Impor
( 650 )Eskalasi Perang Dagang AS VS China, Industri Baja & Tekstil Prioritas Pengamanan
Menteri Perindustrian menyebutkan industri baja dan tekstil menjadi prioritas untuk mendapatkan pengamanan dari dampak buruk pengenaan tarif tambahan 10% atas barang China senilai US$300 miliar oleh Amerika Serikat per 1 September 2019.
Pengenaan tarif tambahan ditambah devaluasi yuan oleh Pemerintah China dikhawatirkan membuat barang-barang China semakin deras masuk Indonesia.
Impor besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya masih menjadi masalah utama produsen baja nasional. Selain itu, pelaku industri tekstil pun juga merasa tertekan barang impor.
Komoditas Holtikultura, Kementan Evaluasi RIPH Bawang Putih
Kementerian Pertanian segera meninjau ulang rekomendasi izin impor hortikultura (RIPH) yang telah diterbitkan untuk bawang putih demi mengevaluasi kepatuhan terhadap aturan wajib tanam dalam negeri.
Menteri Pertanian sudah melakukan penindakan tegas terhadap para importir bawang putih yang tidak mematuhi aturan itu dengan menerapkan skema blacklist. Para importir yang sudah masuk daftar hitam tidak dapat kembali melakukan impor bawang putih meskipun nama perusahaannya sudah diganti.
Sejauh ini, sudah 72 importir bawang putih yang masuk dalam daftar hitam itu, termasuk PT Cahaya Sakti Agro (PT CSA) yang diduga melakukan suap untuk pengurusan izin impor bawang putih periode 2019 yang melibatkan anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra.
Berdikari akan Impor 10 Ribu Ton Daging Sapi Asal Brasil
PT Berdikari (Persero) akan mengimpor sekitar 10 ribu ton dagung sapi asal Brasil. Pemasukan daging tersebut direncanakan mulai Spetember hingga Novembar 2019. Impor daging tersebut diharapkan dapat menjaga iklim perdagangan antarkedua negara, apalagi setelah keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang mengharuskan Indonesia membuka impor ayam asal Brasil.
Rantai Pasok Industri Tekstil Tak Berjalan
Cita-cita industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia untuk bisa bersaing di pasar global masih jauh dari harapan. Pasalnya, produsen masih mengeluhkan banyaknya kendala, mulai dari hulu hingga hilir. Indonesia belum melakukan harmonisasi dan kerja sama antar-industri TPT sehingga rantai pasok tidak berjalan. Alhasil, pola produksi antar-industri tidak terkoneksi. Menanggapi kondisi tersebut, Kementerian Perindustrian menyatakan terus berupaya mencari cara untuk melindungi industri tekstil nasional. Salah satu caranya dengan menerapkan bea masuk anti dumping (BMAD) produk tekstil. Pemerintah juga tengah mengendalikan impor dengan merevisi beberapa Permendag terkait impor TPT dan menarik investasi sebagai substitusi impor. Untuk meningkatkan ekspor, pemerintah akan memperbaiki kualitas dan produktivitas industri TPT dengan melakukan revitalisasi industri TPT dan implementasi industri 4.0.
Neraca Industri Otomotif, Industri Komponen Bergantung Impor
Neraca perdagangan otomotif pada semester pertama 2019 berhasil membalikkan defisit menjadi surplus, namun sektor komponen mengalami desifit makin dalam. Ketergantungan pada material impor menjadi penyebabnya. Tingginya nilai impor produk komponen otomotif disebabkan oleh minimnya bahan baku di dalam negeri. Sektor hulu memiliki pabrik besi dan aluminium, namun kualitas produknya tidak sesuai dengan kebutuhan pabrik komponen. Rendahnya tingkat kandungan dalam negeri pada komponen otomotif merupakan salah satu penyebab impor komponen otomotif yang tinggi sejak beberapa tahun terakhir. Adapun, 90% material komponen otomotif bergantung pada impor, khususnya baja. Sementara itu, baja menopang 40%-50% dari produk kendaraan.
Darurat Industri Tekstil Dalam Negeri
Kabar memperhatikan datang dari industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat melaporkan, sejak tahun lalu hingga Juli 2019, telah terjadi PHK atas 36.000 karyawan di area Bandung Raya dan empat perusahaan TPT gulung tikar. Biang keroknya tentu saja impor produk TPT yang marak. Pelaku usaha menduga telah terjadi penyelewengan Permendag Nomor 64 Tahun 2017 yang memberikan keleluasaan impor bagi pemegang Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) dan Angka Pengenal Impor Umum (API-U) di Pusat Logistik Berikat (PLB).
