Pajak Daerah
( 29 )PERFORMA KEUANGAN : RAPOR HIJAU PAJAK DAERAH
Sejumlah daerah di Indonesia mencatatkan kinerja penerimaan pajak yang ciamik sepanjang tahun lalu. Makin positifnya penerimaan pajak di daerah menjadi indikasi awal perekonomian di sejumlah daerah mulai menunjukkan pemulihan.
Provinsi Sumatra Barat (Sumbar), misalnya yang menunjukkan performa penerimaan pajak cukup baik sepanjang 2022. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatra Barat dan Jambi mencatat realisasi penerimaan pajak di Sumbar sebesar Rp5,55 triliun pada 2022. Capaian itu setara dengan 114,35% dari target Rp4,85 triliun. Kepala Kanwil DJP Sumbar dan Jambi Retno Sri Sulistyani mengungkapkan, realisasi penerimaan pajak di provinsi ini mengalami pertumbuhan 23,78% secara tahunan atau year-on-year (YoY).
Selain itu, imbuhnya, Program Pengampunan Sukarela (PPS) dan implementasi UU HPP juga turut berperan mendorong penerimaan pajak yang optimal sepanjang 2022.
Menurutnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan senantiasa melakukan upaya-upaya terbaik dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Dia berharap melalui momentum pemulihan ekonomi, dan adanya sinergi yang kuat antara pemerintah daerah dan seluruh stakeholder dalam rangka meningkatkan kepatuhan, serta kontribusi para pelaku ekonomi dapat meningkatkan realisasi penerimaan dan kepatuhan pajak di Kanwil DJP Sumbar-Jambi.
Tak hanya Sumbar, kinerja penerimaan pajak yang moncer juga ditunjukkan oleh Kanwil DJP Jawa Timur III yang berhasil menghimpun pajak Rp30,3 triliun atau 108,69% dari target pada tahun lalu. Kepala Kanwil DJP Jawa Timur III Farid Bachtiar menyatakan, semua KPP di lingkungan Kanwil DJP Jawa Timur III juga mencapai penerimaan di atas 100%.
Jakarta Hapus Sanksi 11 Pajak Daerah
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghapus sanksi administrasi 11 jenis pajak daerah tahun 2022. Ini berlaku bagi wajib pajak yang membayar atau melunasi pokok pajak daerah pada 15 September-15 Desember 2022. Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati, dalam keterangan tertulis, Kamis (15/9) menyebut, kebijakan ini diterapkan pada pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, pajak reklame, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. (Yoga)
Pajak Daerah BBM Pengaruhi Harga Jual
Kenaikan harga jual bahan bakar minyak atau BBM di dalam negeri, selain ditentukan faktor harga minyak mentah dunia, ditentukan pula oleh kebijakan pajak di setiap provinsi. Pajak tersebut adalah pajak pertambahan nilai atau PPN dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor atau PBBKB.
PBBKB diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam Pasal 2 UU Nomor 28/2009 disebutkan, PBBKB adalah salah satu jenis pajak yang ditetapkan pemerintah provinsi. Adapun Pasal 19 mencantumkan, besaran pajak tersebut ditetapkan paling tinggi 10 persen.
Dalam siaran pers, Pertamina menaikkan harga BBM nonsubsidi di wilayah Sumatera Utara per 1 April 2021. Kenaikan harga itu disebabkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menaikkan tarif PBBKB yang semula 5 persen menjadi 7,5 persen. Kenaikan tersebut tidak berdampak pada harga jual BBM jenis premium dan solar bersubsidi yang masing-masing tetap Rp 6.450 per liter dan Rp 5.150 per liter.
Sebagai perbandingan, di wilayah Jawa tidak ada perubahan harga jual BBM nonsubsidi. Harga pertalite masih Rp 7.650 per liter, pertamax Rp 9.000 per liter, dan pertamax turbo Rp 9.850 per liter. Sementara harga dexliter Rp 9.500 per liter dan pertamina dex Rp 10.200 per liter.
Sebelumnya, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman pernah menyampaikan, pandemi Covid-19 menyebabkan permintaan BBM nasional turun hingga 50 persen di sejumlah kota besar di Indonesia. Secara nasional, konsumsi BBM turun 13 persen pada semester I-2020 secara tahunan.
Penerimaan Pajak Sumut I Terealisasi 78,51%
Plt Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatera Utara I Max Darmawan mengatakan, hingga 11 November 2020 realisasi penerimaan pajak di wilayah kerjanya sebesar 78.51% dari target senilai Rp16,68 triliun atau bertumbuh 3,12 % dari sebelumnya -2.62 %.
