Energi
( 489 )DAMPAK KETEGANGAN IRAN-ISRAEL : WASWAS IMPAK HARGA MINYAK
Eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah akibat konflik terbuka Iran dan Israel menimbulkan kewaspadaan para pemangku kepentingan di Tanah Air, karena bisa memberikan dampak seperti pisau bermata dua. Konflik yang melibatkan Iran sebagai salah satu produsen utama minyak bumi itu diyakini berpotensi besar membuat harga minyak terkerek naik ke level yang lebih tinggi. Padahal, hingga kini Indonesia masih mengimpor minyak mentah dan produk olahan minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor minyak mentah Indonesia pada tahun lalu mencapai 17,83 juta ton, senilai US$11,14 miliar. Sementara itu, impor minyak bumi dan hasil-hasilnya pada 2023 sebanyak 52,14 juta ton, dengan nilai US$35,83 miliar. Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengakui bahwa pemerintah masih mengamati dampak jangka panjang eskalasi ketegangan di Iran dan Israel.
Bagi Indonesia, jelas Tutuka, setiap kenaikan Indonesia Crude Price (ICP) US$1 per barel akan berdampak kepada kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp1,8 triliun. Akan tetapi, kenaikan harga tersebut juga berimpak terhadap peningkatan subsidi energi sekitar 1,8 triliun, dan kompensasi energi sebanyak Rp5,3 triliun. Kemudian untuk kenaikan nilai tukar rupiah, setiap kenaikan Rp100 per dolar AS akan berdampak kepada pertumbuhan PNBP senilai Rp1,8 triliun. Di sisi lain, hal itu juga bakal membuat subsidi energi bengkak sekitar Rp1,2 triliun, dan kompensasi melesat Rp3,9 triliun. Sementara itu, Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan selain berpotensi meningkatkan PNBP dan subsidi energi, peningkatan harga minyak juga bisa membuat industri hulu minyak dan gas bumi (migas) lebih bergeliat.
Meski begitu, Pri Agung, tetap mengingatkan peningkatan keekonomian proyek hulu migas juga akan terjadi di negara lain, sehingga Indonesia tetap harus meningkatkan daya saingnya di industri pada modal tersebut. Ekonom dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Mari Elka Pangestu meyakini eskalasi ketegangan Iran-Israel tidak akan berlangsung lama, karena bisa merugikan banyak pihak. Harga minyak global sendiri tercatat melemah di tengah spekulasi konflik antara Iran dan Israel bakal tetap terkendali. Minyak mentah Brent turun 1,4% di perdagangan di London, jatuh kembali di bawah US$90 per barel. “Perang ini mungkin akan makin menurun jika Pemerintah Israel mengikuti saran Gedung Putih, dan tidak melakukan tindakan pembalasan,” kata analis RBC Capital Markets LLC termasuk Helima Croft dalam risetnya, dikutip dari Bloomberg, Senin (15/4).
ENERGI BARU : JALAN MULUS PENGEMBANGAN HIDROGEN
Geliat kencang pemanfaatan hidrogen dan amonia sebagai sumber energi alternatif di dalam negeri membuat pemerintah bergerak cepat menyediakan payung hukum agar pengembangannya tidak menemui persoalan berarti di masa mendatang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku sedang menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 14/2012 untuk mendorong pembelian listrik dari pembangkit listrik berbasis hidrogen. Revisi aturan tersebut rencananya bakal menambah sejumlah pasal yang terkait dengan pembelian listrik dari energi baru. Apalagi, hidrogen saat ini telah masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) sebagai salah satu jenis energi baru. “Hidrogen juga sudah masuk ke dalam RUU EBET sebagai bagian dari energi baru yang ketentuan lebih lanjutnya akan diatur dalam PP,” kata Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya, Selasa (2/4). Selain itu, otoritas energi nasional juga membahas izin dan lisensi bisnis hidrogen untuk dapat mendorong ekosistem dan pengembangannya.
