;
Tags

Pasar Modal

( 326 )

Peluang Ditengah Turbulensi Pasar Saham

KT1 14 Apr 2025 Investor Daily (H)
Turbulensi pasar saham belum berakhir, kendati AS menunda pelaksanaan tarif resiprokal ke 75 negara selama 90 hari. Namun, keadaan ini justru membuka peluang untuk meraup return besar dari saham. Sejumlah kalangan menilai, IHSG BEI bakal bangkit cepat, begitu tensi perang dagang berkurang. Artinya, sejarah setelah krisisi finansial global 2008-2009 dan pandemi Covid-19 pada 2020 bisa terulang lagi. Kala itu, indeks langsung melejit dan mengungguli (ourperform) indek regional, bahkan dunia. Apalagi, valuasi pasar saham Indonesia saat ini sangat murah, akibat koreksi masif sepanjang tahun ini. Bahkan, harga saham sekarang terdiskon besar dari saat pandemi Covid-19. Padahal, fundamental jauh lebih baik. Hitungan Mandiri Sekuritas (mansek), price to earning ratio (PER) IHSG kini 9 kali, di bawah rata-rata 10 tahun 15-16 kali. Adapun price to book (PBV) -1,7 standar deviasi (SD), sedangkan PBV -1,6 SD. Sebalinya, return malah meningkat. Imbal hasil laba bersih (aerning yield) mencapai 10% atau 3,3 SD, equity risk premium mencapai 8,2% lebih tinggi dari saat Covid-106,2% dan yield dividen 2,9SD. Dari sisi fundamental, analis menilai kebijakan pemerintah baru bakal membuahkan hasil dan direspons positif oleh pasar. Apalagi jika BI bisa menurunkan suku bunga acuan BI Rate dan mengurangi penerbitan Sekuritas Rupiah BI (SRBI) yang bakal menggenjot likuiditas ke saham, jika institusi keuangan besar, seperti dana pensiun didorong masuk bursa. (Yetede)

Tetap Tenang Meski IHSG Naik dan Turun

KT1 12 Apr 2025 Investor Daily (H)
Perdagangan di Bursa Efek Jakarta (BEI) telah terbuka kembali setelah libur panjang Idul Fitri 28 Maret hingga 7 April 2025. Selama hari Raya, pasar global mengalami gejolak signifikan akibat kebijakan tarif impor yang diberlakukan AD dan respons balasan dari Tiongkok. Seperti diperkirakan para pelaku pasar modal, situasi yang sama terjadi pada saat perdagangan di BEI dibuka kembali pada Selasa 8 April 2025. IHSG sempat turun 9,19% dan menyentuh level 5.912,06. Sebelum libur Idul Fitri 2025, pada Kamis, 27 Maret 2025 , IHSG ditutup menguat 0,59% ke level 6.510,62. Penurunan yang terjadi pada hari pertama pasca libur Idul Fitri membuat BEI mengambil langkah untuk trading halt atau penghentian sementara perdagangan. Gejolak ini dipicu oleh kombinasi faktor eksternal seperti kebijakan tarif resiprokal AS terhadap sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia, serta depresiasi nilai tular Rupiah yang menembus sempat menyentuh angka psikologis Rp 17.000 per dolar AS di pasar luar negeri. DI tengah kondisi pasar yang bergejolak ini, kunci utama bagi investor adalah tetap tenang dan tidak mengambil keputusan emosional. Perlu diingat, tujuan investor di pasar modal adalah jangka panjang. Pasar saham memang naik-turun dan itu normal. Gejolak harian bukan alasan untuk mengubah tujuan investasinya adalah untuk dana pensiun 10-20 tahun lagi, maka penurunan saat ini tidak akan berdampak signifikan dalam jangka panjang. (Yetede)

Mengokohkan Pasar Saham dan Memperbesar Kekuatan Investor Domestik

KT3 12 Apr 2025 Kompas

Kemampuan investor dalam negeri menjaga keberlangsungan pasar saham tengah diuji oleh gejolak ekonomi dan politik global. Pemerintah dan pemangku kepentingan perlu mendorong partisipasi investor domestik dan menjaga stabilitas ekonomi demi menopang kinerja pasar modal. Dirut Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman, dalam diskusi daring bertajuk ”Trump Trade War: Menyelamatkan Pasar Modal, Menyehatkan Ekonomi Indonesia”, Jumat (11/4) menyebut, pasar saham Indonesia telah ditinggalkan banyak investor asing yang mayoritas institusi setidaknya sejak awal 2025. Hingga Kamis (10/4), investor asing telah melakukan penjualan bersih saham senilai Rp 35 triliun, hampir setengahnya dilakukan di Februari 2025. Akibatnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 11 % dengan posisi akhir di kisaran 6.200.

