Tags
Perpajakan
( 492 )Sektor Konstruksi dan Real Estat, Efektivitas PPh Final Dikaji
tuankacan
25 Feb 2019 Bisnis Indonesia
Kementerian Keuangan tengah mengkaji efektivitas penerapan skema tarif final bagi sektor konstruksi dan real estat karena skema tarif saat ini kurang mempresentasikan nilai ekonomi dari sektor itu. Pengenaan PPh final untuk sektor yang memang tidak hard to tax, menurut Darussalam (DDTC), seharusnya mengenakan skema tarif umum dan tidak menggunakan skema PPh final. Apalagi PPh final merupakan bagian dari withholding tax yang seharusnya bersifat sementara. Pengenaan PPh dengan skema tarif umum untuk sektor properti untuk keadilan. Enny Sri Hartati (Direktur Eksekutif Indef) mengatakan bahwa kenaikan pengenaan PPh final kepada sektor konstruksi juga bisa memperlebar ruang ketimpangan kepemilikan aset karena rasio kelompok yang belum memiliki rumah sangat sedikit, sedangkan kelompok masyarakat yang sudahmemilki aset lebih dari satu bisa saja menambah aset propertinya.
PPN Pertanian, Quo Vadis?
ayu.dewi
22 Feb 2019 Bisnis Indonesia
Tarik ulur pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk produk pertanian dan perkebunan seolah tak pernah usai. Pembahasan mengenai kebijakan pajak agrikultura nan kontroversial tersebut kembali menyeruak. Ketua Komite Tetap ICT Agribisnis Andi B Sirang berpendapat bahwa PPN Produk pertanian dan perkebunan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat kinerja ekspor sektor agrikultura.
Pasalnya melalui keputusan MA nomor 70/2014 dinyatakan bahwa sebagian dari PP No 31/2107 dianulir. Dalam putusan itu dinyatakan, penyerahan barang hasil pertanian yang dihasilkan dari usaha pertanian, perkebunan dan kehutanan oleh pengusaha kena pajak (PKP) dikenai PPN 10%. Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Sinadia menilai, pengenaan PPN 10% lebih tepat dikenakan kepada industri pengolahan dan perkebunan di lini pengolahan. Kebijakan pengenaan PPN terhadap hulu membuat petani beralih kekomoditas yang tidak dikenakan PPN 10%, dampaknya komoditas tertentu yang dikenakan PPN berkurang. Menurut Ketua Umum Dewan Rempah Indonesia Gamal Nasir, pemerintah hendaknya mengkaji ulang kebijakan perpajakan dengan memperhatikan karakter industri masing-masing komoditas. Hal ini dikarenakan belum semua komoditas perkebunan dan pertanian sesiap (industri) kelapa sawit.
Pasalnya melalui keputusan MA nomor 70/2014 dinyatakan bahwa sebagian dari PP No 31/2107 dianulir. Dalam putusan itu dinyatakan, penyerahan barang hasil pertanian yang dihasilkan dari usaha pertanian, perkebunan dan kehutanan oleh pengusaha kena pajak (PKP) dikenai PPN 10%. Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Sinadia menilai, pengenaan PPN 10% lebih tepat dikenakan kepada industri pengolahan dan perkebunan di lini pengolahan. Kebijakan pengenaan PPN terhadap hulu membuat petani beralih kekomoditas yang tidak dikenakan PPN 10%, dampaknya komoditas tertentu yang dikenakan PPN berkurang. Menurut Ketua Umum Dewan Rempah Indonesia Gamal Nasir, pemerintah hendaknya mengkaji ulang kebijakan perpajakan dengan memperhatikan karakter industri masing-masing komoditas. Hal ini dikarenakan belum semua komoditas perkebunan dan pertanian sesiap (industri) kelapa sawit.
