;
Tags

Pasar Modal

( 326 )

BPI Danantara Memiliki Peluang Besar Untuk Berinvestasi di Pasar Saham

KT1 27 Feb 2025 Investor Daily (H)
BPI Danantara memiliki peluang besar untuk berinvestasi di pasar saham terbuka guna memaksimalkan return dan diversifikasi aset. Dengan mengelola aset BUMN senilai US$ 900 miliar atau sekitar Rp14.715 triliun (kurs Rp16.350 per US$), lembaga ini dinilai memiliki potensi besar menjadi liquidity provider bagi pasar modal Indonesia dan mendorong IHSG ke level tertinggi. "Kami berpandangan bahwa peluang dana tersebut masuk ke pasar saham terbuka cukup besar, terutama dalam rangka diversifikasi dan  optimalisasi return. Namun, hal ini tentu perlua perhitungan yang matang serta mempertimbangkan momentum yang tepat," kata VP, Head of Marketing, Strategy & Planning PT Kiwoon Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi Kasmaranda. Menurutnya, dengan asumsi rata-rata nilai transaksi hari BEI tahun 2025 sebesar Rp13,5 triliun, angka itu hanya sekitar 4,5% dari dana kelolaan awal lembaga tersebut memiliki potensi likuiditas yang besar bagi pasar modal. Namun, Oktavinus juga mengingatkan adanya potensi risiko jika intervensi Danantara di pasar modal terlalu dominan. "Jika Danantara terlalu aktif di pasar, bisa menimbulkan ketergantungan yang berisiko bagi pergerakan pasar," tambahnya. (Yetede)

Investor Asing Tarik Dana Rp 3,47 Triliun Sehari Pasca Peluncuran Danantara

KT1 25 Feb 2025 Tempo
 Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG masih bergerak melemah pada perdagangan Selasa, 25 Februari 2025. Hingga pukul 10.07 WIB, indeks diperkirakan masih berada di bawah rata-rata pergerakan 20 hari terakhir (MA20), dengan indikator Relative Strength Index (RSI) yang menurun dan Moving Average Convergence Divergence (MACD) yang menunjukkan tren melambat. Menurut Analis Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi, IHSG diprediksi bergerak dalam rentang support di level 6.640 dan resistance di 6.832 hingga penutupan hari ini. Audi menyebut pelemahan IHSG tidak lepas dari beberapa sentimen global dan domestik yang membayangi pasar. 

Di sektor domestik, pasar saham Indonesia menghadapi tekanan dari aliran dana keluar (capital outflow) yang cukup besar. "Dalam satu hari kemarin, terjadi outflow sebesar Rp 3,47 triliun, yang mengindikasikan bahwa investor asing masih melakukan pergeseran aset ke instrumen yang lebih aman (low risk and safe havens)," kata Audi saat dihubungi, Selasa, 25 Februari 2025.  Fenomena itu, kata dia, berkaitan dengan peluncuran Sovereign Wealth Fund (SWF) Danantara pada 24 Februari 2025. Dia menyebut peluncuran Danantara masih memunculkan pertanyaan di kalangan investor mengenai transparansi dan tata kelolanya.

Dengan kondisi pasar yang masih dibayangi ketidakpastian, investor diperkirakan tetap berhati-hati dalam mengambil posisi. "Selama belum ada kejelasan mengenai arah kebijakan ekonomi global dan mekanisme pengelolaan SWF Danantara, IHSG masih berpotensi bergerak dalam tekanan," ujar Audi. Samuel Sekuritas: IHSG Ditutup Menguat di Sesi I, Bukalapak Dapat Angin Segar di Tengah Isu Akuisisi Temu Faktor lain yang mempengaruhi melemahnya pergerakan IHSG ialah ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan tarif resiprokal yang digulirkan kembali oleh mantan Presiden AS Donald Trump.  "Pasar khawatir kebijakan ini akan memicu inflasi dan memperlambat ekonomi global," ujar dia. Ia juga mencatat bahwa beberapa bank sentral, seperti Bank of Korea (BoK), telah memangkas suku bunga dan menurunkan target pertumbuhan PDB sebagai respons terhadap dampak kebijakan tersebut. (Yetede)