Saat ini, pembahasan tersebut sudah masuk dalam tahap awal identifikasi untuk izin yang diperlukan dan kode klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia atau KBLI. Bahkan, hidrogen juga turut masuk ke dalam opsi bauran energi bersih yang tertuang dalam rancangan revisi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) hingga 2060. Berdasarkan data Kementerian ESDM yang merujuk kepada rancangan RUKN, proyeksi total tambahan kapasitas setrum sampai dengan 2060 mencapai 427 GW. Sebagian kapasitas setrum itu akan ditopang oleh energi baru terbarukan (EBT). Adapun, permintaan listrik bakal didominasi sektor industri sekitar 47%, diikuti oleh rumah tangga 21%, bisnis 15%, kendaraan bermotor listrik 7%, publik 5%. Sementara itu, produksi green hydrogen untuk sektor industri dan transportasi diperkirakan sekitar 4%. Penjajakan kerja sama dua perusahaan tersebut ditandai dengan penandatanganan Joint Development Study Agreement (JDSA) untuk pengembangan green hydrogen plant di sela acara Singapore International Energy Week 2023 tahun lalu. Green hydrogen plant tersebut diproyeksikan akan menghasilkan 100.000 ton hidrogen hijau per tahun, serta berpotensi menghasilkan energi bersih yang dapat memenuhi kebutuhan listrik Singapura.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) Julfi Hadi meminta dukungan pemerintah dari sisi insentif dan regulasi untuk pengembangan bisnis hidrogen hijau di dalam negeri. Dukungan insentif fiskal itu berkaitan dengan keringanan pajak penghasilan (PPh) badan, serta keringanan pajak impor untuk fasilitas produksi hidrogen hijau dan turunannya. Selain itu, diperlukan juga dorongan subsidi harga hidrogen hijau di dalam negeri. Pada perkembangan lainnya, pengembangan hidrogen di hilir sudah cukup masif. PLN melalui PLN Indonesia Power membangun stasiun pengisian hidrogen di Senayan, Jakarta. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, pemanfaatan hidrogen hijau sebagai energi alternatif ramah lingkungan pengganti BBM dilakukan perusahaan sebagai bagian dari upaya mempercepat transisi energi.
Berdasarkan perhitungan PLN, bahan bakar green hydrogren yang dihasilkan dari sisa operasional pembangkit listrik sangat kompetitif jika dibandingkan dengan BBM. Perbandingannya, per 1 kilometer mobil BBM membutuhkan biaya Rp1.400, mobil listrik Rp370, dan mobil hidrogen hanya Rp350. Aksi serupa juga dilakukan oleh Pertamina melalui Pertamina New & Renewable Energy (NRE) yang menggandeng Toyota untuk mengembangkan ekosistem hidrogen sebagai bahan bakar kendaraan di Indonesia. Dalam kerja sama itu, Pertamina NRE dan Toyota juga memproduksi fuel cell electric vehicle, Toyota Mirai, yang nantinya melakukan pengisian hidrogen di fasilitas yang telah dibangun perusahaan.
PEMBANGKIT LISTRIK : PENETRASI TINGGI GAS BUMI
Pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit listrik makin masif dilakukan setelah sumber energi itu dinilai ideal sebagai jembatan bagi Indonesia menuju net zero emission. Pengembangan dan konversi pembangkit listrik yang telah ada pun dilakukan agar bisa menekan penggunaan diesel maupun batu bara. PT PLN Energi Primer Indonesia atau PLN EPI menjadi salah satu perusahaan terafiliasi dengan badan usaha milik negara (BUMN) yang serius menggarap gas bumi. Sub holding PT PLN (Persero) itu baru saja menandatangani joint development agreement (JDA) dengan Konsorsium PT AGP Indonesia Utama, PT Suasa Benua Sukses, dan PT KPM Oil & Gas untuk mengembangkan infrastruktur midstream liquefied natural gas (LNG) di Sulawesi-Maluku guna mendukung program gasifikasi pembangkit listrik.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, program gasifikasi pembangkit listrik menjadi langkah strategis untuk meningkatkan bauran energi bersih, sekaligus menekan biaya bahan bakar dan ketergantungan terhadap impor minyak mentah. “PLN telah memiliki strategi Accelerated Renewable Energy Development. Dalam skema transisi energi ini, nantinya sumber listrik PLN akan bersumber dari 75% pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan, dan 25% lainnya bersumber dari pembangkit gas,” katanya, Senin (1/4). Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara menambahkan, keberadaan jaringan gas pipa dan terminal LNG saat ini hampir seluruhnya berada di wilayah Indonesia bagian barat. Padahal, wilayah timur Indonesia juga memerlukan infrastruktur agar gas yang dihasilkan bisa dioptimalkan.
