;
Tags

Pasar Modal

( 326 )

Sinyal Kuat Kebangkitan IHSG

KT1 30 Jun 2025 Investor Daily (H)
Memasuki paruh kedua 2025, Indeks  Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) berpeluang bangkit (rebound) dan kembali menembs level 7.000. Kondisi indeks yang sudah oversold, meredanya konflik Timur Tengah, hingga ekspektasi data ekonomi dan kinerja semester 1 emiten yang makin membaik, akan menjadi penopang pergerakan positif IHSG di sisa enam bulan terakhir tahun. Potensi penguatan IHSG makin besar, sejalan dengan menghijaunya bursa global. Dow Jones Index bahkan mencatatkan penguatan tajam hingga 1% dan indeks AS S&P 500 serta Nasdaq Composite tembus rekor teringgi baru. "Pasar modal Indonesia menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang menjanjikan. Setelah ditutup melemah tipis sebesar 0,14% secara mingguan di level 6.897 pada pekan keempa Juni, IHSG justru memperlihatkan kekuatan teknikal untuk rebound," kata Founder Stocknow.id Hendra Wardana. (Yetede)

Ketegangan AS–Iran Tekan Sentimen Pasar Global

HR1 23 Jun 2025 Kontan (H)
Keterlibatan Amerika Serikat (AS) di perang Israel-Iran, lewat serangan ke tiga fasilitas nuklir Iran pada 21 Juni yang diklaim Presiden Donald Trump berhasil melumpuhkan program nuklir Iran, menimbulkan kekhawatiran serius akan eskalasi konflik di Timur Tengah. Iran mengancam menutup Selat Hormuz—jalur vital 20% perdagangan minyak dunia—yang bisa memicu lonjakan harga minyak mentah global dan mengguncang ekonomi dunia.

Oktavianus Audi, analis dan VP Kiwoom Sekuritas, menilai agresi AS ke Iran menjadi sentimen negatif besar bagi pasar modal Indonesia. Eskalasi konflik berpotensi mendorong investor asing melakukan rebalancing aset—menjual saham-saham big caps sektor keuangan, industri, konsumer, hingga properti—dan mengalihkan dana ke instrumen aman seperti emas.

Teguh Hidayat, Direktur Avere Investama, menilai minimnya sentimen positif domestik memperburuk tekanan di Bursa Efek Indonesia. Ia memperkirakan IHSG bisa turun ke kisaran 6.000–6.200.

Rully Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, memperingatkan potensi besar arus keluar dana asing, dengan saham-saham favorit asing seperti BMRI, BBRI, ASII, dan TLKM paling rentan dijual.

Sementara itu, Budi Frensidy, Guru Besar Keuangan Universitas Indonesia, mengingatkan bahwa jika negara seperti China dan Rusia mendukung Iran secara militer, risiko pecahnya perang dunia ketiga akan muncul. Meski begitu, ia memprediksi aliran modal keluar (capital outflow) kemungkinan akan berpindah ke aset lindung nilai seperti emas.

Agresi militer AS terhadap Iran memicu kekhawatiran eskalasi konflik yang bisa mengguncang harga energi global dan menekan pasar saham, termasuk Indonesia, lewat potensi capital outflow dan penurunan IHSG.

Obligasi Jadi Opsi Pendanaan Bank di Tengah Tekanan

HR1 23 Jun 2025 Bisnis Indonesia

Di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi domestik, industri perbankan nasional tengah menghadapi tantangan serius, terutama terkait krisis likuiditas. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia mencatat menurunnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) serta meningkatnya rasio loan to deposit (LDR), yang menjadi indikator sempitnya ruang gerak likuiditas perbankan. Dalam merespons situasi ini, sejumlah bank besar memilih menerbitkan obligasi sebagai strategi pendanaan alternatif.

Namun, menurut teori Pecking Order dari Donaldson dan Myers, penerbitan utang seperti obligasi seharusnya menjadi opsi kedua setelah laba ditahan. Penerbitan obligasi saat ini memuat berbagai tujuan, mulai dari refinansi utang, antisipasi suku bunga tinggi, hingga ekspansi kredit hijau. Sayangnya, efektivitas langkah ini masih dipertanyakan karena dana hasil obligasi cenderung hanya berpindah antarbank dan tidak benar-benar menambah suplai dana segar ke sistem perbankan.