Turunnya Performa Saham Indonesia Pada Indeks MSCI

KT3 22 Feb 2025 Kompas

Perusahaan penyedia indeks global, Morgan Stanley Capital International (MSCI), memberi penilaian yang kurang baik terhadap sejumlah saham perusahaan terbuka di dalam negeri. Penilaian yang menjadi acuan investor asing ini menunjukkan ketidakpastian akan likuiditas saham berkapitalisasi besar di dalam negeri. Analis saham Infovesta, Ekky Topan, Jumat (21/2) menjelaskan, penilaian MSCI dengan memasukkan sejumlah saham Indonesia ke Global Standard Index mengacu pada preferensi investor asing. Penilaian MSCI juga menjadi salah satu acuan utama bagi manajer investasi global dalam menentukan alokasi dana mereka di pasar saham dalam negeri.

”Saham yang masuk ke dalam MSCI cenderung mendapatkan perhatian lebih dan berpotensi menarik inflow (dana masuk) dari investor asing,” ujarnya. MSCI pada Februari 2025 melakukan penyesuaian pembobotan saham Indonesia yang akan ditetapkan per Maret 2025. Mereka melakukan penyesuaian pembobotan saham (rebalancing) sebanyak empat kali, yakni pada Februari, Mei, Agustus, dan November. Pada pengumuman per awal 2025, terdapat tiga dari 20 saham milik emiten Indonesia dalam daftar MSCI Global Standards yang dikeluarkan, yaitu PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dan PTMerdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang turun ke daftar MSCI Small Cap Index serta PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

MSCI tidak akan menambahkan saham perusahaan Indonesia lainnya ke dalam daftar tersebut sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Pada 11 Februari 2025, MSCI mengumumkan bahwa mereka tidak mempertimbangkan saham konglomerat berkapitalisasi besar untuk masuk daftar pada awal 2025. Pada 2024, kinerja tahunan saham dalam daftar MSCI Indonesia mencatatkan -11,94 %. Padahal, sejak 2021 kinerjanya selalu tumbuh positif. Kinerja tahunan pada 2024 juga lebih buruk dari kinerja tahunan pada tahun awal pandemi Covid-19, 2020, sebesar -7,46 %. (Yoga)


Investor Beralih ke ORI di Tengah Gejolak Pasar

HR1 21 Feb 2025 Bisnis Indonesia (H)

Obligasi Negara Ritel (ORI) saat ini menjadi pilihan utama bagi investor di tengah pasar modal yang meredup. Penjualan ORI27 tercatat mencapai Rp37,36 triliun, mencatatkan rekor tertinggi dalam sejarah penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel. Hal ini menunjukkan minat yang tinggi terhadap ORI sebagai instrumen investasi. Tiga faktor utama yang mendorong tingginya permintaan ORI027 adalah bunga yang relatif lebih tinggi, prospek pelonggaran kebijakan moneter yang menurunkan suku bunga, serta ketidakpastian ekonomi global yang membuat obligasi negara menjadi pilihan yang lebih aman dibandingkan saham.

Di sisi lain, dengan pasar modal yang mengalami penurunan dan ketidakpastian ekonomi, banyak investor yang beralih ke obligasi negara sebagai aset yang lebih stabil. Sentimen ini diperkuat oleh komunikasi kebijakan pemerintah yang kurang jelas, yang menyebabkan kebingungannya masyarakat dan membuat investor mencari investasi yang lebih aman. Selain itu, diversifikasi portofolio juga disarankan untuk memitigasi risiko pasar yang tidak pasti, dengan mengalokasikan porsi yang lebih besar pada instrumen aman seperti obligasi negara dan sukuk tabungan.