Lamanya Mencari Keadilan Pajak
budi6271
18 Feb 2019 Bisnis Indonesia
Dari sekian proses perpajakan, bagi wajib pajak penanganan sengketa pajak dianggap paling tidak efisien dan memakan waktu. Proses sengketa sendiri bermula dari ketetapan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan oleh otoritas pajak. Sesuai Pasal 25 UU KUP, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan keberatan. Kendati masih dalam proses keberatan, WP tetap wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling tidak sesuai jumlah yang disetujui WP dalam pembahasan akhir pemeriksaan. Jika keberatan ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan dikurangi pajak yang telah dibayarkan. Adapun DJP harus memberikan keputusan maksimal 12 bulan. Apabila waktu itu terlampaui, keberatan dianggap dikabulkan.
Persoalannya, setelah menunggu kurang lebih setahun, hasil keberatan umumnya tidak mengubah substansi yang disengketakan. Alhasil, banyak WP yang kemudian meneruskan sengketanya ke tingkat banding. Di Pengadilan Pajak inilah, biasanya proses penyelesaian sengketa bisa berlarut-larut. Kemenkeu mengakui berdasarkan data Pengadilan Pajak 2015-2018, terdapat penurunan jumlah putusan selama 3 tahun terakhir. Hal ini disebabkan tidak seimbangnya jumlah hakim dan jumlah perkara yang harus ditangani setiap tahun. Namun, apabila dilihat dari perbandingan antara jumlah putusan dan berkas perkara yang harus ditangani, produktivitas Pengadilan Pajak mengalami peningkatan.
Persoalannya, setelah menunggu kurang lebih setahun, hasil keberatan umumnya tidak mengubah substansi yang disengketakan. Alhasil, banyak WP yang kemudian meneruskan sengketanya ke tingkat banding. Di Pengadilan Pajak inilah, biasanya proses penyelesaian sengketa bisa berlarut-larut. Kemenkeu mengakui berdasarkan data Pengadilan Pajak 2015-2018, terdapat penurunan jumlah putusan selama 3 tahun terakhir. Hal ini disebabkan tidak seimbangnya jumlah hakim dan jumlah perkara yang harus ditangani setiap tahun. Namun, apabila dilihat dari perbandingan antara jumlah putusan dan berkas perkara yang harus ditangani, produktivitas Pengadilan Pajak mengalami peningkatan.
Ketidakoptimalan Proses Keberatan, Sengketa Pajak Picu Ketidakpastian
tuankacan
15 Feb 2019 Bisnis Indonesia
Berlarut-larutnya proses penyelesaian sengketa pajak mulai dari tingkat keberatan hingga Pengadilan Pajak, menimbulkan ketidakpastian hukum dan beban biaya bagi wajib pajak (WP). Penumpukan dan lambannya penuntasan sengketa pajak di Pengadilan Pajak sebenarnya merupakan imbas dari ketidakoptimalan proses keberatan di Ditjen Pajak. Informasi yang dihimpun Bisnis mengungkapkan bahwa hampir sebagian besar perkara tidak bisa diselesaikan di tingkat keberatan. Sebagai ilustrasinnya dari 100 sengketa yang masuk ke tingkat keberatan, hanya 5% yang keputusannya berbeda dengan hasil pemeriksaan, sedangkan 95% keputusan keberatan tetap mempertahankan temuan pemeriksaan.Ditjen Pajak tengah mewacanakan untuk membuat unit yang khusus menangani keberatan dan banding. Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama menganggap mekanisme keberatan saat ini memakan waktu yang cukup lama, sehingga dengan sistem yang ada saat ini tidak menciptakan kepastian bagi WP. Siddhi meminta pemerintah perlu memikirkan untuk membentuk suatu komite atau lembaga yang di dalamnya ada pihak independen misal tambahan perwakilan praktisi, perwakilan akademisi, dan perwakilan pelaku usaha, supaya lebih independen dan juga berani mengambil keputusan secara objektif.
