;
Tags

Impor

( 650 )

Enggar Relakan Tekstil demi CPO

leoputra 18 Oct 2019 Bisnis Indonesia

Pemerintah berencana menurunkan bea masuk sejumlah produk hulu dan bahan baku tekstil dan produk tekstil (TPT) asal India menjadi 0%. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan kebijakan itu dilakukan agar produk minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya asal Indonesia dapat terjaga pasarnya di India. Menurutnya, guna menjamin keberlangsungan ekspor CPO RI ke India, pemerintah negara tersebut ingin mendapatkan perlakuan yang sama dengan China terkait bea masuk produk hulu TPT dalam kerangka Asean-China Free Trade Area (ACFTA).

Menteri Enggartiasto menyebutkan selama ini sejumlah produk bahan baku dan produk hulu TPT asal India rata-rata dikenakan bea masuk 5%. Sementara itu, produk serupa dari China dikenai bea masuk 0% lantaran adanya ACFTA. Dia menegaskan bahwa kebijakan itu tidak akan mempengaruhi rencana pemerintah menerapkan tindak pengamanan (safeguard) terhadap impor TPT dari hulu hingga hilir. Pasalnya, kebijakan pengenaan bea masuk 0% tersebut hanya dilakukan kepada produk yang tidak masuk dalam pengenaan tindak pengamanan. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan bahwa pengusaha tidak keberatan apabila pemerintah berencana menetapkan bea masuk 0% untuk produk bahan baku dan hulu TPT. Namun demikian, dia meminta agar pemerintah menetapkan kebijakan itu hanya untuk produk-produk yang tidak bisa diproduksi di Indonesia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) meminta agar pengenaan bea masuk 0% tidak dikenakan pada produk viscose fiber dan nylon filament. Pasalnya, menurutnya produk filamen nilon di dalam negeri tingkat utilitas masih rendah yakni 50% dari total kapasitas produksinya sebesar 40.000 ton/tahun.

Anatara Pasar Lesu dan Naiknya TKDN

leoputra 17 Oct 2019 Bisnis Indonesia

Impor komponen kendaraan mengecil seiring dengan penurunan produksi dan kinerja penjualan di pasar domestik. Kinerja peningkatan tingkat kandungan dalam negeri dinilai ikut berkontribusi. Data Gaikindo menyebutkan impor onderdil mobil, di luar impor mobil dalam bentuk terurai utuh, sepanjang Januari-Agusts 2019 menurun 42,13% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi hanya 69.060 unit.

Pihak Honda mengakui penurunan impor komponen juga berhubungan dengan peningkatan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) beberapa model Honda. Misal untuk Brio TKDN mencapai angka 89%. Di sisi lain, pihak Daihatsu mengatakan penurunan impor komponen pada tahun ini sepenuhnya disebabkan oleh faktor kinerja penjualan, dan tidak berkaitan dengan TKDN mobil-mobil Daihatsu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daya tampung pasar juga menjadi kendala untuk memacu lokalisasi komponen itu. Permintaan mobil di masyarakat yang baru mencapai sekitar 1 juta unit per tahun masih cukup jauh dari kemampuan yang dibutuhkan. Berdasarkan data BPS, total impor kendaraan dan bagiannya sepanjang Januari-September mencapai US$5,38 miliar, turun 11,35% secara tahunan.

Angin Segar untuk Emiten Tekstil

leoputra 17 Oct 2019 Bisnis Indonesia

Langkah tegas pemerintah untuk melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dari gempuran produk impor melalui sejumlah regulasi dinilai akan menjadi angin segar bagi kinerja emiten tekstil. Sejumlah peraturan diterbitkan oleh pemerintah, di antaranya Peraturan Dirjen Bea dan Cukai (PER Bo,02-03/2018) dan usulan revisi Permendag No. 64/2017 dan Permendag No. 87/2015 tentang ketentuan impor produk tertentu. Selain itu, pemerintah juga akan mengenakan bea masuk tambahan atau safeguard atas 121 Harmonizes System (HS) Code TPT.

Assistant President Director PT Asia Pasific Fibers Tbk, Prama Yudha mengapresiasi langkah pemerintah dalam menertibkan impor tekstil dan produk tekstil. Menurutnya selama ini ada kesenjangan antara pertumbuhan konsumsi tekstil dan pertumbuhan industri tekstil. Pertumbuhan konsumsi selalu berada pada level 4,5%-5%, sedangkan pertumbuhan industri hanya pada level 1,5%-2%.Namun Prama menjelaskan perseroan belum berencana meningkatkan kapasitas produksi seiring dengan potensi pertumbuhan karena saat ini perusahaan masih memiliki kapasitas produksi yang cukup karena utilisasi pabrik baru mencapai 70%-80% dari kapasitas terpasang.