CEO AG&P LNG and Commissioner AGP Indonesia Utama Karthik Sathyamoorthy memastikan pihaknya mendukung upaya pengembangan infrastruktur midstream LNG di Indonesia yang diinisiasi oleh PLN EPI. Selain menggandeng konsorsium tersebut, PLN EPI juga sebelumnya mengajak Indokorea Gas Consortium untuk merealisasikan gasifikasi pembangkit listrik di klaster Nusa Tenggara melalui pengembangan infrastruktur midstream LNG. Pengembangan infrastruktur midstream LNG di wilayah Nusa Tenggara akan mencakup enam lokasi di Pulau Lombok, Sumbawa, Flores, dan Timor dengan total kapasitas 377 MW pada tahap pertama. Korea Gas Corporation, salah satu anggota konsorsium Indokorea Gas optimistis bisa menggarap Nusa Tenggara dengan baik, karena memiliki pengalaman dalam pengembangan fasilitas terminal dan regasifikasi LNG, terutama di Korea Selatan.
BUMN lainnya, PT Pertamina (Persero) juga aktif meningkatkan pemanfaatan gas untuk mendukung upaya pemerintah melaksanakan transisi energi. Salah satu upaya yang dilakukan perseroan adalah mengembangkan Pembangkit Listrik Gas Uap (PLTGU) Jawa-1 dengan kapasitas 1760 MW. PLTGU itu pun diklaim siap beroperasi secara penuh setelah melewati serangkaian tes, seperti plant reliability run & net dependable capacity test.
PENSIUN DINI PLTU : CEP Pacu Transisi Energi
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon Unit 1 sejatinya masih bisa beroperasi hingga 2042, tetapi operator memutuskan untuk memensiunkan pembangkit ini pada awal Desember 2035 lantaran ingin turut serta mempercepat transisi energi. Wakil Direktur Utama PT Cirebon Electric Power (CEP)Joseph Pangalila mengungkapkan bahwa langkah tersebut diambil sebagai salah satu upaya dan komitmen dari perseroan dalam melakukan transisi energi yang sudah disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali 2 tahun lalu. “Cirebon Power menjadi pilot project pensiun dini, karena kami berkomitmen berpartisipasi mempercepat transisi energi di Indonesia. Pensiun dini bukan karena pembangkit ini kotor,” kata nya di Kota Cirebon, Rabu (27/3). Dia menjelaskan bahwa rencana ‘suntik mati’ PLTU Cirebon Unit 1 sudah dibubuhkan dalam tanda tangan nota kesepahaman atau momerandum of understanding (MoU) Asian Development Bank (ADB), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, Indonesian Investment Authority (INA), dan pemilik PLTU Cirebon, Cirebon Electric Power (CEP).
Joseph menjelaskan bahwa pensiun dini PLTU ini secara sederhana seperti mengubah skema finansial komersial. “Hampir mirip seperti over kredit perbankan, yang mempersingkat masa tenor kredit. Melalui skema ETM dan Just Energy Transion Partnership [JETP], memungkinkan pembiayaan lebih murah dan efisien. Melalui skema ini, proyek Cirebon 1 dapat diperpendek kontrak operasinya,” jelasnya.
