Pasar Modal
( 326 )Tetap Berhati-hati walau IHSG Berangsur Stabil
Setelah sempat terpuruk, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat lagi. Pada perdagangan Kamis (20/03/2025), indeks ditutup di level 6.381,6 atau naik 70,01 poin (1,11%) melanjutkan penguatan dalam dua hari beruntun. Diperkirakan indeks terus menguat, didukung Keputusan BI yang mempertahankan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 5,75%, yang dinilai konsisten dengan upaya menjaga inflasi 2025 dan 2026 tetap terkendali dalam sasaran 2,5 ± 1%, stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental, serta mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Berdasar data RTI, 299 saham terpantau naik, 272 saham turun dan 233 saham stagnan. Total nilai transaksi di bursa hari ini mencapai Rp 11,31 triliun. Volume perdagangan sebanyak 16,72 miliar saham dengan frekuensi sebanyak 1.103.686 kali. Hampir seluruh sektor saham menghijau. Penguatan terbesar terjadi pada sektor teknologi 10%. Diikuti sektor transportasi 2,3%, sektor barang baku 2,1%, sektor energi 0,8%, dan sektor perindustrian 0,6%. Pelemahan terjadi pada sektor keuangan 0,8% dan sektor barang konsumsi primer 0,6%. Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap US$ juga menguat, ditopang The Fed memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi AS tahunannya dan memperkirakan inflasi yang lebih tinggi.
Sebelumnya, The Fed juga mempertahankan suku bunga acuan sebesar 4,25%-4,50% dalam Federal Open Market Committee atau FOMC periode Maret 2025. Rupiah ditutup menguat 46 poin (0,28%) di level Rp 16.485 per US$. Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M Taufikurahman mengatakan, kebijakan menahan BI-Rate mencerminkan BI berhati-hati melihat kondisi eksternal. Terutama ke depan dimungkinkan terjadi kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (the Fed) yang berpotensi memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. (Yetede)
Presiden Akan Temui Investor untuk Redam Gejolak
Presiden Prabowo akan menemui investor
untuk menyikapi gejolak di pasar modal Indonesia, selain itu, disiplin fiskal
akan dijaga pemerintah untuk memastikan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG
bisa stabil dan kepercayaan investor tetap kuat. Hal ini disampaikan Ketua Dewan
Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan seusai mengikuti rapat yang
dipimpin Presiden Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (19/3). Rapat itu digelar sehari setelah penurunan
drastis IHSG, Selasa (18/3). Rata-rata penurunan yang sempat mencapai 6 %
membuat perdagangan sempat dihentikan. Luhut membantah penurunan drastis itu sebagai
indikator ketidakpercayaan investor. ”Bisa saja terjadi peristiwa semacam itu. Tapi,
hari ini sudah rebound,” ujarnya.
Presiden pun sudah menyatakan akan
berhati-hati dengan masalah disiplin fiskal. Selain membahas penurunan IHSG,
Presiden pun menyampaikan akan bertemu dengan investor pasar saham. Wakil Ketua
DEN Mari Elka Pangestu menilai, fundamental ekonomi Indonesia secara umum
relatif stabil meski ada kekhawatiran di pasar. Ia membantah kebijakan pemerintah
selama ini tidak propasar. ”Saya rasa bukan propasar. Tapi, lebih kepada persepsi,
ada ketidak jelasan yang mereka anggap menyebabkan ketidak pastian. Jadi, bagaimana
kita bisa menjelaskan dengan lebih baik beberapa hal yang menjadi concern
mereka,” ucapnya. Maka, menurut dia, pertemuan dengan para investor pasar modal
dinilai sangat penting agar Presiden bisa menjelaskan sendiri arah kebijakannya
yang dinilai tidak propasar itu. (Yoga)
Upaya Ekstra Dongkrak IHSG
Buyback Saham, Harapan Baru Investor
Ekonomi Terancam Stagnasi akibat Merosotnya Kepercayaan Pasar
Pasar menilai arah kebijakan ekonomi pemerintah
masih belum jelas, sedang koordinasi antar sektor dinilai kurang sinkron selama
triwulan I-2025. Akibatnya, kepercayaan pasar terus melemah seiring meningkatnya
ketidakpastian kebijakan. Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang bahkan
sempat menyebabkan penundaan perdagangan pada sesi pembukaan pertama, Selasa
(18/3) jadi salah satu refleksi kondisi tersebut. Di sisi lain, berbagai indikator
menunjukkan sinyal pelemahan ekonomi yang berisiko membuat pertumbuhan stagnan
di kisaran 5 %, atau mengalami stagnasi. Pada penutupan pasar, IHSG berada di
level 6.223,39 atau melemah 3,84 % dibanding penutupan hari sebelumnya, sekaligus
mencatatkan kinerja terburuk sejak 2021.
