Energi
( 489 )TARGET NET ZERO EMISSION : Pendanaan Hijau Pacu Transisi Energi
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, green loan tersebut membuat langkah perseroan dalam mengakselerasi transisi energi lebih leluasa. Pinjaman itu bakal digunakan perusahaan untuk mengembangkan energi hijau di Tanah Air. “Saat ini PLN memiliki berbagai langkah strategis untuk bisa mendorong Indonesia sebagai negara ‘hijau’,” katanya, Selasa (2/1). Untuk diketahui, PLN baru saja menandatangani perjanjian sindikasi dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Selain itu, PLN juga mendapatkan fasilitas pinjaman bilateral dari Sarana Multi Infrastruktur atau SMI. Adapun, fasilitas pembiayaan hijau ini dilakukan melalui skema konvensional dengan nilai Rp9 triliun, dan syariah Rp1 triliun. Kemudian, ada juga fasilitas pinjaman bilateral dengan skema konvensional senilai Rp1 triliun, dan syariah Rp1 triliun. Direktur Keuangan PLN Sinthya Roesly menjelaskan, PLN memang membutuhkan beragam kerja sama pembiayaan untuk bisa menjalankan proyek transisi energi. Apalagi, dana yang dibutuhkan untuk transisi energi tidak sedikit. Kepala Divisi Usaha Syariah SMI Arief Subekti mengatakan, PLN merupakan partner utama perusahaan sebagai country platform manager transisi energi di Indonesia. SMI pun memastikan siap menjalin kerja sama lain dengan PLN untuk mencapai target net zero emission.
EKSPANSI USAHA : Kapasitas Jumbo PLTS Terapung TOBA
PT TBS Energy Utama Tbk. (TOBA) menggandeng mitra untuk membangun megaproyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung ber-kapasitas 46 megawattpeak (MWp).Hal tersebut terungkap dalam perjanjian kerja sama antara Badan Pengusahaan (BP) Batam, PT Batam Sarana Surya, dan TBS Energy Utama yang diteken pada 29 Desember 2023.Dalam kerja sama itu, para pihak bakal membangun PLTS terapung di Waduk Duriangkang dan Waduk Trembesi. SPV Business Development BS Energy Utama Dimas Adi Wibowo mengatakan perusahaan membangun PLTS tera-pung berkapasitas 46 MWp di Waduk Tembesi.
“Kerja sama ini merupakan komitmen dalam transisi menuju green energy. Batam merupakan salah satu kota yang menjadi prioritas pihaknya dalam mengembang-kan energi baru terbarukan dengan penggunaan energi ramah lingkungan,” katanya dalam keteragan resminya, Minggu (31/12).Sementara itu, Direktur Batam Sarana Surya Vivi Simampo mengatakan bahwa perusahaan akan memulai pengerjaan proyek sesuai dengan target yang telah disepakati dalam perjanjian kerja sama.
Di sisi lain, Anggota Bidang Pengusahaan BP Batam Wan Darussalam menjelaskan bahwa wilayah ini memang tengah dipersiapkan untuk menjadi hub pengembangan EBT.
“Kami harapkan PLTS ini segera terealisasi. PT Batam Sarana Surya dan PT TBS Energi Utama Tbk. bisa ber-sinergi dalam membangun Batam. Ini otomatis akan meningkatkan daya saing Batam,” jelasnya.