Presiden Prabowo Subianto, sebagai tokoh pemangku kebijakan, telah menetapkan target ambisius pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang sangat bergantung pada peran aktif perbankan dalam pembiayaan program prioritas nasional, termasuk transisi menuju ekonomi hijau. Untuk mendukung itu, insentif seperti Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) telah digulirkan sejak April 2025. Meski begitu, tantangan internal perbankan sendiri, seperti konsolidasi dan manajemen risiko kredit, masih menjadi pekerjaan rumah besar.

Dengan demikian, penerbitan obligasi oleh bank-bank besar seharusnya tidak dipandang sebagai solusi jangka pendek semata, melainkan sebagai langkah strategis memperkuat ketahanan sektor keuangan nasional agar mampu menopang agenda pembangunan jangka panjang.


ICBP–INDF Tebar Dividen Besar

HR1 21 Jun 2025 Bisnis Indonesia

Dua emiten besar Grup Salim, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF), menunjukkan performa keuangan yang solid sepanjang tahun buku 2024 dengan keputusan membagikan dividen jumbo kepada pemegang saham. ICBP menetapkan dividen sebesar Rp2,91 triliun atau Rp250 per saham, sedangkan INDF membagikan Rp2,45 triliun atau Rp280 per saham, yang menjadi dividen per saham tertinggi sejak 2019.

Direktur Utama ICBP Anthoni Salim mengapresiasi kepercayaan para pemegang saham serta menegaskan komitmen untuk mempertahankan profitabilitas dan neraca keuangan yang sehat di tengah tantangan ketidakpastian global 2025. Penjualan bersih ICBP tumbuh 6,90% YoY menjadi Rp72,59 triliun, dengan mi instan sebagai kontributor utama sebesar Rp53,87 triliun.

Di sisi lain, INDF terus menunjukkan konsistensi dalam membagikan dividen sejak 2019. RUPST 2024 juga memutuskan pengangkatan Notariza Taher sebagai Komisaris Independen menggantikan Bambang Brodjonegoro, menandakan penyegaran dalam struktur pengawasan perseroan.

Keputusan pembagian dividen besar ini mencerminkan keberlanjutan kinerja kuat Indofood Group sekaligus menjadi sinyal optimisme kepada investor dalam menghadapi dinamika ekonomi global ke depan.


Momentum Rombak Kebijakan Bursa Saham

KT1 21 Jun 2025 Investor Daily (H)
Bursa saham terguncang hebat oleh memanasnya konflik Iran-Israel, terlihat dari penurunan tajam IHSG dari 7.200 ke level 6.900 hanya dalam tempo tiga hari. Ini menjadi momentum otoritas pasar modal merombak kebijakan yang selama ini menekan likuiditas demi meredam tekanan konflik geopolitik. Dari ketegangan pelaku pasar, ada sejumlah kebijakan yang perlu dievaluasi. Pertama, kebijakan yang perlu dievaluasi. Pertama, kebijakan unusual market activity (UMA) yang berujung suspensi saham. Kebijakan ini dinilai menjadi pemicu utama seretnya likuiditas. Betapa tidak, saat saham sedang naik tajam dan likuiditas mengalir kencang, BEI merilis pengumuman UMA, yang bisa berujung pada suspensi, likuditas tersendat dan tidak bisa pulih dalam waktu cepat. Kedua kebijakan saham papan pemantauan khusus (PPK) dengan metode perdagangan full action (FCA). Sebenarnya, PPK bertujuan baik, yakni memberikan perlindungan ke investor. Namun, ada satu kriteria saham PPK yang perlu dicoret, yakni suspensi selama lebih dari satu hari bursa, karena aktivitas perdagangan. Artinya, bursa tidak perlu memasukkan saham yang sedang panas ke PPK, lantaran kena suspensi selama dua hari. Sebab, kebijakan ini juga bisa menggerus likuiditas. (Yetede)