Konflik Pajak, Mekanisme Pemeriksaan Mendesak Dibenahi
tuankacan
13 Feb 2019 Bisnis Indonesia
Lonjakan sengketa dan menurunnya kinerja penyelesaian sengketa pajak membuat pembenahan mekanisme pemeriksaan pajak di internal DItjen Pajak mendesak dilakukan. Dalam catatan Bisnis Indonesia, sengketa perpajakan yang diajukan ke Pengadilan Pajak sebanyak 11.436 kasus atau naik 19% dibandingkan dengan tahun lalu sebanyak 9.579 kasus. Namun, kenaikan jumlah sengketa tidak sebanding dengan kecepatan penyelesaian sengketa di lembaga yudikatif di bawah Kemenkeu tersebut. DIrektur P2HUMAS Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menjelaskan, untuk meminimalkan jumlah sengketa yang menumpuk di Pengadilan Pajak, otoritas pajak berupaya meningkatkan quality assurance pada level pemeriksaan. Pemberian kesempatan kepada WP untuk melihat review hasil pemeriksaan merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk meningkatkan hal itu. Namun, untuk memastikan kualitas pemeriksaan supaya tidak lagi masuk ke pengadilan pajak, Ditjen Pajak akan memperkuat mekanime itu dengan pengendalian mutu pemeriksaan yang meliputi perbaikan administrasi pemeriksaan, bimbingan teknis pemeriksaan, review, dan peer review.
Ketua Komite Pengawas Perpajakan Gunadi menyinggung, penyebab utama dari melonjaknya jumlah sengketa yang masuk ke Pengadilan Pajak adalah kualitas pemeriksaan pajak yang masih rendah. Fakta di lapangan menunjukkan sebagian besar penyebab sengketa terkait dengan fakta dan data. Persoalan data dan fakta dalam sebuah pemeriksaan pajak merupakan yang paling krusial. Banyaknya sengketa yang diakibatkan oleh data dan fakta itu tentu menunjukkan adaya kelemahan dari proses pemeriksaan di tingkat DItjen Pajak.
Ketua Komite Pengawas Perpajakan Gunadi menyinggung, penyebab utama dari melonjaknya jumlah sengketa yang masuk ke Pengadilan Pajak adalah kualitas pemeriksaan pajak yang masih rendah. Fakta di lapangan menunjukkan sebagian besar penyebab sengketa terkait dengan fakta dan data. Persoalan data dan fakta dalam sebuah pemeriksaan pajak merupakan yang paling krusial. Banyaknya sengketa yang diakibatkan oleh data dan fakta itu tentu menunjukkan adaya kelemahan dari proses pemeriksaan di tingkat DItjen Pajak.
(Opini) MLA dan Perpajakan Kita
tuankacan
12 Feb 2019 Kompas
Oleh Yustinus Prastowo
Direktur Eksektuif CITA
Satu langkah maju terayun. Indonesia dan Konfederasi Swiss baru saja menandatangani Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik. Perjanjian ini layak disambut hangat sebagai bentuk komitmen yang kuat akan transparansi, terlebih Swiss secara simbolis merupakan benteng kerahasiaan keuangan yang kokoh.
Meski membuka peluang bagi penuntasan kasus dan perburuan harta hasil kejahatan di masa lalu, pencapaian ini penting diletakkan sebagai tantangan untuk mengelola masa depan, khususnya perpajakan. Prinsip retroaktif dalam MLA sangat berkaitan dengan UU No.11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang membuka akses terhadap harta yang diperoleh sejak 1 Januari 1985. Oleh karena ite, harus segera diambil beberapa tindakan konkret. Pertama, memastikan akurasi jumlah kekayaan orang Indonesia di Swiss, sesuai dengan hasil penelitian dari Tax Justice Network (2010). Kedua, DJP segera melakukan penandingan data dan profiling yang bersumber dari Panama Papers, Paradise Papers, Swissleaks, dan informasi dari AEoI dengan data amnesti pajak dan SPT Wajib Pajak. Ketiga, memperkuat penegakan hukum, segera setelah MLA diratifikasi menjadi UU oleh DPR, dapat dimanfaatkan dengan menindaklanjuti kerja sama dengan pemerintah Swiss.
Direktur Eksektuif CITA
Satu langkah maju terayun. Indonesia dan Konfederasi Swiss baru saja menandatangani Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik. Perjanjian ini layak disambut hangat sebagai bentuk komitmen yang kuat akan transparansi, terlebih Swiss secara simbolis merupakan benteng kerahasiaan keuangan yang kokoh.