Menurut beleid tersebut, pemegang API-P boleh mengimpor produk TPT untuk kebutuhan sendiri, sedangkan pemegang API-U bisa memperjualbelikan produk TPT impor kepada pelaku industri kecil dan menengah (IKM). Nyatanya, banyak pengimpor yang memperjualbelikan bahan baku TPT impor di pasaran. Padahal harga produk TPT impor dengan produk yang dibikin di dalam negeri bisa terpaut hingga 20%. Alhasil daripada bersaing dari sisi harga, sejumlah produsen tekstil hilir memilih untuk efisiensi mesin menjadi 30% - 40%, meskipun sebenarnya konsumsi produk TPT dalam negeri saat ini tetap tinggi. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) meminta pemerintah menutup keran impor.
Ayam Brasil Mengancam Pasar Lokal
Para pelaku bisnis ayam domestik bakal semakin terdesak. Sebab, impor ayam Brasil berpotensi menambah sesak pasar unggas yang selama ini pasokannya sudah berlebih. Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), menilai masuknya impor ayam Brasil berpotensi merugikan produsen ayam di dalam negeri, terutama kelompok peternak mandiri. Padahal selama ini peternak sudah mengalami kesulitan menghadapi persaingan dengan perusahaan besar. Oleh karena itu, GOPAN mengharapkan pemerintah memperlihatkan harga sarana produksi ternak agar lebih terjangkau dan tak memberatkan kelompok peternak mandiri skala kecil dan menengah, meliputi bibit ayam, pakan dan obat-obatan.
Tata Niaga Bawang Putih, Importasi Perlu Perbaikan
Pemerintah dinilai perlu menyederhanakan serta memperbaiki prosedur impor bawang putih untuk meminimalkan terjadinya persaingan tidak sehat dan korupsi.
PPU merangkai runtutan penyebab terjadinya lonjakan harga yang tinggi dikarenakan terlambatnya rencana impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian serta surat persetujuan impor (SPI) dari Kementerian Pertanian.
KPPU menyatakan bahwa penerbitan izin impor seyogyanya didasarkan pada permintaan yang telah memenuhi prasyarat dan dilakukan sesuai dengan waktu realisasi impor yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
Selama ini, dengan adanya dua jalur yang harus ditempuh importir di dua kementerian dalam mengajukan izin impor, justru memunculkan peluang penyalahgunaan wewenang.
Selain itu, agar pungutan tarif yang dikenakan terhadap impor bawang putih dapat digunakan untuk mendukung program swasembada bawang putih yang ditargetkan terjadi pada 2021. Rekomendasi dari KPK kepada pemerintah agar Kemendag menyusun acuan untuk menentukan kelayakan harga bawang putih yang diimpor di tingkat konsumen supaya terhindar dari praktik korupsi dan suap. Dan juga perlu
revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 20/2017 tentang Pendaftaran Pelaku Usaha Distribusi Bahan Kebutuhan Pokok. Pasalnya, dalam aturan tersebut bawang putih tidak termasuk komoditas yang distributornya diwajibkan melakukan post audit atas laporan distribusi dan stok yang dimiliki.
Impor Keramik India Melesat 10 Kali Lipat
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mencatat, impor keramik dari India melesat lebih dari 10 kali lipat. Oleh karena itu, produsen keramik lokal meminta India masuk dalam daftar negara yang dikenai safeguard. Hal tersebut sesuai dengan PMK 119/2018. Saat PMK itu diteken, India belum masuk daftar safeguard lantaran impor keramik India masih 3%. Impor keramik China yang sebelumnya mencapai 60% kini sudah menyusut menjadi 30%. Tapi impor keramik tidak berkurang lantaran porsi yang semula didominasi China digantikan produk India. Makanya, Asaki mengirimkan surat kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) agar memasukkan India ke daftar negara yang dikenai safeguard. Begitu pula dengan Vietnam yang perlu diwaspadai.
Dampak Devaluasi Yuan, Waspadai Serbuan Impor China
Devaluasi nilai tukar yuan oleh Pemerintah China sebagai bentuk balasan dari ancaman kenaikan tarif impor yang diterapkan Amerika Serikat AS. Kebijakan Negeri Panda itu juga akan berimbas negatif terhadap mata uang kelompok Asia. Secara tidak langsung kebijakan itu juga berdampak besar terhadap negara lain. Dampak terbesar pun dapat dirasakan oleh negara yang sedang dan akan memberlakukan kerja sama perdagangan bebas dengan China. Devaluasi yuan akan menyebabkan produk-produk dari China lebih murah sehingga volume impor berpotensi naik. Devaluasi yuan dapat melemahkan sektor manufaktur nasional. Untuk menghadapi dampak tersebut, seluruh pemangku kepentingan dapat memberlakukan hambatan nontarif, seperti standar nasional Indonesia (SNI) dan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).