PROGRAM PENANAK NASI GRATIS : SIASAT MELANJUTKAN BANTUAN AML
Efektifnya bantuan alat memasak listrik berupa penanak nasi untuk meningkatkan konsumsi listrik per kapita dan menekan impor liquefied petroleum gas atau LPG membuat legislatif meminta pemerintah agar melanjutkan program tersebut. Komisi VII DPR mendorong alokasi anggaran baru untuk kelanjutan program bantuan alat memasak listrik berupa penanak nasi listrik atau rice cooker gratis tahun ini agar upaya mengurangi impor LPG, sekaligus meningkatkan konsumsi listrik berjalan masif. Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Mercy Chriesty Barends mengatakan bahwa pihaknya mengusulkan tambahan anggaran untuk melengkapi sisa anggaran dalam program alat memasak listrik atau AML. “Setelah Pemilu Maret ini, anggaran akan disisir lagi dan kemudian alokasi anggaran mungkin akan bisa dialokasikan,” katanya saat Rapat Kerja dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Senin (25/3). Senada, Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR lainnya mendorong otoritas energi nasional untuk memanfaatkan SiLPA program bantuan rice cooker akhir 2023 lalu untuk alokasi tahun ini. Seperti diketahui, Kementerian ESDM tidak lagi menganggarkan alokasi khusus untuk program rice cooker gratis pada tahun buku 2024. Adapun, realisasi total anggaran program alat memasak listrik dari anggaran 2023 telah mencapai angka Rp176,06 miliar dari pagu awal Rp322,5 miliar. Berdasarkan data yang disampaikan oleh Kementerian ESDM, program alat memasak listrik tersebut telah tersalur 342.621 unit atau 68,5% dari target 500.000 unit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 per pertengahan bulan lalu.
Adapun, rice cooker gratis itu didistribusikan ke 36 provinsi, dengan realisasi salur intensif di Jawa—Bali. Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, realisasi distribusi AML di Jawa—Bali sudah mencapai 192.890 unit atau 56,30% dari keseluruhan alokasi yang disiapkan. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu mengatakan, terdapat efisiensi sebesar Rp99.185 per unit, dari rencana anggaran biaya produksi sebesar Rp475.000 per unit. Alasannya, terdapat perubahan pengadaan produksi modifikasi menjadi produk pasaran. “Harga merek bervariasi, mulai dari Rp249.500 per unit sampai dengan Rp530.000 per unit,” katanya. Lima merek yang digandeng otoritas setrum dalam program bagi-bagi rice cooker gratis itu, di antaranya Cosmos, Miyako, Sanken, Sekai, dan Maspion. Di sisi lain, distribusi alat memasak listrik dilakukan lewat PT Pos Indonesia (Persero) untuk 36 provinsi, dengan penawaran ongkos kirim sebesar Rp169.200 per unit. Kemudian, realisasi ongkos kirim rata-rata sebesar Rp133.178 per unit, sehingga terdapat penghematan sebesar Rp36.022 per unit. Upaya DPR tersebut juga sebenarnya sejalan dengan rencana pemerintah yang ingin melanjutkan program tersebut. Bahkan, pemerintah mendesain program tersebut melengkapi bantuan pasang baru listrik yang sudah ada anggarannya.
LPG 3 KILOGRAM : SIASAT MATANG PEMBENAHAN DISTRIBUSI GAS BERSUBSIDI
Persiapan matang untuk mengatur distribusi liquefied petroleum gas atau LPG tabung 3 kilogram terus dilakukan oleh pemerintah dan PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha yang menyalurkannya agar bisa memastikan komoditas bersubsidi itu lebih tepat sasaran. Setidaknya sudah ada 77,2% konsumen yang terdata dalam Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang termasuk desil 1 sampai dengan 7 telah melakukan pembelian LPG 3 kilogram melalui merchant apps Pertamina. Angka tersebut setara dengan 39,4 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK). Adapun, 22,8% transaksi lainnya masih belum menggunakan merchant apps, karena merupakan konsumen on demand. Alfian Nasution, Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina, mengharapkan bantuan pemerintah daerah agar transformasi distribusi LPG 3 kilogram berjalan lancar. Pertamina, kata dia, memiliki tanggung jawab untuk memastikan kelancaran pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian LPG Tabung 3 kilogram saat ini. Pemerintah melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 6.E/MG.05/DJM/2024 memang terus memacu pelaksanaan pendataan dan pencocokan data pengguna LPG 3 kilogram agar tepat sasaran. Direktur Jenderal Migas Tutuka Ariadji menerangkan bahwa saat ini pemerintah bersama dengan Pertamina masih dalam tahap I proses transformasi pendistribusian LPG 3 kilogram tepat sasaran.