Kebijakan perang dagang Presiden AS, Donald Trump, yang dilantik 20 Januari lalu, menjadi katalis besar anjloknya pasar saham RI. Pada hari itu, investor domestic membeli kembali saham yang dijual, dengan pembelian bersih sekitar Rp 3,9 triliun oleh investor ritel domestik dan sekitar Rp 1 triliun oleh investor institusi dalam negeri. ”Jadi, kita bisa lihat bahwa ternyata likuiditas, penopang utama pada 8 April, ketika hari pertama perdagangan setelah Idul Fitri itu adalah investor ritel domestik,” ungkap Iman. Kemampuan investor dalam negeri membeli saham juga terlihat pada Kamis (10/4), di mana investor institusi domestik melakukan pembelian bersih senilai Rp 1,75 triliun. Sementara aksi jual beli investor asing berkurang menjadi Rp 750 miliar sehingga IHSG terpompa naik 5 %. Dalam kondisi ini, investor domestik ritel banyak yang mengambil untung sehingga ada penjualan bersih sebesar Rp 1,56 triliun.

Meningkatnya kepercayaan investor domestik, bukan hanya karena harga saham sudah lebih rendah dari nilai kinerja perusahaannya (undervalued), tetapi juga karena kebijakan responsif yang dibuat BEI dan OJK seperti relaksasi pembelian kembali saham atau buyback oleh perusahaan untuk menahan penjualan saham oleh publik, yang diberlakukan 18 Maret 2025. Untuk mencegah kepanikan pasar, ada aturan mengenai penghentian perdagangan sementara (trading halt) menjadi 8 % hingga penyesuaian batas auto rejection bawah (ARB) 15 % untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan pasar dan efisiensi serta likuiditas pasar. Untuk jangka panjang, otoritas bursa juga menyiapkan strategi diversifikasi produk, seperti Single Stock Future, ETF, hingga ETF Gold untuk mengurangi ketergantungan terhadap saham konvensional. (Yoga)


Investor Beralih ke Cash, Saham Mulai Mengecewakan

HR1 10 Apr 2025 Kontan (H)
Pasar saham Indonesia tengah mengalami tekanan berat, ditandai dengan penurunan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 15,71% sejak awal tahun 2025. Di tengah volatilitas tinggi dan aksi jual besar-besaran oleh investor asing senilai Rp 34,89 triliun, banyak investor mulai mengalihkan portofolio mereka ke aset yang lebih aman seperti emas, yang justru mencatatkan kenaikan harga lebih dari 14% secara tahunan.

Hans Kwee, pengamat pasar modal, menilai bahwa di tengah ketidakpastian dan ancaman resesi, banyak investor memilih mengamankan dana dalam bentuk cash, termasuk dengan menjual emas sebagai likuiditas cadangan. Ketika pasar saham mencapai titik rendahnya, uang tunai ini bisa dimanfaatkan untuk membeli saham berharga murah.

Sementara itu, Budi Frensidy dari Universitas Indonesia menyarankan agar investor tetap berinvestasi di saham yang menawarkan dividen besar, menggunakan dana yang tidak akan digunakan dalam waktu dekat. Ia melihat posisi IHSG yang sudah menjauh dari angka 6.000 menandakan bahwa harga saham sudah relatif murah.

Oktavianus Audi, VP Kiwoom Sekuritas, menekankan agar investor menghindari saham dengan utang dalam dolar AS yang tinggi, serta perusahaan dengan rasio utang terhadap ekuitas (DER) di atas 1x. Ia juga menyarankan untuk melakukan diversifikasi aset ke instrumen bebas risiko seperti obligasi pemerintah dan emas.

