dalam negeri lainnya antara lain untuk domestik liquefied petroleum gas (LPG), bahan bakar gas (BBG), gas kota. Salah satu pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan adalah kesiapan infrastruktur gas untuk mendistribusikan gas dari wilayah yang memproduksi gas ke kawasan yang banyak menggunakan komoditas tersebut. Keterbatasan infrastruktur gas bumi di dalam negeri telah lama menjadi problem yang tidak kunjung selesai. Bahkan, pemerintah harus mengambil alih pembangunan pipa Cirebon—Semarang agar bisa segera dieksekusi. Keterbatasan infrastruktur gas tersebut membuat pemanfaatan gas di dalam negeri tidak optimal, karena lapangan migas yang terhubung dengan pipa gas saat ini sudah mulai mengalami natural decline. Indonesia Gas Society (IGS) pun menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan pemberlakuan harga khusus untuk LNG sebagai alternatif dalam mengatasi defisit pasokan gas pipa saat ini.
Chairman IGS Aris Mulya Azof berpendapat bahwa pemerintah dapat memberlakukan subsidi atau insentif fiskal untuk mendorong penggunaan LNG sebagai alternatif bagi industri yang mengalami defisit pasokan gas.
Sementara itu, pemerintah perlu investasi yang cukup masif dalam pembangunan infrastruktur penyimpanan dan distribusi gas alam cair itu. Dengan demikian, akses dan adopsi pada LNG bisa lebih terjangkau untuk industri pengguna nantinya.
Terlebih, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa pemerintah bakal melanjutkan program harga gas bumi tertentu atau HGBT pada tahun depan, sembari membangun dan memperkuat infrastruktur gas bumi di Tanah Air.
Program HGBT belakangan memanas karena PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) harus mengatur pasokan gas untuk industri, karena penurunan produksi di sejumlah lapangan minyak dan gas bumi atau migas.
Postingan Terkait
Artikel Populer
-
Tekan Inflasi, Pasar Murah
04 Jan 2025 -
Tapera Beri Angin Segar Emiten Perbankan
05 Jun 2024 -
Ledakan Smelter Berulang, Optimalkan Pengawasan
28 Dec 2023 -
KISAH SEGITIGA ANTARA VIETNAM, CHINA, DAN AS
28 Dec 2023