Meski membuka peluang bagi penuntasan kasus dan perburuan harta hasil kejahatan di masa lalu, pencapaian ini penting diletakkan sebagai tantangan untuk mengelola masa depan, khususnya perpajakan. Prinsip retroaktif dalam MLA sangat berkaitan dengan UU No.11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang membuka akses terhadap harta yang diperoleh sejak 1 Januari 1985. Oleh karena ite, harus segera diambil beberapa tindakan konkret. Pertama, memastikan akurasi jumlah kekayaan orang Indonesia di Swiss, sesuai dengan hasil penelitian dari Tax Justice Network (2010). Kedua, DJP segera melakukan penandingan data dan profiling yang bersumber dari Panama Papers, Paradise Papers, Swissleaks, dan informasi dari AEoI dengan data amnesti pajak dan SPT Wajib Pajak. Ketiga, memperkuat penegakan hukum, segera setelah MLA diratifikasi menjadi UU oleh DPR, dapat dimanfaatkan dengan menindaklanjuti kerja sama dengan pemerintah Swiss.
(Opini) Menyoroti Putusan Pengadilan Pajak
tuankacan
12 Feb 2019 Bisnis Indonesia
Oleh Richard Burton
Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Jakarta
Kelembagaan Pengadilan Pajak kembali menjadi siritan dari kalangan praktisi yang tergabung dalam Ikatan Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (Ikhapi). Sedikitnya tiga persoalan yang disoroti Ikhapi. Pertama, soal kelembagaan PP yang masih di bawah Kementerian Keuangan tetapi berada dalam pengawasan Mahkamah Agung. Kedua, para hakim PP yang berasal dari pegawai Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai (internal pemerintah). Ketiga, kapasitas hakim yang mayoritas tidak berlatar belakang sarjana hukum. Persoalan ketiga berkaitan dengan latar belakang pendidikan yang bukan sarjana hukum, hendak dimaknai dalam konteks putusan yang dikeluarkan kurang berargumentasi hukum yang berisi keadilan. Itu pula yang dikritisi karena kerap terjadi ketidakkonsistenan proses peradilan.
Memang tidak mudah memahami keadilan dalam hukum (hukum pajak), ditambah dengan kritikan mempersoalkan hakim PP yang berlatar belakang pendidikan administrasi perpajakan. Oleh karenanya, sorotan keberadaan PP sert putusan hakim PP, menjadi masukan amat berharga untuk kepentingan keadilan pajak. Sorotan publik yang menilai independensi kelembagaan PP serta ragam putusan yang dalam kajian hukum dirasa belum memenuhi rasa keadilan, kiranya menjadi momentum penting membawa PP menjadi lembaga yang dibutuhkan masyarakat sebagai pencari keadilan. Harapan besar itulah yang dinantikan semua pihak, terlebih dengan kian kompleksnya perkembangan bisnis serta persoalan pungutan pajak yang menghendaki hukum yang dapat memberi keadilan buat semua.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Jakarta
Kelembagaan Pengadilan Pajak kembali menjadi siritan dari kalangan praktisi yang tergabung dalam Ikatan Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (Ikhapi). Sedikitnya tiga persoalan yang disoroti Ikhapi. Pertama, soal kelembagaan PP yang masih di bawah Kementerian Keuangan tetapi berada dalam pengawasan Mahkamah Agung. Kedua, para hakim PP yang berasal dari pegawai Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai (internal pemerintah). Ketiga, kapasitas hakim yang mayoritas tidak berlatar belakang sarjana hukum. Persoalan ketiga berkaitan dengan latar belakang pendidikan yang bukan sarjana hukum, hendak dimaknai dalam konteks putusan yang dikeluarkan kurang berargumentasi hukum yang berisi keadilan. Itu pula yang dikritisi karena kerap terjadi ketidakkonsistenan proses peradilan.
Memang tidak mudah memahami keadilan dalam hukum (hukum pajak), ditambah dengan kritikan mempersoalkan hakim PP yang berlatar belakang pendidikan administrasi perpajakan. Oleh karenanya, sorotan keberadaan PP sert putusan hakim PP, menjadi masukan amat berharga untuk kepentingan keadilan pajak. Sorotan publik yang menilai independensi kelembagaan PP serta ragam putusan yang dalam kajian hukum dirasa belum memenuhi rasa keadilan, kiranya menjadi momentum penting membawa PP menjadi lembaga yang dibutuhkan masyarakat sebagai pencari keadilan. Harapan besar itulah yang dinantikan semua pihak, terlebih dengan kian kompleksnya perkembangan bisnis serta persoalan pungutan pajak yang menghendaki hukum yang dapat memberi keadilan buat semua.