LISTRIK RAMAH LINGKUNGAN : TPIA Kebut Bisnis EBT
Emiten bahan kimia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA) bakal terus menggenjot lini bisnis energi baru terbarukan (EBT), terutama dalam pemanfaatan listrik ramah lingkungan. Emiten besutan Prajogo Pangestu itu memiliki Krakatau Chandra Energy (KCE) yang berfokus pada pembangkit listrik gas combined cycle power plant (CCPP) sebesar 120 megawatt (MW). KCE diplot menjadi perusahaan penyedia energi baru terbarukan (EBT). Direktur Legal, External Affairs & Circular Economy Chandra Asri Group Edi Rivai mengatakan kebutuhan listrik industri akan semakin meningkat. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan industri petrokimia dan hilirisasi. Belum lama ini pun, TPIA menerima aliran investasi sebesar US$194 juta atau sekitar Rp3,03 triliun (kurs Jisdor Rp15.631 per dolar AS) dari Electric Generating Public Company Limited atau EGCO Group (EGCO), produsen energi independen asal Thailand. Menurutnya, kolaborasi ini penting bagi kedua perusahaan karena menggabungkan keahlian Chandra Asri Group di sektor kimia dan infrastruktur dengan kemahiran EGCO di bidang solusi ketenagalistrikan dan energi. Sementara itu, peneliti ekonomi dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyebut pemerintah berperan dalam memenuhi kebutuhan listrik ramah lingkungan serta mendorong bauran EBT. Yusuf juga menyoroti niat pemerintah yang telah menetapkan target bauran EBT sebesar 23% pada 2025. “Untuk mencapai target tersebut, pemerintah perlu terus mendorong pengembangan EBT, terutama untuk pembangkit listrik skala besar,” katanya.
TRANSISI ENERGI : JURUS PAMUNGKAS AMANKAN EBT
Lambatnya peningkatan porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional membuat pemerintah mengerahkan segala upaya untuk memastikan target 23% pada 2025 bisa tercapai. Sejumlah aral mulai ditangkal dengan harapan bisa melipatgandakan capaian pada tahun ini. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menjanjikan perbaikan regulasi untuk memasifkan kembali investasi di sektor energi baru terbarukan atau EBT yang menjadi salah satu tulang punggung dalam upaya menggapai net zero emission pada 2060. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengakui bahwa porsi EBT dalam bauran energi saat ini masih jauh dari harapan. Padahal, beragam upaya sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menggeliatkan iklim investasi energi bersih di dalam negeri. Pembenahan regulasi menjadi ‘kartu truf’ yang akan dikeluarkan pemerintah untuk memacu kembali pembangunan pembangkit listrik berbasis energi bersih, sehingga mampu memperbesar porsi EBT dalam bauran energi nasional.
Tidak hanya itu, pemerintah juga bakal mendorong peningkatan permintaan listrik dari industri di dalam negeri. Dalam beberapa kesempatan, pemerintah sempat menyampaikan bakal mengandalkan sejumlah smelter untuk memacu demand tenaga listrik berbasis EBT di dalam negeri. Hal itu juga sejalan dengan strategi pemerintah saat ini yang terus memacu penghiliran di Tanah Air. Pemerintah juga sebelumnya sempat pesimistis terhadap pencapaian target porsi EBT sebesar 23% dalam bauran energi nasional pada 2025, karena sebagian besar commercial operation date (COD) pembangkit listrik berbasis energi bersih diperkirakan baru bisa dieksekusi 1 tahun setelahnya, yakni selepas 2026. Itu pun secara bertahap. Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, realisasi bauran EBT sepanjang paruh pertama 2023 baru mencapai 12,5% atau jauh dari target yang ditetapkan tahun ini di level 17,9%. Capaian paruh pertama tahun ini tidak banyak bergeser dari torehan sepanjang 2022 dan 2021, masing-masing di level 12,3% dan 12,2%. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa saat ini permintaan listrik sudah mulai menunjukan tren peningkatan. Dengan demikian, lelang-lelang pembangkit PLN bakal diarahkan untuk blok yang lebih besar di atas 1 GW tersebut. “Kami ingin bidding tidak dalam skala kecil 50 MW atau 100 MW, tapi kami ingin blok bidding 1 GW atau 2 GW, sehingga skalanya untuk percepatan mengejar 24 GW EBT bisa terjadi dalam 10 tahun ke depan,” jelasnya. Misalnya saja PLTS Terapung Cirata yang dikerjakan oleh sub-holding PLN Nusantara Power dengan perusahaan energi asal Uni Emirat Arab (UEA), Masdar. Proyek itu diresmikan akhir Oktober 2023 lalu dengan nilai investasi mencapai Rp1,7 triliun.
