Tags
Perpajakan
( 492 )Perjanjian MLA dengan Swiss, Pelacakan Kejahatan Pajak Kian Leluasa
tuankacan
06 Feb 2019 Bisnis Indonesia
Setelah mengalami berulang kali perundingan, Pemerintah Indonesia memiliki akses untuk melacak, membekukan, menyita hingga ‘merampas’ aset pelaku tindak pidana terutama yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan di Swiss. Akses itu terbuka, pasca Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menandatangani perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Menteri Kehakiman Swiss, Karin Keller-Sutter. Menkumham Yasonna Seperti dikutip dalam laman resmi Kedutaan Besar RI di Bern, Swiss, mengungkapkan bahwa perjanjian MLA ini menjadi sebuah jalan pintas bagi otoritas Indonesia untuk mengejar dan memerangi kejahatan di bidang perpajakan. Apalagi, perjanjian ini juga bisa menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum perjanjian antara pemerintah RI–Swiss ditandatangani, meskipun dengan syarat ketentuan ini berlaku bagi tindak pidana yang belum mendapatkan putusan dari pengadilan. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, kerja sama MLA dengan Swiss memiliki posisi yang cukup strategis bagi otoritas pajak saat menangani tindak pidana perpajakan atau pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana perpajakan.
Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK Dian Ediana Rae mengakui penandatanganan MLA dengan Swiss akan membantu pemerintah dalam memerangi kejahatan baik yang berlatar belakang perpajakan maupun kejahatan dalam bentuk money laundry. Selain itu, mengingat perjanjian MLA ini menganut prinsip retroaktif, kerja sama ini juga bisa iberlakukan terhadap tindak pidana yang dilakukan sebelum MLA ini berlaku. Dari sisi pemerintah saat ini juga terus memperketat pengawasan WP yang memiliki transaksi terafiliasi dengan menerapkan kewajiban penyampaian ikhtisar dokumen harga transfer. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan praktik kejahatan atau penghindaran pajak dengan modus transfer pricing.
Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK Dian Ediana Rae mengakui penandatanganan MLA dengan Swiss akan membantu pemerintah dalam memerangi kejahatan baik yang berlatar belakang perpajakan maupun kejahatan dalam bentuk money laundry. Selain itu, mengingat perjanjian MLA ini menganut prinsip retroaktif, kerja sama ini juga bisa iberlakukan terhadap tindak pidana yang dilakukan sebelum MLA ini berlaku. Dari sisi pemerintah saat ini juga terus memperketat pengawasan WP yang memiliki transaksi terafiliasi dengan menerapkan kewajiban penyampaian ikhtisar dokumen harga transfer. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan praktik kejahatan atau penghindaran pajak dengan modus transfer pricing.
Pengejaran Aset Koruptor, Kabar Baik dari Bern
tuankacan
06 Feb 2019 Bisnis Indonesia
Setelah melalui proses pembahasan hampir 3 tahun lamanya, Presiden menyebut pemerintah telah memperoleh titik terang terkait dengan finalisasi
Mutual Legal Assistance (MLA) antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Swiss. Perjanjian MLA Indonesia-Swiss merupakan perjanjian MLA ke-10 yang telah ditandatangani oleh Indonesia. Sebaliknya, bagi Swiss, perjanjian dengan Indonesia menjadi yang ke-14 di luar negara-negara Eropa. Perjanjian dengan Swiss terdiri atas 39 pasal yang di antaranya mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Atas usulan Indonesia, perjanjian tersebut juga menganut prinsip retroaktif. Artinya, kerja sama bantuan hukum dapat menjangkau tindak pidana yang dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. sejak 2005, daya tarik Swiss sebagai tax haven terus menurun dari 45% porsi global hingga tinggal 28% pada 2015. Hal itu terjadi karena terungkapnya beberapa skandal penggelapan pajak yang melibatkan perbankan Swiss, selain inisiatif Pemerintah Swiss untuk melonggarkan kerahasiaan dan bekerja sama dengan negara lain. Lokus tax haven kemudian bergeser ke negara-negara di Eropa, Asia, dan Amerika.