Sejak 1 Maret 2023, telah dilakukan proses pendataan dan pencocokan data pengguna komoditas yang dikenal dengan gas tabung melon itu. Seiring dengan penerapan kebijakan wajib daftar tersebut, Kementerian ESDM juga tengah mengkaji pengurangan porsi penyaluran LPG 3 kilogram ke pengecer menjadi paling banyak 5%—10% untuk mendukung program subsidi tepat. Usulan itu bakal diterapkan secara bertahap, meski relatif sulit diterapkan untuk kawasan terpencil. Adapun, aturan saat ini memberikan akses jual LPG 3 kilogram kepada pengecer maksimal 20%. Porsi yang lebih besar dikerjakan oleh pangkalan penyalur. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan bahwa pemerintah secara keseluruhan mengalokasikan anggaran subsidi energi 2024 sebesar Rp189,1 triliun yang mencakup subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT), LPG 3 kilogram, dan listrik. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp25,8 triliun dialokasikan untuk subsidi JBT, sedangkan LPG 3 kilogram dijatah sebanyak Rp87,4 triliun. Sementara itu, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyarankan pemerintah untuk mulai menyusun regulasi yang mengatur pembatasan pembelian LPG 3 kilogram. Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Abra Talattov berpendapat bahwa pendataan yang saat ini dilakukan Pertamina belum efektif untuk membatasi penjualan tabung gas subsidi itu di tengah masyarakat.
TRANSISI ENERGI : PLN EPI Bidik Pembangunan Infrastruktur LNG
PLN Energi Primer Indonesia agresif menjajaki beragam kerja sama guna mengamankan pasokan sumber energi untuk pembangkit listrik di dalam negeri. Terbaru, perseroan memulai kolaborasi pengembangan infrastruktur midstream liquified natural gas (LNG). Pengembangan infrastruktur midstream LNG tersebut untuk mengakomodasi rencana PT PLN (Persero) menambah 80 gigawatt (GW) listrik hingga 2040, di mana 20 GW di antaranya bakal menggunakan gas bumi.
Direktur Utama PLN Energi Primer Indonesia Iwan Agung Firstantara mengatakan, keberadaan gas dalam roadmap transisi energi sangat penting untuk mendampingi penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang memiliki kelemahan intermitensi. Pembangkit listrik berbasis gas pun dinilai bisa direalisasikan dengan cepat, yakni hanya dalam waktu 3-4 tahun. Pengembangan infrastruktur midstream LNG juga diperlukan PLN untuk mengantisipasi penurunan penyaluran gas melalui pipa akibat natural decline di saat permintaan listrik terus meningkat. Terlebih, perseroan juga memanfaatkan gas untuk menggantikan pembangkit listrik berbasis diesel di daerah. Direktur Gas dan BBM PLN Energi Primer Indonesia Rahmad Dewanto menambahkan, PLN telah memilih Accelerated Renewable Energy Development (ARED) sebagai skenario optimal untuk menurunkan emisi, sekaligus menjaga keandalan sistem maupun kelangsungan keuangan perusahaan.
Harga Minyak Melesat, Saham Energi Kian Panas
Harga minyak dunia yang terus menanjak memberi berkah bagi saham-saham energi seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT Energi Mega Persada TBK (ENRG), PT Elnusa Tbk (ELSA) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang mencatatkan peningkatan dalam beberapa hari terakhir. Konsensus analis sepakat, empat saham ini berpotensi melanjutkan kenaikan dan masih akan memberikan cuan besar. Berdasarkan data RTI, saham MEDC ditutup menguat 9,02 % ke posisi penutupan perdagangan Kamis (14/3), disusul ENRG yang naik 6,73 % ke posisi Rp 222, saham ELSA meningkat 2,65 % ke level Rp 388, dan PGAS naik 2,58 % menjadi 1.195.