Sementara itu, PLN memastikan bakal berupaya merealisasikan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sesuai dengan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL). Gregorius Adi Trianto, EVP Komunikasi Korporat & TJSL PLN, mengatakan bahwa PLN tetap membutuhkan dukungan pihak lain untuk bisa merealisasikan RUPTL yang mayoritas menggunakan energi bersih. Secara terpisah, Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mengidentifikasi melesetnya target bauran pembangkit EBT pada 2025 disebabkan oleh mundurnya tenggat operasi komersial yang terdapat dalam rencana penyediaan listrik PLN. Analis Energi IEEFA Putra Adhiguna mengatakan bahwa beberapa persoalan ihwal kendala pendanaan, perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA), dan teknis di lapangan menyebabkan rencana kapasitas terpasang pembangkit terbarukan mundur. Setali tiga uang, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa berpendapat bahwa aturan terkait dengan kebijakan komposisi TKDN masih menjadi kendala utama di tengah upaya untuk meningkatkan produksi panel surya di dalam negeri.
TATA KELOLA SUMBER DAYA MINERAL : GERAK SEMPIT PENGHILIRAN BAUKSIT
Penghiliran bauksit yang ditandai dengan penghentian ekspor komoditas tersebut sejak 10 Juni 2023 tidak semulus yang dibayangkan. Berbagai tantangan silih berganti mengadang upaya peningkatan nilai tambah sumber daya mineral yang bisa diolah menjadi aluminium tersebut.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat hingga kini baru ada empat smelter bauksit yang beroperasi di Tanah Air. Dari jumlah tersebut, tiga di antaranya menghasilkan smelter grade alumina (SGA) dengan total kapasitas 4 juta ton per tahun, sedangkan satu lainnya memproduksi chemical grade alumina(CGA) berkapasitas 300.000 ton per tahun.Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengatakan bahwa progres pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit masih belum sesuai harapan padahal, pemerintah sudah memberikan berbagai insentif untuk memacu pembangunannya.Bahkan, pemerintah aktif memfasilitasi pelaku industri pertambangan bauksit dengan perbankan dan PT PLN (Persero) agar lebih mudah mendapatkan pendanaan hingga kepastian pasokan energi.
Persoalan smelter bauksit sebenarnya telah lama mendapatkan perhatian pemerintah. Bahkan, Menteri ESDM Arifin Tasrif sempat mengungkapkan kekesalannya karena ada progres smelter yang tidak sesuai dengan laporan yang diberikan kepada pemerintah.Arifi n pun mendorong pelaku usaha pertambangan bauksit untuk lebih masif berinvestasi pada pembangunan smelter di Tanah Air agar bisa menyiasati larangan ekspor yang diberlakukan pemerintah.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) mendorong pemerintah untuk meninjau ulang peta jalan penghiliran bauksit, khususnya terhadap kewajiban delapan perusahaan untuk mendirikan smelter.Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I Ronald Sulistyanto mengatakan bahwa pengerjaan smelter dari delapan perusahaan yang diwajibkan untuk mendirikan pabrik pengolahan lanjutan saat ini masih jalan di tempat.
Menanggapi banyaknya proyek smelter bauksit yang mandek, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong pembentukan konsorsium antarperusahaan tambang bauksit untuk mengakali kesulitan pendanaan dalam membangun fasilitas tersebut.“Kami pernah mengusulkan kepada pemerintah agar dibuat semacam konsorsium bersama antarpelaku usaha dalam mencari pembiayaan dalam pembangunan alumina plant,” kata Ketua Komite Tetap Minerba Kamar Dagang dan Induestri (Kadin) Indonesia Arya Rizqi Darsono saat dikonfi rmasi Bisnis, Kamis (21/12).
Selain usaha patungan Inalum dan ANTM, tujuh IUP lainnya yang ikut mendirikan smelter, di antaranya PT Quality Sukses Sejahtera, PT Dinamika Sejahtera Mandiri, PT Parenggean Makmur Sejahtera, PT Persada Pratama Cemerlang, PT Sumber Bumi Marau, PT Kalbar Bumi Perkasa, dan PT Laman Mining.Delapan rencana smelter anyar itu memiliki kapasitas input bauksit mencapai 27,41 ton dan kapasitas produksi alumina sebesar 9,98 juta ton.