Menurut Tax Justice Network, setidaknya terdapat sekitar US$331 miliar atau Rp4.600 triliun sehingga masih terdapat harta senilai sekitar Rp3.500 triliun yang belum diikutsertakan dalam pengampunan pajak. Karena itu, menurutnya, Pemerintah Indonesia mempunyai alasan yang kuat menandatangani MLA ini dan segera menerapkannya. Perlu dilakukan pengujian yang mendalam dan menyeluruh agar diperoleh hasil analisis yang akurat dan dapat dijadikan dasar bagi penegakan hukum. Tindak pidana perpajakan, katanya, merupakan pintu masuk yang paling mungkin dilakukan dan koordinasi dan sinergi kelembagaan mutlak dibutuhkan melalui pembentukan gugus tugas antara KPK, Polri, Kejaksaan Agung, Bank Indonesia, dan Ditjen Pajak. Selain itu, tindak lanjut untuk menuntaskan berbagai dugaan tindak pidana korupsi, pencucian uang, maupun perpajakan penting dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan publik. Dia juga menilai keberhasilan penandatanganan MLA ini dijadikan dasar penegakan hukum dan pembangunan tata kelola negara yang transparan dan akuntabel.
Menurut Tax Justice Network, setidaknya terdapat sekitar US$331 miliar atau Rp4.600 triliun sehingga masih terdapat harta senilai sekitar Rp3.500 triliun yang belum diikutsertakan dalam pengampunan pajak. Karena itu, menurutnya, Pemerintah Indonesia mempunyai alasan yang kuat menandatangani MLA ini dan segera menerapkannya. Perlu dilakukan pengujian yang mendalam dan menyeluruh agar diperoleh hasil analisis yang akurat dan dapat dijadikan dasar bagi penegakan hukum. Tindak pidana perpajakan, katanya, merupakan pintu masuk yang paling mungkin dilakukan dan koordinasi dan sinergi kelembagaan mutlak dibutuhkan melalui pembentukan gugus tugas antara KPK, Polri, Kejaksaan Agung, Bank Indonesia, dan Ditjen Pajak. Selain itu, tindak lanjut untuk menuntaskan berbagai dugaan tindak pidana korupsi, pencucian uang, maupun perpajakan penting dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan publik. Dia juga menilai keberhasilan penandatanganan MLA ini dijadikan dasar penegakan hukum dan pembangunan tata kelola negara yang transparan dan akuntabel.
(Opini) Perkembangan <em>E-Commerce</em> & Polemik Regulasi
tuankacan
29 Jan 2019 Bisnis Indonesia
Oleh Dedik Nur Triyanto
Dosen Akuntansi Universitas Telkom
Perkembangan dunia bisnis saat ini tidak lagi mengarah pada usaha dalam bentuk konvensional melainkan sudah mengarah pada jenis usaha yang berbasis pada e-commerce. Hal ini bisa dilihat dari maraknya jenis usaha bisnis e-commerce di tengah kemunduran usaha bisnis secara konvensional. Seiring dengan perkembangan bisnis e-commerce ini, sudah ada tiga pelaku bisnis di dalamnya, yaitu penjual, pembeli. dan penyedia wadah pasar elektronik. Tentu hal ini merupakan peluang pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak negara dari bisnis e-commerce tersebut. Melalui PMK Nomor 210/PMK.010/2018, pemerintah dapat membuat ketentuan yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pemilik toko online (penjual) dan penyedia platform yang akan mulai berlaku per 1 April 2019. Dari sisi pemilik toko online, tidak ada ketentuan baru dalam PMK tersebut, kecuali terkait dengan NPWP sesuai dengan pasal 3 ayat (6). Hal tersebut penting bagi kantor pajak dalam hal untuk mengetahui siapa pemilik toko online dan berapa omzet dalam setahun. Sedangkan dari sisi penyedia platform marketplace, ada beberapa kewajiban baru yang diatur dalam PMK tersebut, yaitu harga di marketplace sudah termasuk PPN dan/atau PPnBM, laporan rekapitulasi perdagangan marketplace ke DJP dan kewajiban dikukuhkan sebagai PKP. Persoalan yang akan menimbulkan pertanyaan publik adalah kenapa ketentuan 'termasuk PPN' dimasukkan ke dalam bagian kewajiban perpajakan bagi penyedia platform marketplace? dan apakah penyedia marketplace yang memungut? Mungkin pemerintah melalui Kementerian Keuangan dapat menjelaskan secara terperinci, sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda ketika masuk ke ranah publik.