Stockbit dalam ulasannya menyebut penguatan harga saham energi terjadi seiring kenaikan harga minyak Brent sebesar 2,6 % ke level USD 83,03 per barel pada perdagangan Rabu (13/3). Investment Analyst Stockbit Hendriko Gani mengatakan, “Dengan permintaan yang kuat dan penurunan stock minyak AS, Harga minyak global berpotensi melanjutkan penguatan harga dan dapat memberi katalis positif bagi kinerja produsen migas, seperti MEDC dan ENRG,” pada Kamis (14/3). (Yetede)
PENSIUN DINI PLTU : HARAPAN BARU TRANSISI ENERGI
Upaya transisi energi di Indonesia kembali mendapat tambahan tenaga setelah sejumlah bank internasional menyatakan kembali komitmennya untuk berpartisipasi memberikan pendanaan dalam waktu dekat.
Upaya pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cirebon-1 menjadi lebih jelas, setelah HSBC Holding Plc., Standard Chartered Plc., dan Bank of America Corp. mengusulkan untuk membiayai aksi tersebut. Dilansir Bloomberg, bahkan Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. juga dikabarkan sedang berdiskusi untuk terlibat dalam aksi tersebut, tetapi belum menyampaikan pernyataan resminya. Asia Development Bank yang memimpin kesepakatan untuk pensiun dini PLTU Cirebon-1 sebenarnya telah mempersiapkan diri untuk mengatur pendanaannya sendiri.
Nantinya, sebagian besar ekuitas PLTU bakal menjadi utang untuk mendanai satu kali dividen sebagai kompensasi kepada investor atas hilangnya pendapatan di masa depan. Lembaga-lembaga keuangan pun akan memberikan pinjaman dengan harga pasar, dan ADB akan memadukan pinjaman tersebut dengan dana yang ada untuk menjadikan utang tersebut lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya, sehingga dapat dilunasi lebih cepat. Kesepakatan untuk menutup PLTU Cirebon-1 lebih awal dinilai dapat membantu memacu kemajuan yang lebih luas dalam komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP). “Ini adalah upaya untuk mengatalisasi solusi baru terhadap permasalahan yang kita semua tahu ada. Ini adalah tantangan yang sulit,” kata Alice Carr, Direktur Eksekutif Kebijakan Publik di Glasgow Financial Alliance for Net Zero, yang juga memimpin kelompok kerja lembaga keuangan swasta untuk JETP, dilansir Bloomberg, dikutip Rabu (6/4). Sementara itu, David Elzinga, Principal Energy Specialist at ADB, mengatakan bahwa lembaga keuangan bakal terus bergulat dengan persoalan pendanaan untuk perubahan iklim. “Sangat penting untuk mencapai tujuan iklim, tapi ini rumit,” ujarnya.
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi membeberkan sejumlah perbankan di Asia telah menunjukkan minat mereka untuk ikut dalam pembiayaan taksonomi transisi tersebut. Taksonomi transition financing itu bakal menambah opsi pembiayaan murah bagi PLN yang sebelumnya telah didapat dari skema green financing atau model taksonomi hijau yang lama dari kemitraan dengan JETP.
Evy menambahkan, sejumlah bank yang tergabung ke dalam Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) belakangan juga mulai mempertimbangkan skema pembiayaan transition financing tersebut.
Adapun, Transisi Bersih, lembaga riset nirlaba bidang ekonomi lingkungan hidup, menilai pemilik PLTU perlu ikut berkontribusi pada pembiayaan pensiun dini pembangkit listrik yang dimilikinya. “Pemilik PLTU termasuk entitas ekonomi yang paling banyak mengeluarkan emisi. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip keadilan, mereka seharusnya menjadi salah satu pihak yang menanggung biaya penutupan dalam jumlah yang signifi kan. Karena itu cukup fairkalau mereka memberikan diskon biaya penggantian,” kata Abdurrahman Arum, Direktur Eksekutif Transisi Bersih.