Di sisi lain, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ing Tri Winarno mengatakan, proyek SGAR Mempawah belakangan telah menunjukan kemajuan signifi kan untuk dapat beroperasi atau commercial operation date (COD) pada akhir tahun depan.
Direktur Utama Inalum Danny Praditya mengatakan, perseroan menargetkan pengiriman alumina pertama dari smelter itu dapat dilakukan pada semester II/2024. Selanjutnya, operasi komersial secara penuh ditarget terjadi pada 2025
CADANGAN HIDROKARBON : POTENSI BESAR MIGAS NASIONAL
Indonesia terus berhasil menambah cadangan minyak dan gas bumi melalui sejumlah temuan baru yang langsung ditindaklanjuti dengan rencana pengembangan oleh sejumlah kontraktor kontrak kerja sama. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat hingga November 2023 setidaknya ada 599,08 juta barel setara minyak (MMboe) cadangan migas tambahan yang ditemukan. Dengan angka tersebut, maka reserve replacement ratio (RRR) migas nasional pada periode tersebut mencapai 104,5%. Bahkan, RRR hingga akhir tahun diproyeksi mencapai 137,5% karena ada beberapa tambahan rencana pengembanan (plan of development/PoD) tambahan yang disetujui pemerintah. Benny Lubiantara, Deputi Eksplorasi, Pengemmbangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, mengatakan tambahan cadangan migas sepanjang Januari—November 2023 berasal dari 33 PoD dan sejenisnya, dengan komitmen investasi capex dan opex sebesar US$10,38 miliar. Benny menjelaskan, beberapa proyek yang menambah cadangan migas cukup signifikan adalah OPL Ubi Sikladi, OPL Riau Waterflood, PoD I Revisi Kaliberau Dalam, OPLL Jambi Merang, OPL Karangan Barat, dan PoD I Maha. Dalam kesempatan terpisah, PT Pertamina EP Regional Jawa berhasil membuktikan tambahan sumber daya hidrokarbon dari pengeboran dua sumur eksplorasi di Jawa Barat. Kedua sumur tersebut adalah East Akasia Cinta (EAC)-001 di wilayah kerja PEP Jatibarang Field, dan East Pondok Aren (EPN)-001 di wilayah kerja PEP Tambun Field. Melalui uji alir produksi, Sumur EAC-001 diperoleh hasil laju alir minyak sebesar 30 bopd, gas mencapai 2,08 MMscfd, dan kondensat setara 15,05 bcpd.
INDUSTRI HULU MIGAS : GETOL MEMBURU POTENSI DI ANDAMAN
Kawasan Andaman memiliki pesona tersendiri bagi perusahaan minyak dan gas bumi asal Uni Emirat Arab, Mubadala Energy. Baru saja menemukan potensi gas dengan jumlah besar Sumur Layaran-I, perusahaan langsung mengincar pengembangan di Layaran-2 dengan harapan mendapat hasil serupa. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) membeberkan bahwa Mubadala Energy langsung menyusun rencana kegiatan eksplorasi lanjutan di prospek lain yang ada di South Andaman. Hal tersebut dilakukan perusahaan sembari menunggu hasil evaluasi post-drill Sumur Layaran-1 yang terletak di lepas pantai Aceh atau sekitar 100 kilometer lepas pantai Sumatra bagian utara. “langsung menyiapkan rencana tahun depan untuk melakukan pengeboran Sumur Layaran-2 dan prospek lainnya, seperti Parang-Parang dan Ramba,” kata Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf saat dihubungi, Rabu (20/12). Untuk sementara waktu, kata Nanang, menara bor atau rig yang digunakan untuk pengeboran Layaran-1 saat ini dipindah ke Andaman II agar bisa digunakan oleh harbor Energy yang sedang mengerjakan Sumur Halwa dan Gayo. Di Sumur Layaran-1, Mubadala Energy berhasil menemukan kolom gas yang luas dengan ketebalan lebih dari 230 meter di oligocene sandstone reservoir. Akuisisi data lengkap, termasuk wireline, coring, sampling, dan production test (DST) telah dilakukan. CEO Mubadala Energy Mansoor Mohammed Al Hamed mengatakan bahwa temuan potensi gas di Sumur Layaran-1 bakal membawa peluang komersial yang signifikan bagi perusahaan di tengah momentum transisi energi saat ini. “Hal ini bukan hanya merupakan perkembangan signifikan bagi Mubadala Energy, tetapi juga tonggak sejarah besar bagi ketahanan energi Indonesia,” katanya.