Dosen Akuntansi Universitas Telkom
Perkembangan dunia bisnis saat ini tidak lagi mengarah pada usaha dalam bentuk konvensional melainkan sudah mengarah pada jenis usaha yang berbasis pada e-commerce. Hal ini bisa dilihat dari maraknya jenis usaha bisnis e-commerce di tengah kemunduran usaha bisnis secara konvensional. Seiring dengan perkembangan bisnis e-commerce ini, sudah ada tiga pelaku bisnis di dalamnya, yaitu penjual, pembeli. dan penyedia wadah pasar elektronik. Tentu hal ini merupakan peluang pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak negara dari bisnis e-commerce tersebut. Melalui PMK Nomor 210/PMK.010/2018, pemerintah dapat membuat ketentuan yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pemilik toko online (penjual) dan penyedia platform yang akan mulai berlaku per 1 April 2019. Dari sisi pemilik toko online, tidak ada ketentuan baru dalam PMK tersebut, kecuali terkait dengan NPWP sesuai dengan pasal 3 ayat (6). Hal tersebut penting bagi kantor pajak dalam hal untuk mengetahui siapa pemilik toko online dan berapa omzet dalam setahun. Sedangkan dari sisi penyedia platform marketplace, ada beberapa kewajiban baru yang diatur dalam PMK tersebut, yaitu harga di marketplace sudah termasuk PPN dan/atau PPnBM, laporan rekapitulasi perdagangan marketplace ke DJP dan kewajiban dikukuhkan sebagai PKP. Persoalan yang akan menimbulkan pertanyaan publik adalah kenapa ketentuan 'termasuk PPN' dimasukkan ke dalam bagian kewajiban perpajakan bagi penyedia platform marketplace? dan apakah penyedia marketplace yang memungut? Mungkin pemerintah melalui Kementerian Keuangan dapat menjelaskan secara terperinci, sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda ketika masuk ke ranah publik.
<em>Outlook</em> 2019, Tantangan Penerimaan Pajak Kian Berat
tuankacan
29 Jan 2019 Bisnis Indonesia
Target penerimaan pajak nonmigas yang membengkak 20,7% diakui sebagai tantangan yang tak mudah dicapai. Apalagi, kondisi ini terjadi di tengah masih tingginya gap dalam penerimaan pajak, meningkatnya risiko perekonomian, hingga belum optimalnya indikator-indikator penerimaan pajak. Namun, Ditjen Pajak tetap optimistis target penerimaan pajak masih bisa direalisasikan. Apalagi, indikator-indikator penerimaan pajak misalnya tax ratio Ditjen Pajak yang pada angka 8,4% dan tax buoyancy pada angka 1,6 mengonfirmasi adanya peningkatan kemampuan memungut pajak, meski tak terlalu signifikan. Selain itu, jumlah WP yang tercatat lebih dari 40 juta, juga masih membuka peluang untuk menumbuhkan sumber-sumber baru penerimaan pajak. Otoritas pajak juga akan memetakan untuk memperluas basis pajak dan melakukan intensifikasi terhadap basis data yang sudah ada.