Bahkan, IHSG sempat jatuh hingga ke level
6.011,84 pada penutupan sesi pertama perdagangan atau anjlok 6 %. Untuk meredam
pelemahan lebih dalam, BEI bahkan sempat menghentikan perdagangan saham selama
30 menit pada pukul 11.19 WIB. Penurunan IHSG ini tidak sejalan dengan kinerja
beberapa pasar saham harian di bursa luar negeri yang justru positif. Kondisi
ini menandakan faktor utama kejatuhan bursa saham berasal dari domestik. Ekonom
senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengatakan, kondisi ekonomi
domestik yang sedang bermasalah dapat mengakibatkan perekonomian Indonesia tumbuh
rendah. Bahkan, OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025
hanya 4,9 %. (Yoga)
Ekonomi Terancam Stagnasi akibat Merosotnya Kepercayaan Pasar
Pasar menilai arah kebijakan ekonomi pemerintah
masih belum jelas, sedang koordinasi antar sektor dinilai kurang sinkron selama
triwulan I-2025. Akibatnya, kepercayaan pasar terus melemah seiring meningkatnya
ketidakpastian kebijakan. Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang bahkan
sempat menyebabkan penundaan perdagangan pada sesi pembukaan pertama, Selasa
(18/3) jadi salah satu refleksi kondisi tersebut. Di sisi lain, berbagai indikator
menunjukkan sinyal pelemahan ekonomi yang berisiko membuat pertumbuhan stagnan
di kisaran 5 %, atau mengalami stagnasi. Pada penutupan pasar, IHSG berada di
level 6.223,39 atau melemah 3,84 % dibanding penutupan hari sebelumnya, sekaligus
mencatatkan kinerja terburuk sejak 2021.
Bahkan, IHSG sempat jatuh hingga ke level
6.011,84 pada penutupan sesi pertama perdagangan atau anjlok 6 %. Untuk meredam
pelemahan lebih dalam, BEI bahkan sempat menghentikan perdagangan saham selama
30 menit pada pukul 11.19 WIB. Penurunan IHSG ini tidak sejalan dengan kinerja
beberapa pasar saham harian di bursa luar negeri yang justru positif. Kondisi
ini menandakan faktor utama kejatuhan bursa saham berasal dari domestik. Ekonom
senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengatakan, kondisi ekonomi
domestik yang sedang bermasalah dapat mengakibatkan perekonomian Indonesia tumbuh
rendah. Bahkan, OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025
hanya 4,9 %. (Yoga)
Mengembalikan Kepercayaan Investor
Indeks Harga Saham Gabungan(IHSG) terperosok 3,84% ke level 6.223 pada perdagangan Selasa (18/3/25), melanjutkan pelemahan selama empat hari berturut-turut. Penurunan ini justru terjadi di tengah penguatan bursa regional. IHSG bahkan sempat mengalami trading halt setelah anjlok hingga 5% ke level 6.011. Hal ini mencerminkan puncak kekecewaan investor terhadap kurangnya dukungan pemerintah dalam menstabilkan pasar modal Indonesia.
Karenanya, pemerintah harus bergerak cepat memulihkan kondisi dengan mengembalikan kepercayaan investor. Indeks berpeluang menguji resistance di 6.500-6.700 dalam jangka menengah, terutama menjelang kuartal ketiga yang diperkirakan menjadi momentum rebound. Secara teknikal, IHSG diperkirakan masih dalam tren turun, dengan potensi koreksi lebih dalam ke level 5.900-6.000 jika tekanan jual berlanjut. (Yetede)
Pasar Lesu, Imbal Hasil Investasi Dana Pensiun Menurun
Stimulus Dibutuhkan untuk Menjaga Stabilitas Pasar Saham
Masih Tingginya Volatilitas Pasar Saham
Volatilitas pasar saham diperkirakan cukup tinggi pada pekan ini. Indeks harga saham gabungan (IHSG) diprediksi bergerak dalam rentang lebar di kisaran 6.370-6.630. "Pasar modal Indonesia tengah menghadapí periode volatilitas tinggi, setelah IHSG mengalami koreksi signifikan sebesar 1,98% ke level 6.515 pada akhir pekan lalu. Sejumlah faktor, baik eksternal maupun domestik, menjadi pemicu utama tekanan jual yang membuat investor semakin berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi," kata founder Stocknow.id Hendra Wardana, Minggu (16/3/2025). Dari sisi eksternal, pelemahan pasar saham global, khususnya S&P 500 yang telah kehilangan US$ 5,28 triliun dalam tiga minggu terakhir, turut memberikan dampak negatif terhadap pasar Asia, termasuk Indonesia.
Selain itu, ketidakpastian kebijakan The Fed terkait suku bunga semakin memperburuk sentimen investor. "Jika inflasi AS masih tinggi, ekspektasi pemangkasan suku bunga untuk memberi stimulus ekonomi, yang pada gilirannya bisa memperlambat pemulihan pasar saham, yang pada akhirnya berpotensi memperpanjang tekanan di pasar saham," ujar dia. Sementara dari dalam negeri, tekanan fiskal mulai terasa setelah pemerintah mencatat defisit APBN per Februari 2025 sebesar Rp 31,2triliun. Defisit ini dapat membatasi ruang gerak pemerintah. Di sisi lain, investor asing masih terus melakukan aksi jual bersih (netsell). Dalam satu pekan terakhir,net sell asing mencapai Rp1,77triliun. (Yetede)
Pilihan Editor
-
Emiten Baja Terpapar Pembangunan IKN
24 Jan 2023 -
Cuaca Ekstrem Masih Berlanjut Sepekan Lagi
10 Oct 2022