Eko Endarto, perencana keuangan dari Finansia Consulting, mengingatkan investor untuk tidak menempatkan dana di instrumen berisiko tinggi dalam situasi pasar seperti sekarang. Ia merekomendasikan alokasi dana yang proporsional tergantung pada profil risiko, dengan fokus utama pada cash dan emas.

Meski pasar saham belum menarik, para ahli sepakat bahwa strategi investasi yang hati-hati, berbasis likuiditas tinggi dan diversifikasi ke aset safe haven seperti emas, adalah kunci menghadapi tekanan pasar saat ini.

Investor Beralih ke Cash, Saham Mulai Mengecewakan

HR1 10 Apr 2025 Kontan (H)
Pasar saham Indonesia tengah mengalami tekanan berat, ditandai dengan penurunan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 15,71% sejak awal tahun 2025. Di tengah volatilitas tinggi dan aksi jual besar-besaran oleh investor asing senilai Rp 34,89 triliun, banyak investor mulai mengalihkan portofolio mereka ke aset yang lebih aman seperti emas, yang justru mencatatkan kenaikan harga lebih dari 14% secara tahunan.

Hans Kwee, pengamat pasar modal, menilai bahwa di tengah ketidakpastian dan ancaman resesi, banyak investor memilih mengamankan dana dalam bentuk cash, termasuk dengan menjual emas sebagai likuiditas cadangan. Ketika pasar saham mencapai titik rendahnya, uang tunai ini bisa dimanfaatkan untuk membeli saham berharga murah.

Sementara itu, Budi Frensidy dari Universitas Indonesia menyarankan agar investor tetap berinvestasi di saham yang menawarkan dividen besar, menggunakan dana yang tidak akan digunakan dalam waktu dekat. Ia melihat posisi IHSG yang sudah menjauh dari angka 6.000 menandakan bahwa harga saham sudah relatif murah.

Oktavianus Audi, VP Kiwoom Sekuritas, menekankan agar investor menghindari saham dengan utang dalam dolar AS yang tinggi, serta perusahaan dengan rasio utang terhadap ekuitas (DER) di atas 1x. Ia juga menyarankan untuk melakukan diversifikasi aset ke instrumen bebas risiko seperti obligasi pemerintah dan emas.

Eko Endarto, perencana keuangan dari Finansia Consulting, mengingatkan investor untuk tidak menempatkan dana di instrumen berisiko tinggi dalam situasi pasar seperti sekarang. Ia merekomendasikan alokasi dana yang proporsional tergantung pada profil risiko, dengan fokus utama pada cash dan emas.

Meski pasar saham belum menarik, para ahli sepakat bahwa strategi investasi yang hati-hati, berbasis likuiditas tinggi dan diversifikasi ke aset safe haven seperti emas, adalah kunci menghadapi tekanan pasar saat ini.

Stimulus Ekonomi Jadi Harapan Investor

HR1 09 Apr 2025 Kontan (H)
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kejatuhan tajam pada perdagangan pertama setelah libur Lebaran, Selasa (8/4), sebagai dampak langsung dari kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS). IHSG sempat turun lebih dari 9% hingga menyebabkan trading halt, sebelum ditutup melemah 7,90% di level 5.996,14. Dana asing pun keluar dari pasar sebesar Rp 3,87 triliun.

Meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) telah meluncurkan berbagai stimulus seperti penyesuaian batas auto rejection, relaksasi buyback, dan penundaan short selling, langkah ini dinilai belum cukup oleh para pengamat pasar.

Hendra Wardhana, Pengamat Pasar Modal, menekankan pentingnya respons cepat dan terkoordinasi dari pemerintah serta otoritas terkait untuk mengembalikan kepercayaan investor. Menurutnya, pernyataan resmi atau intervensi langsung lebih efektif dibanding sekadar mengandalkan sistem otomatis.

Parto Kawito, Direktur Infovesta Utama, juga mengungkapkan bahwa investor masih khawatir terhadap kondisi fundamental ekonomi, meski hubungan perdagangan Indonesia-AS relatif kecil. Ia menyatakan bahwa kebijakan Presiden AS Donald Trump tetap berdampak besar terhadap pasar Indonesia.