KKewajiban DHE SDA, Beleid Insentif Pajak Meluncur Pekan Depan
tuankacan
25 Jan 2019 Bisnis Indonesia
Pemerintah menyiapkan aturan turunan PP No.1/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) yang mengatur insentif atas penempatan DHE SDA di dalam perbankan Tanah Air. Dalam aturan tersebut, devisa ekspor yang ditempatkan dalam bentuk deposito berdenominasi dolar AS di bank dalam negeri memperoleh fasilitas pengurangan
pajak penghasilan. Pengurangan pajak tersebut merujuk pada periode penempatan devisa di dalam deposito. Semakin lama periode penempatan dana, semakin rendah tarif pajak penghasilan yang dikenakan terhadap bunga deposito devisa hasil ekspor tersebut. Adapun daftar komoditas ekspor yang devisanya wajib dibawa pulang ke dalam negeri, Direktur Jenderal
Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengungkapkan bahwa penetapan daftar komoditas tersebut akan tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan yang segera diterbitkan. Aturan penempatan DHE tersebut mengatur penempatan dana melalui rekening khusus bank devisa dalam negeri yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
KEWAJIBAN BER-NPWP & NIK E-COMMERCE, Menyoal Konsistensi Pemerintah untuk Berlaku Adil
tuankacan
18 Jan 2019 Bisnis Indonesia
Ibarat pepatah, layu sebelum berkembang, begitu nasib kebijakan perpajakan bagi pelaku e-commerce yang dirilis pemerintah akhir tahun lalu. Kendati kebijakan ini baru diterapkan April 2019, pemerintah sepertinya tak kuasa menahan gempuran dari pelaku e-commerce untuk “menggugurkan” sejumlah klausul, salah satunya mengenai kewajiban pemberitahuan NPWP atau NIK bagi merchant atau pedagang, dalam beleid yang masih berusia seumur jagung itu. Padahal, kewajiban untuk memberitahukan NPWP menjadi sangat strategis dalam berbagai aspek mulai dari mewujudkan ekosistem bisnis yang sehat dan administrasi perpajakan yang lebih adil bagi pelaku usaha konvensional maupun online. Selain itu, kebijakan ini juga bisa menjadi salah satu media untuk memastikan kepatuhan mereka terhadap kewajiban perpajakan. Harus diakui bahwa para pelaku usaha konvensional yang sebelumnya mengapresiasi keputusan pemerintah tersebut, mulai mempertanyakan sekaligus ragu dengan keseriusan pemerintah dalam memberikan kepastian serta kesetaraan dalam perlakuan perpajakan.
Aturan Dagang-EL, PMK 210 Berpotensi Tabrak UU PPN
tuankacan
16 Jan 2019 Bisnis Indonesia
Ketentuan perlakuan perpajakan bagi perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce) yakni PMK-210/PMK.010/2018 berpotensi melangkahi UU PPN dan bertabrakan dengan aturan setingkat menteri lainnya. Direktur Eksekutif CITA, Yustinus Prastowo, mengakui bahwa Pasal 3 ayat 3 dan 5 PMK tersebut yang mewajibkan pemilik platform menjadi PKP meski termasuk pengusaha kecil, tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU PPN, walaupun kewajiban ini dimaksudkan untuk memastikan capturing potensi pajak terlaksana dengan lebih baik. Selain itu, kewajiban pemilik platform menyerahkan laporan rekapitulasi transaksi pedagang dinilai menambah beban administrasi.
<em>Tax Amnesty</em>, Perlu Kebijakan Khusus Tahan Dana Repatriasi
tuankacan
11 Jan 2019 Bisnis Indonesia
Implementasi kebijakan pengampunan pajak telah berakhir pada 2017. Namun demikian, pemerintah masih menyisakan sejumlah persoalan terkait repatriasi. Pasalnya, dari komitmen Rp146,7 triliun dana yang direpatriasi, hanya Rp138 triliun yang telah direalisasikan. Pemerintah belum menyiapkan kebijakan apapun untuk menahan dana repatriasi hasil kebijakan Tax Amnesty tersebut. Ekonom Maybank Indonesia Juniman menilai, pemerintah perlu membuat kebijakan khusus untuk menarik minaat pemilik dana repatriasi agar tetap menaruh duitnya di dalam negeri. Perlakuan khusus atau special treatment, misalnya dengan memberikan penawaran melalui insentif atau kebijakan perpajakan lainnya justru akan cukup efektif menahan dana repatriasi keluar.
Penyampaian SPT- Kepatuhan Formal Korporasi Turun
tuankacan
10 Jan 2019 Bisnis Indonesia
Rasio kepatuhan korporasi pada 2018
tercatat anjlok dibandingkan dengan 2017 meskipun
mereka tetap diandalkan sebagai penopang utama
penerimaan khususnya PPh nonmigas pada tahun ini. Data Ditjen Pajak menunjukkan, total
wajib pajak (WP) korporasi atau badan
yang melaporkan surat pemberitahuan (SPT)
tahunan 2018 sebanyak 854.000 WP atau
hanya 58,8% dari total WP korporasi yang
wajib SPT sebesar 1,4 juta. Raihan ini juga
tercatat lebih rendah dibandingkan dengan
capaian 2017 yang berada pada angka 65%. Direktur Eksekutif Center for Indonesia
Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo
mengungkapkan bahwa fenomena anjloknya
rasio kepatuhan WP badan yang bertolak belakang dengan kenaikan kepatuhan
materiel menunjukan adanya diskoneksi
antara keduanya. Menurutnya, hal ini juga
mengindikasikan bahwa adanya pemusatan
materiel pada kelompok WP tertentu. Prastowo menganggap, dengan realitas
tersebut pemerintah perlu kembali melakukan benchmarking sektoral supaya tidak
terjadi deviasi antara margin dan laba. Dia
mencontohkan, proses benchmarking bisa
dilakukan di sektor perkebunan. Pemerintah
tinggal melakukan laporan keuangan dan
dianalisis rata-rata margin laba kotor, biaya,
laba bersih, pembayaran pajak.