Momentum Rombak Kebijakan Bursa Saham

KT1 21 Jun 2025 Investor Daily (H)
Bursa saham terguncang hebat oleh memanasnya konflik Iran-Israel, terlihat dari penurunan tajam IHSG dari 7.200 ke level 6.900 hanya dalam tempo tiga hari. Ini menjadi momentum otoritas pasar modal merombak kebijakan yang selama ini menekan likuiditas demi meredam tekanan konflik geopolitik. Dari ketegangan pelaku pasar, ada sejumlah kebijakan yang perlu dievaluasi. Pertama, kebijakan yang perlu dievaluasi. Pertama, kebijakan unusual market activity (UMA) yang berujung suspensi saham. Kebijakan ini dinilai menjadi pemicu utama seretnya likuiditas. Betapa tidak, saat saham sedang naik tajam dan likuiditas mengalir kencang, BEI merilis pengumuman UMA, yang bisa berujung pada suspensi, likuditas tersendat dan tidak bisa pulih dalam waktu cepat. Kedua kebijakan saham papan pemantauan khusus (PPK) dengan metode perdagangan full action (FCA). Sebenarnya, PPK bertujuan baik, yakni memberikan perlindungan ke investor. Namun, ada satu kriteria saham PPK yang perlu dicoret, yakni suspensi selama lebih dari satu hari bursa, karena aktivitas perdagangan. Artinya, bursa tidak perlu memasukkan saham yang sedang panas ke PPK, lantaran kena suspensi selama dua hari. Sebab, kebijakan ini juga bisa menggerus likuiditas. (Yetede)

Korporasi Semarak Terbitkan Obligasi

KT1 21 Jun 2025 Investor Daily (H)
Penerbitan surat utang atau obligasi korporasi semarak terjadi menjelaskan akhir semester pertama tahun ini. Sejumlah emiten besar akan menghadapi siklus puncak jatuh tempo obligasi pada paruh kedua 2025. Investor bisa mencermati obligasi korporasi untuk mendulang untung bukan dari kupon, tetapi juga optimal gain di tengah tren penurunan  suku bunga. Emiten-emiten gede yang menggelar penawaran obligasi di antaranya PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), PT Tower Bersama Infrastucture Tbk (TBIG), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO). Berdasarkan prospektus yang dipublikasikan di Koran Investor Daily, CUAN menerbitkan Obligasi Berkelanjutan 1 Tahap 1 Tahun 2025 dengan jumlah pokok sebanyak Rp 650 miliar dan Sukuk Wakalah Berkelanjutan 1 Tahap 1 Tahun  sebanyak Rp 350 miliar. Seluruh dana akan digunakan CUAN sebagai modal kerja anak usahanya, PT Multi Tambang Utama (MUTU), untuk  membiayai kontraktor, pemasok, biaya tenaga kerja, dan beban usaha lainnya. (Yetede)

Korporasi Semarak Terbitkan Obligasi

KT1 21 Jun 2025 Investor Daily (H)
Penerbitan surat utang atau obligasi korporasi semarak terjadi menjelaskan akhir semester pertama tahun ini. Sejumlah emiten besar akan menghadapi siklus puncak jatuh tempo obligasi pada paruh kedua 2025. Investor bisa mencermati obligasi korporasi untuk mendulang untung bukan dari kupon, tetapi juga optimal gain di tengah tren penurunan  suku bunga. Emiten-emiten gede yang menggelar penawaran obligasi di antaranya PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), PT Tower Bersama Infrastucture Tbk (TBIG), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO). Berdasarkan prospektus yang dipublikasikan di Koran Investor Daily, CUAN menerbitkan Obligasi Berkelanjutan 1 Tahap 1 Tahun 2025 dengan jumlah pokok sebanyak Rp 650 miliar dan Sukuk Wakalah Berkelanjutan 1 Tahap 1 Tahun  sebanyak Rp 350 miliar. Seluruh dana akan digunakan CUAN sebagai modal kerja anak usahanya, PT Multi Tambang Utama (MUTU), untuk  membiayai kontraktor, pemasok, biaya tenaga kerja, dan beban usaha lainnya. (Yetede)

Peluang Jumbo dari Saham IPO Baru

HR1 20 Jun 2025 Kontan (H)
Di tengah sepinya aksi initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia belakangan ini, muncul rencana IPO besar dari PT Chandra Daya Investasi (CDIA), anak usaha PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) milik taipan Prajogo Pangestu. CDIA menargetkan meraup dana segar hingga Rp 2,37 triliun dengan menawarkan maksimal 12,48 miliar saham pada harga Rp 170–Rp 190 per saham.

