;

Oleh-oleh Hashim Djojohadikusumo dari COP29 Azerbaijan

 Oleh-oleh Hashim Djojohadikusumo dari COP29 Azerbaijan
BAGI Fabby Tumiwa, pengumuman Ketua Delegasi Republik Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa Ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan, Hashim Djojohadikusumo, ihwal perolehan pendanaan energi terbarukan senilai 1,2 miliar euro bukan hal mengejutkan. “Saya melihat pemerintah hanya mau pamer. Padahal itu perjanjian pinjaman untuk kelistrikan yang bisa dilakukan di Jakarta,” kata Fabby, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), pada Rabu, 27 November 2024. Penandatanganan perjanjian itu dilakukan PT PLN (Persero) dengan Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW)—bank pembangunan dan investasi milik pemerintah Jerman. Kerja sama tersebut menyepakati pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) pumped storage dan transmisi yang menghubungkan ke pembangkit hijau.

Pada waktu yang sama, PLN juga meneken kerja sama dengan United Kingdom Export Finance, Sembcorp Utilities Pte Ltd, PT Transportasi Gas Indonesia, serta Global Energy Alliance for People and Planet. Lima penandatanganan proyek energi terbarukan bertajuk “Leading the Charge: Strategic Partnership to Catalyze Decarbonization” ini digelar di Paviliun Indonesia untuk COP29 di Blue Zone, Area E, Kompleks Stadion Olimpiade Baku, pada Rabu, 13 November 2024. Kesepakatan tersebut merupakan bagian dari target pemerintah yang termaktub dalam Dokumen Kebijakan dan Investasi (CIPP). Dokumen itu mensyaratkan bauran energi terbarukan mencapai 44 persen pada 2030. Pemerintah kemudian memasukkan dokumen itu ke proyek kemitraan global yang dinamai Kemitraan Transisi Energi yang Adil atau Just Energy Transition Partnership (JETP) dengan target pendanaan US$ 97,3 miliar.

Menurut Fabby, pemerintah baru berhasil merealisasi pendanaan sekitar US$ 20 miliar atau setara dengan Rp 300 triliun. Jadi masih dibutuhkan tambahan pendanaan untuk memenuhi target bauran energi terbarukan. Apalagi pemerintah meningkatkan target bauran energi terbarukan menjadi 51,6 persen pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. “Jadi kerja sama senilai 1,2 miliar euro itu bukan berasal dari agenda COP29, melainkan bagian untuk memenuhi target RUPTL.” Selain mempersoalkan klaim yang berlebihan itu, Fabby mempertanyakan komitmen pemerintah membangun 75 gigawatt pembangkit energi terbarukan dalam 15 tahun ke depan. Ambisi tersebut dinilai masih berupa angan-angan lantaran belum dimasukkan dalam Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional Kedua atau Second Nationally Determined Contribution (Second NDC) yang akan submit pada awal tahun depan. Semestinya pemerintah segera memasukkannya ke Second NDC agar dapat diketahui berapa besaran emisi yang dapat ditekan hingga 2035. (Yetede)
Download Aplikasi Labirin :