Navigasi Perpajakan- Pengkreditan Pajak Luar Negeri Lebih Sederhana
tuankacan
10 Jan 2019 Bisnis Indonesia
Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Pengkreditan Pajak atas Penghasilan dari Luar Negeri. Beleid ini secara umum mengatur detail pengkreditan pajak luar negeri dari mulai kategori wajib pajak, jenis
penghasilan hingga mekanisme pengkreditannya.
Perubahan dalam PMK ini yakni pertama, penentuan negara sumber penghasilan luar negeri diatur secara eksplisit sehingga diharapkan dapat lebih memberikan kepastian hokum mengenai pengadopsian per country limitation. Kedua, penentuan besarnya penghasilan luar negeri diatur secara eksplisit di mana penghasilan luar negeri yang dimasukkan dalam penghasilan kena pajak adalah neto. Ketiga, penentuan besarnya PPh luar negeri yang dapat dikreditkan adalah yang paling rendah di antara jumlah pajak luar negeri, jumlah pajak luar negeri dengan memerhatikan ketentuan dalam P3B, dan jumlah tertentu tetapi tidak dapat melebihi pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak. Keempat, pengaturan mengenai pengkreditan oleh suami istri yang menjalankan kewajiban perpajakan secara terpisah bahwa kredit pajak ditentukan secara terpisah untuk masing-masing suami atau istri. Kelima, persyaratan administratif di mana syarat dokumen yang dibutuhkan hanya bukti pembayaran atau bukti pemotongan pajak luar negeri dan tidak ada kewajiban untuk melampirkan dokumen tersebut dalam SPT tahunan PPh. Keenam, pengaturan mengenai kredit pajak luar negeri atas penghasilan dari trustyang kini diatur secara spesifik di masing-masing pasal yang relevan. Ketujuh, kredit pajak atas dividen kini tidak lagi termasuk dalam cakupan PMK ini.
Perubahan dalam PMK ini yakni pertama, penentuan negara sumber penghasilan luar negeri diatur secara eksplisit sehingga diharapkan dapat lebih memberikan kepastian hokum mengenai pengadopsian per country limitation. Kedua, penentuan besarnya penghasilan luar negeri diatur secara eksplisit di mana penghasilan luar negeri yang dimasukkan dalam penghasilan kena pajak adalah neto. Ketiga, penentuan besarnya PPh luar negeri yang dapat dikreditkan adalah yang paling rendah di antara jumlah pajak luar negeri, jumlah pajak luar negeri dengan memerhatikan ketentuan dalam P3B, dan jumlah tertentu tetapi tidak dapat melebihi pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak. Keempat, pengaturan mengenai pengkreditan oleh suami istri yang menjalankan kewajiban perpajakan secara terpisah bahwa kredit pajak ditentukan secara terpisah untuk masing-masing suami atau istri. Kelima, persyaratan administratif di mana syarat dokumen yang dibutuhkan hanya bukti pembayaran atau bukti pemotongan pajak luar negeri dan tidak ada kewajiban untuk melampirkan dokumen tersebut dalam SPT tahunan PPh. Keenam, pengaturan mengenai kredit pajak luar negeri atas penghasilan dari trustyang kini diatur secara spesifik di masing-masing pasal yang relevan. Ketujuh, kredit pajak atas dividen kini tidak lagi termasuk dalam cakupan PMK ini.
Pilihan Editor
-
Agenda Kebijakan Biden Akan Tersusun di 2022
29 Dec 2021 -
Tujuh Kantor Pajak Besar Penuhi Target Setoran
14 Dec 2021 -
Rencana Riset dan Inovasi 2022 Disiapkan
14 Dec 2021 -
Yuk, Menggali Utang di Negeri Sendiri
14 Dec 2021