IPO CDIA dinilai pasar cukup menarik karena diharapkan bisa mengikuti jejak sukses emiten saudara seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang melonjak 685% dari harga IPO-nya, maupun PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) yang melesat lebih dari 5.000% sejak pencatatan perdana. Kartika Sutandi, pengamat pasar modal, menekankan pentingnya melihat siapa pemilik di balik perusahaan, bukan hanya fundamental atau penjamin emisi, agar investor tidak terjebak pada pihak yang hanya ingin meraup uang lalu pergi.

Namun, IPO besar tidak selalu menjamin cuan. Ada contoh IPO seperti PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI) yang meski meraup Rp 2 triliun saat IPO, kini harganya sudah turun 23%, atau PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) yang masih jauh di bawah harga IPO. Irwan Ariston, pengamat pasar modal lain, mengingatkan bahwa banyak saham IPO dijual pada valuasi tinggi. Ia menekankan perlunya investor mengecek jumlah penjatahan, fundamental, prospek sektor, hingga susunan direksi dan komisaris. Menurut Irwan, saat ini banyak saham di pasar sekunder yang bahkan lebih murah valuasinya dibanding saham IPO.

Sementara itu, Sukarno Alatas dari Kiwoom Sekuritas menilai harga penawaran CDIA sebenarnya cenderung murah dibandingkan rata-rata industri. CDIA memiliki price-to-earnings ratio di kisaran 43–48 kali (industri rata-rata 99 kali) dan price-to-book ratio 1,5–1,6 kali (industri 4,5 kali). Namun Sukarno juga mengingatkan risiko tetap ada, seperti volatilitas harga komoditas, penurunan permintaan industri, hingga tantangan lingkungan.

Berburu Saham Murah CDIA

KT1 20 Jun 2025 Investor Daily (H)

Aksi penawaran umum perdana (public initial offering/IPO) saham PT Chandra Daya Investasi atau CDIA menjadi salah satu IPO calon  emiten raksasa (lighthouse) yang akan banyak diburu tahun ini. Membandroli harga IPO sebesar Rp170-190 per saham, valuasi CDIA dinilai murah. Valuasi murah CDIA ini terefleksi setelah membandingkan dengan emiten sejenis industri seperti saham HGII, PGEO, bahkan saham emiten sesama Grup Barito seperti BREN yang rata-rata valuasinya premium. Sebut misalnya, price-to-earning ratio (PER) rata-rata industri di 14,5x. Belum lagi, price-to-sale value  (PBV) CDIA yang berada di 1,5x-1,6x, lebih rendah ketimbang rata-rata industri di 18,3x.

Sementara dilihat dari net profit margin (NPM), CDIA berada di 30% atau lebih tinggi daripada industri yang rata-rata di 21%. Kemudian, return on equity (RoE) sebesar 3% alias di bawah industri yang 9%, dan debt-to-equity ratio CDIA berada di 0,37x, jauh dibawah rata-rata industri yang berada 1,6x, sebagaimana Indonesia (KSI) yang disusun Analis Senior KSI Sukarno Alatas, Kamis (19/6/2026). Sebaliknya, jika dikomparasikan dengan PER saham lain yang tercatat di IHSG, PER Chandra Daya Investasi terbilang premium. Karena umumnya PER perubahaan lain yang sudah tercatat di BEI berada di 10-20x. Merujuk pada riset Agloresearch, valuasi IPO CDIA yang PER-nya dihargai tinggi oleh pasar. Ini tidak lepas  dari prospek CDIA yang dipandang menjanjikan. (Yetede)