Pemerintah Indonesia juga memiliki rencana untuk menerbitkan tujuh seri obligasi ritel lainnya tahun ini, yang memberikan peluang besar bagi investor untuk berinvestasi dalam SBN ritel. Deni Ridwan, Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu, mengungkapkan bahwa tingginya book order ORI027 juga didorong oleh investor yang melakukan reinvestasi atas SBN ritel yang jatuh tempo, menambah optimisme terhadap prospek pasar obligasi negara.


Investor Asing Lepas Saham Unggulan, IHSG Tertekan

HR1 20 Feb 2025 Kontan (H)
Setelah menguat sehari, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah 1,14% ke level 6.794,86 pada 19 Februari 2025. Aksi jual bersih asing (net sell) masih menjadi faktor utama pelemahan IHSG, dengan aliran dana asing keluar mencapai Rp 1,13 triliun dalam sehari dan Rp 10,18 triliun sejak awal tahun.

Pelemahan IHSG dipicu oleh penjualan saham big caps, terutama PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mencatat net sell Rp 4,48 triliun sejak awal tahun dan terkoreksi 7,49%. Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga mengalami penurunan 9,21%, dengan net sell mencapai Rp 2,71 triliun. Kedua saham ini berkontribusi signifikan terhadap penurunan IHSG.

Sebaliknya, aliran dana asing masuk ke saham-saham dengan bobot kecil terhadap IHSG, seperti PT Hero Global Investment Tbk (HGII) dan PT MD Entertainment Tbk (FILM). Namun, dampak positifnya terhadap IHSG masih terbatas.

Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy and Planning di Kiwoom Sekuritas, menjelaskan bahwa sektor keuangan memiliki bobot terbesar dalam kapitalisasi IHSG (29,9%), sehingga pergerakan saham bank sangat mempengaruhi indeks. Tekanan pada saham bank disebabkan oleh kinerja keuangan yang tidak sesuai ekspektasi dan kekhawatiran investor terhadap suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) yang bertahan tinggi lebih lama (higher for longer).

Meskipun saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menguat 14,29% dan menyumbang 21,98 poin ke IHSG, bobotnya masih kecil dibandingkan saham

Pasar Cemas Efek Kebijakan Trump dan Kenaikan Harga Emas

KT1 20 Feb 2025 Tempo
 Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG pada perdagangan Rabu, 20 Februari 2025, masih tertahan di bawah level 6.906, dengan tekanan terbesar berasal dari sektor keuangan. Analis Pasar Modal Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi, mencatat indeks kesulitan menembus resistance moving average (MA) 20, sementara Relative Strength Index (RSI) mulai berbalik arah dan Moving Average Convergence Divergence (MACD) menunjukkan tren melemah.

“Tekanan di IHSG hari ini didorong oleh koreksi sejumlah saham perbankan besar. Hingga pukul 10.39 WIB, saham BBRI turun 1,99 persen, sementara BBNI terkoreksi 1,55 persen,” ujar Oktavianus saat dihubungi, Kamis, 20 Februari 2025. IHSG diperkirakan ditutup di kisaran 6.760–6.770. Jika indeks gagal bertahan di atas 6.770, maka ada potensi kelanjutan pelemahan dengan support berikutnya di 6.725. Pasar domestik, kata Audi, juga ikut terpengaruh oleh sentimen global, terutama setelah pernyataan Federal Reserve soal kekhawatiran inflasi yang meningkat. Hal ini berkaitan dengan kebijakan tarif yang akan diterapkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump yang kini kembali menjadi perhatian investor global.