Edwin Sebayang, Direktur Purwanto Asset Management, menambahkan bahwa dominasi sentimen ketakutan di pasar saat ini tidak bisa dilawan hanya dengan stimulus yang tidak terpadu. Ia menyoroti pentingnya koordinasi yang solid antar lembaga.

Sementara itu, Daniel Agustinus dari Kanaka Hita Solvera menyarankan agar pemerintah menginstruksikan lembaga dana besar seperti BPJS Ketenagakerjaan dan dana pensiun untuk meningkatkan porsi investasinya di saham sebagai langkah stabilisasi.

Secara teknikal, analis Ezaridho Ibnutama dari NH Korindo Sekuritas memperkirakan IHSG masih berpotensi melemah hingga level support mayor di kisaran 5.370 jika tekanan pasar berlanjut.

Dengan kondisi ini, kepercayaan investor dan tindakan cepat dari pemerintah akan menjadi kunci untuk membalikkan arah pasar yang sedang lesu.

Saham Masih Atraktif, Saatnya untuk Cicil Beli

KT1 09 Apr 2025 Investor Daily (H)
Pasar saham nasional masih atraktif dalam jangka menengah dan panjang, mengingat valuasinya kini sudah terdiskon dalam akibat koreksi masif pada perdagangan pertama setelah Lebaran. Investor disarankan mulai mencicil beli saham-saham unggulan berfundamental bagus yang sedang murah. Kemarin IHSG BEI tutup 7,9% ke level 5.996,14. Ini menjadi penurunan harian terdalam dalam beberapa tahun terakhir, sekaligus menempatkan indeks di bawah level psikologis 6.000. Pelemahan tajam terjadi sejak pembukaan pasar pagi, dimana IHSG sempat terkoreksi hingga 9,19% dan level menyentuh level terendah di 5.912. Kondisi tersebut memicu penghentian seiring tekanan jual yang kian besar di tengah sentimen global yang memburuk. Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga melemah. Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup di level Rp16.8921 per dolar AS, melemah 69,5 poin atau 0,41% dibandingkan hari  perdagangan sebelumnya. Penurunan indeks dipicu meningkatnya kekhawatiran investor terhadap eskalasi kebijakan proteksionis AS. Keputusan Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif impor, termasuk ke Indonesia menjadi 32%, mendorong aksi jual besar-besaran di pasar saham domestik. (Yetede)

Anjloknya Pasar Saham dan Rupiah di Perdagangan Perdana Pasca-Lebaran

KT3 09 Apr 2025 Kompas (H)

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 7,9 % ke level 5.996,14 pada perdagangan perdana pasca libur panjang, Selasa (8/4) seiring tekanan sentimen global yang menggoyahkan kepercayaan investor asing. Di sisi lain, langkah intervensi agresif BI belum cukup meredam gejolak di pasar valuta asing. Pelemahan IHSG sejalan dengan harga saham di seluruh sektor yang bergerak di zona merah. Saham dari perusahaan di sektor material dasar mengalami pelemahan terdalam sebesar 10,54 %, menyusul sektor teknologi yang minus 10,23 % dan sektor konsumsi siklikal yang minus 8,82 %. Sebelumnya, pada pembukaan perdagangan seusai libur panjang Lebaran, Selasa pagi, IHSG langsung jeblok hingga 9,12 % dari level 6.510,62 ke level 5.912.

Faktor kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump yang mendunia masih menjadi pemberat IHSG. Head Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi berpandangan bahwa tekanan yang masih cukup kuat mendorong IHSG stagnan di zona negatif dan gagal bertahan di atas level psikologis 6.000 pada penutupan perdagangan. Investor asing pada Selasa tercatat melakukan penjualan saham Rp 3,87 triliun. Di satu sisi, pergerakan IHSG relatif stagnan disebabkan perubahan kebijakan oleh BEI, berupa perubahan batas persentase penurunan harga saham atau auto rejection bawah (ARB) menjadi 15 % dari sebelumnya 35 %. ”Sementara itu, kami melihat pasar juga belum sepenuhnya merespons positif seiring penyampaian sikap pernyataan pemerintah  terkait tarif AS karena panic selling yang masih tinggi,” ujarnya.