Pembenahan Perpajakan, Sengketa Pajak Meningkat
tuankacan
11 Feb 2019 Bisnis Indonesia
Pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan untuk memperkecil ruang sengketa pajak mulai dari reformasi di sektor pemeriksaan hingga merelaksasi ketentuan pemberian restitusi. Namun demikian, kebijakan tersebut belum benar-benar mampu menekan jumlah pengajuan berkas sengketa ke Pengadilan Pajak. Hal itu tecermin dari data pengajuan sengketa pajak yang justru terus meningkat. Khusus sengketa di Ditjen Pajak, jumlah tahun lalu naik 40,6% dari 2017 sebanyak 5.553. Bila ditarik ke belakang, jumlah itu merupakan yang tertinggi sejak 2013. Di satu sisi, kenaikan sengketa pajak tak sebanding dengan kecepatan pengadilan pajak dalam menuntaskan sengketa yang masuk ke lembaga yudikatif di bawah Kementerian Keuangan tersebut. Tahun lalu misalnya, mereka hanya mampu menuntaskan 9.963 sengketa pajak. Padahal pada 2016 dan 2017 jumlah sengketa yang berhasil ditangani bisa sebanyak 12.853 dan 11.231.
Sementara itu Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyebut lonjakan sengketa pada 2018 ini menunjukan lemahnya proses mitigasi sengketa di Ditjen Pajak. Padahal dengan kompleksitas perpajakan saat ini, seharusnya ada kebijakan baru yang bisa mengatasi persoalan tersebut. Mitigasi sengketa, menurutnya bisa dilakukan dengan memperkuat quality assurance dan mekanisme keberatan. sengketa pajak juga sangat terkait dengan kepercayaan wajib pajak terkait dengan konsistensi fiskus dalam menerjemahkan ketentuan terkait perpajakan. Terkait hal itu, pemerintah harus belajar dari negara lain, terutama dengan negara yang memiliki sistem administrasi perpajakan yang lebih baik. Adapun, pengamat pajak DDTC Bawono Kristiaji berpendapat sengketa pajak memang memiliki kecenderungan meningkat dan diperkirakan mengalami tren pertumbuhan hingga beberapa tahun ke depan. Oleh karena itu pemerintah harus fokus membenahi hal tersebut misalkan dengan mendesain ketentuan pajak yang tidak multiinterpretasi, ketersediaan alternative dispute resolution, hingga paradigma cooperative compliance yang berorientasi pada pencegahan sengketa pajak sejak dini.
Sementara itu Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyebut lonjakan sengketa pada 2018 ini menunjukan lemahnya proses mitigasi sengketa di Ditjen Pajak. Padahal dengan kompleksitas perpajakan saat ini, seharusnya ada kebijakan baru yang bisa mengatasi persoalan tersebut. Mitigasi sengketa, menurutnya bisa dilakukan dengan memperkuat quality assurance dan mekanisme keberatan. sengketa pajak juga sangat terkait dengan kepercayaan wajib pajak terkait dengan konsistensi fiskus dalam menerjemahkan ketentuan terkait perpajakan. Terkait hal itu, pemerintah harus belajar dari negara lain, terutama dengan negara yang memiliki sistem administrasi perpajakan yang lebih baik. Adapun, pengamat pajak DDTC Bawono Kristiaji berpendapat sengketa pajak memang memiliki kecenderungan meningkat dan diperkirakan mengalami tren pertumbuhan hingga beberapa tahun ke depan. Oleh karena itu pemerintah harus fokus membenahi hal tersebut misalkan dengan mendesain ketentuan pajak yang tidak multiinterpretasi, ketersediaan alternative dispute resolution, hingga paradigma cooperative compliance yang berorientasi pada pencegahan sengketa pajak sejak dini.