Secara nasional, capaian pertanggal 11 November 2020 adalah 72.32 % dari target sebesar Rp1.198,82 triliun, dan Growth -18.17 % dari sebelumnya -17.57 %. Max Darmawan menambahkan, peringkat pertama secara nasional masih diduduki Kanwil Kepri dengan capaian 86.89 % dari target Rp6.33 triliun dan Growth 1.44 % dari sebelumnya sebesar 2.15 %. “Kinerja pertumbuhan bruto dan netto Sumut I kembali pada kondisi off the track untuk pencapaian 100% di tahun ini,” ungkapnya
Hingga 31 Oktober , Penerimaan Pajak Sumut I 75,06%
Hingga 31 Oktober 2020 realisasi penerimaan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera di Medan mencapai 75,06% dan target penerimaan tahun in sebesar Rp 16,68 trillun.
“Realisasi penerimaan pajak tersebut berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-347/PJ/2020,” kata Pil Kakanwil Ditjen Pajak Sumut | Max Darmawan, Kamis (5/11).
Disebutnya, target penerimaan pajak tahun 2019 sebesar Ap 20.64 triliun, namun dibandingkan target penerimaan pajak tahun 2020 sebesar Rp 16,68 trilliun. Penerimaan pajak Kanwil DJP Sumut I, katanya, sebesar Ap 16,68 triliun, namun jika dibandingkan target tahun 2019 sebesar Rp 20,64 triliun, maka pertumbuhannya -19,20%.
Akan tetapi bila dibandingkan realisasi tahun 2019 sebesar Ap 17,15 triliun, maka pertumbuhannya -2,73%. “Jadi hingga 31 Oktober 2020, kinerja capaian target penerimaan Kanwil DJP Sumut sebesar 75,06% dari target sebesar 16,68 triliun dengan pertumbuhan -5,02%. Sementara pertumbuhan brutonya -1,21% yang sebelumnya pada 27 Oktober 2020 positif 0.81%,” ujarnya.
Secara nasional, capaian realisasi penerimaan pajak per 31 Oktober 2020 sebesar 69.27% dari target sebesar Rp 1.198,82 trilliun dengan pertumbuhannya-18,57%.
Pembebasan Pajak Hotel dan Restoran, Pemda Masih Pikir-Pikir
Pemerintah Provinsi Bali masih pikir-pikir untuk melaksanakan arahan pemerintah pusat untuk membebaskan pajak hotel dan restoran untuk memacu sektor pariwisata yang terpuruk akibat virus corona.
Langkah itu perlu dilakukan karena sumbangan pajak hotel dan restoran (PHR) menjadi urat nadi daerah dalam rangka pembiayaan pembangunan. Di sisi lain, pemda tidak bisa begitu saja menolak kebijakan dari pemerintah pusat. Keterangan dari Kementerian Pariwisata menyebutkan bahwa Pajak Hotel dan Restoran (PHR) dihentikan selama enam bulan. Selain itu disediakan insentif dari pemerintah pusat sebesar Rp3,3 triliun untuk 10 Destinasi Wisata. Namun belum ada petunjuk pelaksanaan di lapangan. Insentif yang lebih besar untuk Bali diperlukan bagi industri parwisiata. Bagaimanapun juga, lanjutnya, sistem yang dibangun di Bali sudah berjalan bertahun-tahun sehingga sedikit saja mata rantai terputus maka akan menggangu perekonomian Bali khususnya pembangunan yang sudah dirancang melalui anggaran APBD Kabupaten/kota.
Potensi Bali kehilangan pendapatan akibat virus Corona diperkirakan berkisar Rp50 miliar perhari.
Solusi Atas Dampak Virus Corona, Bebas Pajak di Surga Wisata
Pemerintah mengambil langkah konkret untuk menjaga tingkat kunjungan wisata ke sejumlah destinasi utama dengan memberikan insentif bebas pajak hotel dan restoran.
Sebanyak 10 destinasi wisata utama ditetapkan untuk menerima insentif pembebasan pajak hotel dan restoran selama 6 bulan ke depan sebagai ‘pemanis’ guna menarik tingkat kunjungan pascamerebaknya virus corona (Covid-19) di Wuhan, China.
Sebagai ganti dari sumber PAD itu, pemerintah pusat mengalokasikan dana hibah kepada pemerintah daerah yang terkena imbas dari kebijakan pembebasan pajak hotel dan restoran tersebut. Kebijakan itu dapat menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan ekonomi global dan juga dampak wabah Covid-19.
Selain itu sejumlah insentif berupa diskon tiket hingga potongan harga pelayanan jasa penumpang pesawat udara dan avtur juga diberikan, sehingga berpotensi memotong tarif tiket pesawat domestik hingga 50%. Insentif ini pada intinya untuk memberikan stimulus terhadap per satuan wisatawan yang bisa dibawa ke dalam negeri untuk maskapai penerbangan, biro perjalanan wisata, kegiatan promosi bersama, tourist representative, dan untuk influencer.