Disamping itu Corporate Secretary PT Pan Brothers Tbk mengatakan perseroan tidak terkena dampak dari tambahan bea masuk (safeguard) atas impor tekstil karena berada di bonded zone (kawasan berikat) yang fokus pada pasar ekspor. Menurutnya pemerintah juga perlu memacu ekspor TPT dengan menjalin perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) lebih banyak. Sebab, pasar ekspor bakal memberikan efek ganda yang lebih besar bagi tenaga kerja dalam negeri.

Perjanjian Dagang Perlu Diperkuat

ulhaq 17 Oct 2019 Republika

Ketergantungan Indonesia terhadap ekspor komoditas dinilai dapat diperbaiki dengan memperkuat perjanjian dagang.  Andry Satrio, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) menyebutkan porsi terbesar ekspor nonmigas adalah bahan bakar mineral dan lemak dan minyak hewan/nabati. Hanya saja harganya saat ini sedang turun terutama sawit. Oleh karena itu apabila komoditas ini diandalkan untuk senjata ekspor, perjanjian dagang dengan mitra-mitra harus diperkuat. Kinerja ekspor bahan bakar mineral sampai dengan september 2019 turun sebanyak 8,78 persen, sementara ekspor lemak dan minyak hewan/nabati turun 18,78 persen. Pemerintah didorong untuk menyeleksi perjajian perdagangan yang dapat menguntungkan Indonesia, khususnya yang mampu memberikan nilai tambah sembari meningkatkan hilirisasi komiditas tersebut di dalam negeri. Jika tidak mengandalkan komoditas tersebut, langkah lain adalah dengan diversifikasi komoditas ekspor. Diversifikasi memakan waktu lama, dan melemahkan dalam jangka pendek. Meskipun demikian perbaikan neraca dagang diharapkan terjadi untuk jangka panjang. Direktur Riset Center of Reforme on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menanggapi defisit neraca perdagangan sebagai hal yang tidak seharusnya terjadi, karena pola musiman, impor seharusnya masih melambat. Sedangkan untuk ekspor dalam kondisi perlambatan ekonomi saat ini memang sebaiknya dilakukan dalam periode menengah panjang. Yang harus dilakukan adalah menahan pertumbuhan impor terutama barang-barang yang dapat disediakan di dalam negeri, membangun industri hulu dan hilir yang bisa mengatasi ketergantungan ekspor dan bahkan mendorong ekspor. Sementara itu Menteri Perdagangan RI merasa optimis dengan mengungkapkan sekitar 84 penandatanganan nota kesepahaman dengan 25 negara dari program misi pembelian atau buying mission. Selain itu pemerintah juga telah mengumumkan penyelesaian subsansial perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprenhensif Indonesia-Korea Selatan (IK-CEPA).

Defisit Dagang Terkikis,Neraca Transaksi Berjalan Terangkat

leoputra 16 Oct 2019 Bisnis Indonesia

Defisit neraca perdagangan selama 9 bulan pertama tahun ini yang terkikis hingga 50% (yoy) membawa optimisme terhadap neraca transaksi berjalan kuartal III/2019 yang diyakini juga akan membaik. Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai penurunan defisit perdagangan periode Januari-September tahun ini didorong oleh perbaikan defisit neraca migas menjadi US$6,4 miliar. Hal ini disebabkan oleh tren penurunan harga minyak mentah di pasar internasional dan penurunan volume impor migas. Menurut data BPS, ekspor sepanjang Januari-September 2019 mencapai US$124,17 miliar. Sementara itu,impor pada periode yang sama mencapai US$126,11 miliar.

Khusus untuk September, defisit neraca dagang tercatat sebesar US$160,5 juta. Hal ini disebabkan oleh tekanan pada volume ekspor sampai 8,53% ditambah dengan penurunan harga rata-rata komoditas ekspor sekitar 13,15% secara tahunan. Namun Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro meyakini defisit pada September ini masih bisa menambal pelebaran defisit transaksi berjalan menjadi kisaran 2,6% dari PDB pada kuartal III/2019.

Tarif Impor Biji Kakao Diusulkan 0%

leoputra 19 Sep 2019 Investor Daily

Industri pengolahan kakao disusulkan menerima fasilitas pembebasan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) importasi biji kakao untuk memenuhi kebutuhan bahan baku sekaligus pemacu produktivitas dan daya saingnya. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri pengolahan kakao hingga 80% dan mencapai ekspor US$ US 1,38 milyar. "Kita ingin PPN Kakao 0%, selain kapas dan log kayu. PPN tidak dihapus, tetapi tarifnya 0%. Ini diharapkan bisa mendorong daya saing industri, karena di dalam era free trade dengan negara-negara Asean sudah tarifnya sudah 0%," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto pada acara peringatan Hari Kakao Indonesia tahun 2019 di Jakarta, Selasa (17/9). Dia juga menambahkan, salah satu upaya yang juga perlu dilakukan adalah kerja sama perdaganganbilateral dengan sejumlah negara penghasil kakao terbesar di dunia, seperti Ghana, untuk menjamin keberadaan pasokan bahan baku. "Ini juga akan membantu sektor industri kita, sehingga tarif BM kaki dari Ghana kami juga bisa 0%. Kami akan terus koordinasikan dengan Kementerian Perdagangan," imbuh dia. Saat ini, Indonesia merupakan negara pengolah produk kakao olahan ketiga dunia setelah Belanda dan Pantai Gading. "Sekarang industri pengolahan kakao kita telah menghasilkan produk cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake dan cocoa powder," sebut Airlangga. Pada 2018, sebanyak 85% produksi kakao olahan dieskpor, yakni sebanyak 328.329 ton dengan devisa hingga US$ 1,13 miliar, sedangkan produk kakao olahan yang dipasarkan dalam negeri mencapai 54.431 ton (15%).