"Trump berencana menaikkan tarif 25 persen untuk sektor otomotif, semikonduktor, dan farmasi. Kebijakan ini berisiko memicu ketidakpastian ekonomi global sekaligus meningkatkan tekanan inflasi," kata Oktavianus.
Ketidakpastian ini juga mendorong investor beralih ke aset safe haven. Harga emas dunia saat ini telah bergerak di atas US$ 2.940 per troy ounce pada pukul 10.44 WIB, menandakan meningkatnya permintaan logam mulia di tengah volatilitas pasar. Di tengah tekanan global dan domestik, investor disarankan tetap waspada terhadap potensi pelemahan IHSG lebih lanjut, terutama jika indeks gagal mempertahankan level support kritisnya. (Yetede)

Menjaga Stabilitas di Era Gejolak Global

HR1 20 Feb 2025 Bisnis Indonesia

Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di level 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 18–19 Februari 2025 menunjukkan sikap kehati-hatian dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan upaya menjaga inflasi tetap terkendali, stabilisasi nilai tukar rupiah, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun di dalam negeri inflasi relatif terkendali, BI tetap waspada terhadap pergerakan nilai tukar rupiah yang terpengaruh oleh kebijakan ekonomi eksternal, terutama dari AS.

Dari sisi perbankan, keputusan ini memberikan kepastian dalam menghadapi dinamika pasar, meski perbankan berharap BI dapat fleksibel dalam menyesuaikan kebijakan suku bunga ke depan. Pemerintah juga diharapkan lebih gesit dalam mendukung stabilitas ekonomi melalui kebijakan fiskal yang akomodatif, seperti insentif pajak dan stimulus ekonomi.

Ke depan, kebijakan suku bunga BI akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan The Fed dan dinamika ekonomi global. Jika The Fed menurunkan suku bunga lebih agresif, BI mungkin memiliki ruang lebih besar untuk pelonggaran kebijakan moneter. Oleh karena itu, keseimbangan antara stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi menjadi kunci dalam kebijakan moneter BI.


Daya Tarik Bursa Indonesia Kian Memudar bagi Investor Asing

HR1 17 Feb 2025 Kontan (H)
Pasar saham Indonesia mengalami tekanan signifikan pada awal 2025. Meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat naik 0,38% ke 6.638,46 pada akhir pekan, secara keseluruhan IHSG anjlok 1,54% dalam sepekan dan sudah turun 6,24% sejak awal tahun. Hal ini berdampak pada penurunan kapitalisasi pasar, yang menyusut 1,67% menjadi Rp 11.401 triliun, lebih rendah dibandingkan posisi akhir 2023.

Faktor utama yang menyebabkan pelemahan IHSG adalah capital outflow atau keluarnya dana asing dari pasar saham Indonesia. Sejak awal tahun, asing mencatatkan jual bersih sebesar Rp 10,52 triliun, meningkat dari Rp 3,70 triliun pada Januari. Akibatnya, IHSG menjadi indeks saham dengan kinerja terburuk di Asia Tenggara, tertinggal dari Filipina (-1,52%), Thailand (-0,78%), dan Vietnam (-0,38%). Bursa Singapura dan Malaysia justru mencatat kenaikan tipis masing-masing 0,42% dan 0,04%.

Selain itu, kurangnya IPO dari perusahaan besar dan kegagalan beberapa emiten berkapitalisasi besar masuk indeks global juga membuat pasar saham Indonesia kurang menarik. Salah satu contohnya adalah BREN, yang beberapa kali gagal masuk indeks MSCI Global Standard. Hal ini mengurangi daya tarik bursa Indonesia bagi investor global.

Reza Priyambada, Direktur Reliance Sekuritas Indonesia, menilai investor asing masih menunggu momentum yang lebih baik. Setelah rebalancing MSCI pada Februari 2025, banyak saham mengalami perubahan bobot investasi. Reza juga menyebut bahwa dalam waktu dekat, IHSG masih sulit kembali ke level 7.000 kecuali ada sentimen positif yang signifikan.

Sementara itu, Oktavianus Audi, Vice President Marketing Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, berpendapat bahwa belum ada katalis kuat yang bisa mendongkrak IHSG dalam waktu dekat. Meskipun secara price to earnings ratio (PER), IHSG saat ini 11,53 kali, lebih rendah dibandingkan rata-rata PER lima tahun terakhir (13,6 kali), investor masih cenderung wait and see sebelum kembali masuk ke pasar saham Indonesia.