Kemenkeu Evaluasi Perda untuk Dorong Investasi Daerah
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengevaluasi peraturan daerah (perda) tentang perpajakan dan retribusi. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan jumlah investasi di daerah. "Pemerintah ingin agar pajak daerah yang dikenakan oleh masing-masing pemerintah daerah tidak mengganggu iklim investasi di daerah. Sebab investor membutuhkan kepastian," ucap Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Asteka Primanto Bhakti dalam media briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Selasa (11/2). Dengan adanya perbedaan pengenaan pajak antardaerah menimbulkan kpmpetisi satu daerah dengan lainnya, sehingga pemerintah ingin merasionalkan tarif pajak yang berlebihan dengan penetapan tarif berlaku internasional. "Tarif pajak dirasionalisasi misalkan tadi 5% ternyata secara ekonomi harusnya 3% atau 2,5% maka pemerintah pusat dapat melakukan penetapan tarif yang berlaku nasional," kata dia. Pemerintah akan mengatur pemberlakuan sanksi terhadap daerah yang raperdanya tidak sesuai dengan kebijakan fiskal nasional mulai dari pencabutan maupun penyesuaian terhadap raperda tersebut. Pemerintah pusat juga akan mengenai sanksi melalui dana transfer ke daerah agar tidak ada lagi pungutan pajak yang berpotensi menghambat kegiata usaha di daerah tersebut. Pajak merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu, pihaknya berupaya untuk mencari titik keseimbangan antara kebutuhan tersebut dengan upaya pemerintah untuk menciptakan iklim ekosistem yang kondusif bagi dunia usaha.
Bisnis Layar Lebar, Sinkronisasi Pajak Bioskop Mendesak
Pemerintah berencana merasionalisasi tarif pajak dan retribusi daerah, tak terkecuali untuk bisnis layar lebar atau bioskop. Rencananya, usulan itu akan termaktub dalam omnibus law perpajakan dan mulai diimplementasikan pada 2021. Selama ini mereka mengeluhkan pungutan pajak bioskop yang tidak seragam di tiap daerah sehingga menjadi beban operasional para pengusaha layar lebar. Besaran pajak yang tinggi ini berdampak pada bisnis bioskop di Indonesia. Banyak pelaku usaha bioskop yang pada akhirnya membebani konsumen dengan harga tiket menonton yang mahal sebagai strategi menekan biaya operasional yang mahal akibat tingginya pungutan pajak. Sinkronisasi kebijakan diperlukan karena banyaknya pungutan baik dalam bentuk pajak maupun retribusi daerah yang kerap menghambat investasi selama ini. Rencana sinkonisasi dan rasionalisasi PDRD tersebut merupakan isu baru yang mencuat dalam pembahasan UU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian (omnibus law perpajakan).
Rasionalisasi Pajak Daerah, Kewenangan Pemda Tereduksi
Rasionalisasi pajak dan retribusi daerah dikhawatirkan akan mereduksi kewenangan pemerintah daerah dalam menentukan tarif. Tak hanya itu, kebijakan ini juga berisiko memunculkan penyeragaman tarif.
Hal ini bertentangan dengan substansi kebijakan desentralisasi yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah (Pemda), dan menghambat upaya daerah dalam meningkatkan kemampuan fiskal. Penataan ulang pajak daerah masih akan dibicarakan bersama pemda. Penetapan pajak daerah oleh pemerintah pusat masih merupakan ide awal dan perlu dikonsultasikan bersama dengan pemda. Rasionalisasi pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) dimaksudkan untuk mengatur kembali kewenangan pusat dalam menetapkan tarif secara nasional.
PDRD sebelumnya bukan esensi utama dalam omnibus law perpajakan.
Sebelum muncul konsep omnibus law, Kementerian Keuangan sebenarnya telah menyiapkan draf revisi UU No.28/2009 tentang PDRD. Ada beberapa isu yang dimasukan dalam amandemen ketentuan PDRD. Di antaranya memangkas retribusi dari 32 menjadi 9 jenis. Pemerintah perlu memperjelas skema dan formulasi pembagian hasil pajak apabila diputuskan ada penentuan pajak daerah oleh pusat. Pemerintah pusat perlu membuat formulasi yang jelas terkait bagi hasil dana. Tarif pajak pun tidak bisa diseragamkan seluruhnya atas seluruh daerah karena setiap daerah memiliki kebutuhan yang berbeda. Apabila kewenangan atas pajak dan retribusi semakin ditarik ke pusat, dikhawatirkan kemampuan daerah untuk mengumpulkan penerimaan sebagaimana tercermin dalam realisasi PAD juga semakin tertekan.
Pilihan Editor
-
TRANSISI ENERGI : JURUS PAMUNGKAS AMANKAN EBT
26 Dec 2023 -
Ekspansi Nikel Picu Deforestasi 25.000 Hektar
14 Jul 2023