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA ATAP : KEANDALAN SISTEM PLN DIUJI
Pemerintah memerintahkan PT PLN (Persero) untuk meningkatkan fleksibilitas sistem dan subsistem kelistrikannya untuk mengantisipasi masuknya tenaga listrik dari pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS atap.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku sedang mengkaji keandalan sistem dan subsistem PLN untuk memastikan listrik dari PLTS atap yang bersifat intermiten tidak mengganggu jaringan kelistrikan yang sudah ada. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu mengatakan, pemerintah berupaya agar persoalan intermiten dari pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT), termasuk PLTS atap bisa diselesaikan. Caranya, bisa dengan menggabungkan listrik dari PLTS atap dengan pembangkit listrik berbasis EBT lainnya, sehingga bisa saling melengkapi.
Padahal, PLTS atap diharapkan dapat mengerek produksi modul surya dalam negeri. Dengan target 1 GW PLTS atap yang terhubung jaringan PLN, dan 0,5 GW dari non-PLN setiap tahun, dan asumsi kapasitas 1 modul surya 450 Wp, maka diperlukan produksi sekitar 3,3 juta panel surya.
Sementara itu, Direktur Retail dan Niaga PLN Edi Srimulyati mengatakan bahwa perseroan saat ini masih mematangkan kajian ihwal sifat intermiten dari PLTS mendatang pada sistem dan subsistem perseroan.
PLN pun tengah memetakan beban puncak siang dan kebutuhan pembangkitan minimum pada sistem milik perusahaan. Selain itu, perseroan turut mengkaji perencanaan pengembangan pembangkit listrik yang telah ada dalam RUPTL 2021—2030.
PLN, kata dia, bakal menyampaikan kuota pemasangan PLTS atap sesuai dengan amanat Peraturan Menteri ESDM No. 2/2024. Setelah usulan kuota diterima, maka PLN bakal melakukan clustering terkait dengan kuota pemasangannya. Clustering itu bakal dibuat 10 hari setelah penetapan kuota disetujui oleh Kementerian ESDM. “Setelah ada penetapan, maka kami akan hitung per klaster. Setiap klasternya itu per-UP3 selevel kotamadya atau kabupaten,” jelasnya. Adapun, Institute for Essential Services Reform (IESR) menyayangkan revisi peraturan Menteri ESDM terkait dengan pemanfaatan PLTS atap yang cenderung berpihak kepada kepentingan PLN.
Tanpa net-metering, kata Fabby, biaya investasi per satuan kilowatt-peak bakal menjadi tinggi. Konsekuensinya, keekonomian sistem PLTS atap khususnya pada sektor rumah tangga dan bisnis kecil menjadi tidak menguntungkan.
Industri yang memiliki kebutuhan listrik lebih stabil pada siang dan malam hari menjadi incaran baru, karena dinilai cocok dengan sifat PLTS atap dan skema baru dalam Permen ESDM No. 2/2024. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengakui bahwa Peraturan Menteri ESDM No. 2/2024 membuat pengembangan salah satu fasilitas produksi listrik bersih itu menjadi kurang menarik bagi rumah tangga.
“Memang PLTS atap agak sulit untuk rumah tangga, karena tidak ada ekspor-impor listrik, dan tidak ada titip [listrik]. Kalau dulu bisa dititipkan di PLN, lalu dipakai malam. Rumah tinggal itu menggunakan listriknya malam, sedangkan matahari adanya siang. Ini kurang match di situ, kecuali jika menggunakan baterai untuk menyimpan listrik,” katanya beberapa waktu lalu.Untuk mengompensasi kehilangan potensi dari rumah tangga, pemerintah bakal mendorong pemanfaatan PLTS atap untuk sektor industri, mengingat konsumsi listrik industri relatif stabil. Selain itu, langkah itu dinilai cocok untuk mengejar target pemasangan PLTS atap sebesar 3,6 gigawatt (GW) pada 2025.
Pilihan Editor
-
Kisruh Labuan Bajo Merusak Citra
04 Aug 2022 -
Masih Saja Marak, Satgas Tutup 100 Pinjol Ilegal
01 Aug 2022 -
ANCAMAN KRISIS : RI Pacu Diversifikasi Pangan
10 Aug 2022 -
HARGA PANGAN, Fenomena ”Lunchflation”
29 Jul 2022 -
Digitalisasi Keuangan Daerah
26 Jul 2022