Tekanan tersebut masih akan berlangsung dalam jangka waktu pendek dan menengah. Tekanan itu akan berkurang jika ada intervensi dari BI untuk menguatkan nilai tukar rupiah, strategi dan implementasi kebijakan pemerintah yang propasar, termasuk relaksasi suku bunga, serta rilis kinerja perusahaan di bursa yang masih resilien. Langkah intervensi secara agresif yang ditempuh BI belum cukup mampu meredam gejolak saat pasar valuta asing (valas) kembali dibuka pada Selasa. Nilai tukar rupiah dalam perdagangan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pun ditutup Rp 16.849 per dollar AS atau melemah 1,7 % dibanding perdagangan 27 Maret 2025. (Yoga)


RI Terpukul, Hadapi Tarif AS Tanpa Daya Tawar

HR1 08 Apr 2025 Kontan (H)
Kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada 2 April 2025 telah memicu kepanikan di pasar keuangan global. Bursa saham dunia berguguran, dengan indeks Hang Seng dan Shanghai Composite mengalami penurunan tajam masing-masing sebesar 13,22% dan 7,34%. Bahkan indeks saham di AS seperti Dow Jones dan S&P 500 pun ikut anjlok.

Indonesia sempat terlihat "aman" karena Bursa Efek Indonesia (BEI) masih libur Lebaran hingga 7 April, namun IHSG diproyeksi mengalami trading halt saat perdagangan dibuka kembali pada 8 April. Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, menilai risiko trading halt tinggi akibat tekanan sentimen negatif dari perang dagang dan tarif impor tinggi yang mulai berlaku pada 9 April 2025.

Praska Putrantyo, CEO Edvisor Profina Visindo, juga menyatakan bahwa tekanan jual di pasar saham global bisa menyeret IHSG ke level 5.800 dalam waktu dekat, seperti saat krisis moneter 1997. Ia mengaitkan pelemahan IHSG dengan ancaman resesi global dan perang dagang yang makin memanas, terutama setelah China membalas kebijakan tarif AS.

Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam merespons gejolak ini. Ia menyambut positif rencana Presiden Prabowo Subianto untuk bertemu pelaku pasar dan membahas mitigasi risiko akibat tarif AS sebagai langkah membangun kembali kepercayaan investor.

Kebijakan Tarif Resiprokal Donald Trump Diproyeksikan Menghantam Pasar Saham Indonesia

KT1 08 Apr 2025 Investor Daily
Kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump diproyeksikan turut menghantam pasar saham Indonesia saat kembali memulai perdagangan perdana pada Selasa (8/5/2025) usai libur panjang Lebaran 2025. Ditengah kondisi pasar yang diperkirakan mengalami kontraksi, dengan IHSG BEI diperkirakan mengalami trading halt dan menguji level support psikologis 6.000, kalangan analis menyarankan agar investor melakukan diversifikasi aset dan selektif pada saham berfundamental solid yang memiliki good corporate governance (GCG) bagus. Vi Marketin, Startegy, and Planning Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi Kasmarandana mengatakan, di tengah kondisi pasar yang tertekan saat ini, pelaku pasar diharapkan bisa lebih bijak dalam memilih porfolio investasi.

"Investor  dapat wait and see saat ini, dengan melakukan diversifikasi aset, khusunya safe havens asset," ujar dia kepada Investor Daily. Meski demikian, Audi melihat, masih ada potensi untuk mengakumulasi saham tertentu. "Kami meyakini jika kinerja kuartal 1-2025 emiten blue chip masih resilen, dapat menjadi peluang akumulasi," tutur dia. Dalam pandangan Audi, pasar akan mengimplementasikan dampak dari kejadian pengenaan tarif resiprokal Trump di hari pertama pembukaan pasar pada Selasa (8/4/2025) usai libur Lebaran panjang.  "IHSG kami perkirakan bergerak cenderung melemah di tengah tekanan, dengan support psikologis di rentang 6,00-6.100, dan resitance 6.600-6.670. Tekanan asing juga berpotensi berlanjut seiring meningkatnya ketidakpastitan ekonomi," ungkap dia. (Yetede)