IHSG Harus Kembali Distimulus Agar Bangkit

KT1 12 Feb 2025 Investor Daily (H)

Ketidakberdayaan fund besar dan peritel lokal dalam mengimbangi tekanan jual bersih (net sell) asing membuat IHSG terkoreksi dan rawan kembali tergelincir. Laporan keuangan emiten yang positif dan distribusi dividen jumbo diharapkan menjadi stimulus kebangkitan IHSG dalam waktu dekat. IHSG terakhir terperosok ke level terendah pada November 2021. Kala itu, IHSG menyentuh level 6.554. Bahkan, posisi tersebut masih sedikit lebih tinggi daripada posisi IHSG pada perdagangan Selasa (11/2/2025)  kemarin yang finish di level 6.514. Tak pelak, posisi ini menjadi level terendah IHSG terhitung sejak 2023.

Selama dua tahun perdagangan terakhir, IHSG secara beruntun berada di teritori merah akibat derasnya transaksi net sell asing yang memberikan tekanan tiada ampun. Berdasarkan data statistik harian Bursa Efek Indonesia (BEI), transaksi jual bersih asing di seluruh pasar mencapai Rp469,49 miliar atau setara US$ 28,66 juta. Akibatnya total net sell sepanjang tahun berjalan (year on date/ytd) terus bertambah menjadi Rp8,90 triliun dari sebelumnya Rp8,43 triliun. Tercatat, net sell asing pada penutupan Selasa (11/2/2025) kemarin, paling signifikan  melanda lima saham ternama seperti BMRI dengan net sell mencapai Rp237 miliar. Kemudian, BBCA dengan net sell sebesar Rp119,2 miliar, TLKM sebesar Rp118,8 miliar, BREN sebesar Rp95,8 miliar, dan GOTO sebesar Rp95,6 miliar. (Yetede)

Investor Besar Keluar, IHSG Merosot

HR1 07 Feb 2025 Kontan (H)
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan akibat keluarnya dana asing dan meningkatnya ketidakpastian ekonomi. Pada Kamis (6/2), IHSG turun lebih dari 2%, menjadikannya salah satu indeks dengan penurunan terdalam di Asia Pasifik. Sejak awal 2025, IHSG telah melemah 2,89% karena investor beralih ke aset yang lebih stabil, seperti obligasi dan pasar uang.

Investor institusi, termasuk perusahaan asuransi dan dana pensiun, semakin mengurangi portofolio mereka di pasar saham. Menurut Direktur Utama Dana Pensiun BCA, Budi Budi Sutrisno, pihaknya telah menurunkan alokasi investasi di saham dan reksa dana akibat penurunan imbal hasil pasar modal dan keluarnya investor asing. Data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan nilai investasi industri asuransi di pasar saham turun dari Rp 238,33 triliun pada 2022 menjadi Rp 193,31 triliun pada Januari 2025.

Vice President Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, menyebut tren penyusutan investasi ini sudah terjadi lama karena IHSG stagnan dalam lima tahun terakhir dan memiliki risiko tinggi. Sementara itu, CEO Edvisor Profina Visindo, Praska Putrantyo, menilai investor masih wait and see terkait kebijakan pemerintahan baru.

Agar dana investor institusi kembali ke pasar saham, Wawan menekankan perlunya kejelasan kebijakan dan insentif dari pemerintah. Salah satu peluang adalah melalui Undang-Undang (UU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang membolehkan cut loss untuk investasi yang dikelola BUMN. Namun, diperlukan aturan turunan untuk menentukan batasan cut loss yang diperbolehkan.

IHSG masih dalam tekanan akibat keluarnya dana asing, stagnasi pasar, serta ketidakpastian ekonomi dan kebijakan. Pemulihan pasar saham membutuhkan kejelasan regulasi serta langkah-langkah strategis untuk menarik kembali dana investor institusi ke saham, terutama saham blue chip yang saat ini terkoreksi.