Impor Daging dari Brasil Terbendung Administrasi

budi6271 17 Sep 2019 Kontan

Rencana pemerintah mendatangkan daging dari Brasil masih terkendala administrasi. Pembagian kuota impor sebanyak 50.000 ton sudah dibagi untuk tiga perusahaan plat merah, Perum Bulog, PT Berdikari, dan PT PPI. Bulog masih menunggu rekomendasi dari Kemtan. Dengan proses yang masih panjang, realisasi impor diperkirakan baru terlaksana tahun depan. Direktur Kesehatan Masyarakat Kemtan menuding terhambatnya rekomendasi teknis karena ada kendala dari pihak Brasil. Pemerintah Brasil belum menandatangani health protocol antar negara. Protokol ini penting untuk menjamin bahwa daging sapi tersebut diproses secara baik dan sehat. Selain itu, juga untuk memastikan daging sapi tersebut benar-benar halal.

Tarif Safeguard Tekstil Masih Menjadi Perdebatan

budi6271 16 Sep 2019 Kontan

Besaran angka safeguard barang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) masih menjadi tarik ulur. Tarif usulan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) sekitar 2,5% hingga 30% dinilai masih terlalu kecil. Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (Ikatsi) menilai besaran angka itu tidak efektif membentuk impor TPT. Selisih harga asli di gudang importir bisa mencapai 60% lebih murah dibandingkan pasar lokal.

Banjir Impor Produk Pertekstilan, Safeguard Tekstil Mendesak

tuankacan 10 Sep 2019 Bisnis Indonesia

Lonjakan impor sejumlah produk tekstil di Tanah Air kian mengkhawatirkan. Pengamanan pasar domestik, baik hulu maupun hilir, lewat instrumen safeguard mendesak diterapkan untuk menyelamatkan industri tersebut dari kejatuhan. Para pelaku industri tekstil telah mengajukan usulan pengenaan safeguard terhadap produk tersebut mulai dari hulu hingga hilir. Ada beberapa pos tarif yang perlu dikenai bea masuk karena terindikasi merugikan industri sejenis di dalam negeri. Asosiasi Pertekstilan Indonesia juga telah mengajukan usulan pengenaan besaran bea masuk untuk sejumlah produk, antara lain serat (2,5%), benang (5%), kain (7%), dan garmen (15%—18%). Kebijakan pengenaan safeguard secara merata dari hulu dan hilir akan menyelesaikan salah satu persoalan di sektor TPT selama ini, yakni ketidakseimbangan pola perlindungan perdagangan. Di sisi lain, produk kain dikenai bea masuk 0%. Alhasil, terjadi lonjakan impor di produk kain. Selain itu, selama ini banyak terjadi praktik kecurangan dalam proses impor produk tekstil. Salah satunya dilakukan para produsen tekstil dari luar negeri dengan skema under invoice. Para produsen sengaja membanting harga produknya agar tetap bisa diterima di negara tujuan meskipun sudah dikenai bea masuk.

Banjir Impor, Pabrik Baja Lokal Makin Tertekan

tuankacan 06 Sep 2019 Bisnis Indonesia

Industri baja diproyeksi makin tertekan produk impor seiring dengan peningkatan produksi China dan Vietnam. Padahal, pabrik lokal mengalami penurunan utilitas, sebagian merumahkan karyawan, dan berencana menutup fasilitas manufakturnya. Potensi peningkatan impor produk baja dari China sangat terbuka. Produk Vietnam juga menjadi ancaman lantaran produksinya telah melampaui kebutuhan domestik. Banjir produk impor, terutama dari China dan Vietnam, terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Akibatnya, utilitas pabrik menurun, sebagian pelaku mulai merumahkan karyawan, hingga berencana menutup pabrik. Bea masuk produk baja yang tidak harmonis merupakan penyebab maraknya produk impor. Selain itu, minimnya pengaturan standar juga membantu masuknya baja lapis dengan kualitas rendah. Terdapat harapan standar nasional Indonesia (SNI) wajib baja lapis segera diberlakukan, Konsistensi penerapan SNI untuk produk baja akan melindungi pabrikan lokal.