Pemanfaatan Insentif Pajak, Pemerintah Perlu Lebih Agresif
tuankacan
07 Feb 2019 Bisnis Indonesia
Pemerintah perlu mendorong minat investor untuk memanfaatkan fasilitas fiskal libur pajak atau tax holiday. Sejak relaksasi kebijakan libur pajak tahun lalu, jumlah investasi yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha hanya sebesar Rp150 triliun, meskipun bila dibandingkan dengan penerapan kebijakan serupa sebelumnya angka ini menunjukan perbaikan. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyebut, peluang untuk meningkatkan investasi sebenarnya masih cukup besar, hanya saja pemerintah perlu kebijakan yang lebih agresif dalam mendorong para pelaku usaha supaya tertarik dengan insentif yang ditawarkan. Dengan tingkat kompetisi yang cukup ketat dan insentif fiskal yang dimiliki saat ini, pemerintah perlu bekerja keras untuk menggaet investor global. Apalagi kecenderungan awal tahun ini, pelaksanaan insentif fiskal ini sudah menunjukan adanya penurunan minat. Kebijakan baru sangat diperlukan untuk menstimulus minat para investor. Adapun, Thomas menjelaskan bahwa salah satu kebijakan yang akan diterapkan adalah super deduction tax. Saat ini rencana pemberian insentif fiskal ini sedang dimatangkan oleh pemerintah. Sebagai informasi, super deduction tax berbeda dengan tax holiday dan tax allowance, di mana perusahaan mendapatkan insentif langsung berupa pemotongan PPh badan. Dalam super deduction tax, pemerintah memberikan wewenang kepada perusahaan dalam menentukan sebuah biaya kegiatan lebih tinggi dari yang seharusnya, sehingga perusahaan dapat menikmati pajak yang lebih rendah dari yang seharusnya.
Belanja Daring, Pasar Dagang-el Tembus Rp181 Triliun
tuankacan
07 Feb 2019 Bisnis Indonesia
Proses adopsi belanja daring di Indonesia berlangsung lebih cepat dari perkiraan. Porsi transaksi daring dari total nilai pasar ritel di Tanah Air diproyeksikan telah melebihi 8%. Morgan Stanley dalam laporan riset bertajuk E-Commerce Surge is Changing Habits memperkirakan
nilai pasar dagang-el di Indonesia mencapai US$13 miliar atau sekitar Rp181 triliun. Proyeksi nilai pasar tersebut jauh lebih tinggi dari proyeksi yang dirilis oleh Morgan Stanley lewat riset sebelumnya yaitu US$7,3 miliar atau 4,4% dari nilai transaksi ritel. Nilai pasar dagang-el tumbuh pesat karena cepatnya perubahan kebiasaan belanja penduduk Indonesia dan infrastruktur ritel modern yang perkembangannya belum sebaik negara-negara lain.
Di lain sisi, upaya peningkatan penetrasi platform dagang-el di negeri ini juga tengah mengalami tekanan berupa regulasi yang baru ditetapkan pemerintah, dalam hal ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 210/PMK.03/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Menurutnya, bila perlakuan perpajakan antara platform dagang-el dengan media sosial tidak diberlakukan secara merata, hal tersebut dapat menghambat penetrasi platform dagang-el pada masa mendatang.
Di lain sisi, upaya peningkatan penetrasi platform dagang-el di negeri ini juga tengah mengalami tekanan berupa regulasi yang baru ditetapkan pemerintah, dalam hal ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 210/PMK.03/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Menurutnya, bila perlakuan perpajakan antara platform dagang-el dengan media sosial tidak diberlakukan secara merata, hal tersebut dapat menghambat penetrasi platform dagang-el pada masa mendatang.
Pilihan Editor
-
Halodoc Bantu Tangani 12% Pasien Covid-19
30 Dec 2021 -
Core Petani Tak Menikmati Penetrasi Digital
30 Dec 2021 -
PII Berikan Penjaminan 37 Proyek Senilai 350 T
30 Dec 2021 -
Investasi Manufaktur Ditargetkan Rp 310 Triliun
30 Dec 2021 -
Tiongkok Akan Longgarkan Lagi Kebijakan Moneter
29 Dec 2021