Selain itu, penemuan baru yang terkonfirmasi itu juga merupakan keberhasilan kedua berturut-turut Mubadala Energi di Lapangan Andaman, setelah hasil menggembirakan di Timpan-1 yang ada di Andaman II. Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku masih menantikan studi pascapengeboran (post-drilling) Sumur Layaran-1 Blok South Andaman yang dilaporkan berhasil mengidentifikasi potensi gas mencapai 6 TCF. Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Noor Arifin Muhammad menilai positif temuan potensi gas di Blok South Andaman yang dikerjakan oleh Mubadala Energy. Sementara itu, Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat bahwa pemerintah mesti mempermudah dan memfasilitasi upaya eksplorasi lanjutan agar Mubadala Energy bisa membuktikan cadangan gas dari Blok South Andaman. Pri beralasan, potensi gas yang belakangan diumumkan oleh perusahaan masih harus melewati rangkaian kajian dan pengeboran sumur lanjutan untuk membuktikannya dan menghitung keekonomiannya. STJ Budi Santoso, Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia, mengatakan bahwa temuan potensi gas di Sumur Layaran-1 membawa harapan baru untuk eksplorasi dan pengembangan gas di Tanah Air. “Sumur Timpan-1 dan Sumur Layaran-1 telah menjadi play-opener untuk play oligocene sandstone di daerah tersebut, terutama setelah Arun mengalami decline cukup besar, dan menjadi projek regasifikasi,” katanya. Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan bahwa Mubadala Energy ingin mencoba melanjutkan eksplorasi Blok Andaman III yang dinilai tidak memuaskan oleh Repsol. “Mubadala Energy mau mencoba, karena memiliki konsep sendiri , kan sudah ditajak oleh Repsol, dan hasilnya tidak bagus, tapi menurut mereka konsepnya berbeda,” katanya beberapa waktu lalu. Repsol Andaman B.V sendiri mengembalikan kontrak pengelolaan Blok Andaman III kepada negara setelah tidak memperpanjang tambahan waktu eksplorasi yang berakhir pada Juni 2023 lalu. Selepas mundur dari Blok Andaman III, Repsol mengaku bakal berfokus untuk pengembangan lebih lanjut portofolio lain mereka di Blok Sakakemang, Banyuasin, Sumatra Selatan.
PEREMPUAN JATAYU TOLAK PLTU, BERSUARA HINGGA KE JEPANG
Perempuan tani di Indramayu berjuang mempertahankan lahan
dari gempuran pembangunan PLTU yang akan mengancam kehidupan. Tanah adalah
sumber kehidupan dan penghasilan bagi mereka. Sekitar 75 kg bawang merah
menggantung di atap rumah Surmi (51) warga Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Indramayu,
Kamis (12/10) siang, yang merupakan hasil panen Surmi bulan lalu. Saat itu,
Surmi menanam 10 kg bibit bawang. Biayanya Rp 250.000. Ketika panen, ia meraup
Rp 600.000. Hasil panen 75 kg bawang merah dihargai Rp 8.000 per kg. Kali ini,
Surmi enggan menjualnya dan menunggu harga tinggi. Biasanya, bawang merah bisa
laku belasan ribu rupiah per kg. Di rumahnya juga tersimpan empat karung beras.
Masing-masing berisi 2,5 kuintal. Ketika harga beras melonjak, lebih dariRp
13.000 per kg, jauh dari HET Rp 10.900 per kg, Surmi tidak pusing. Dia punya
cadangan beras untuk sekadar makan, sisa panen dua bulan lalu, yang mencapai
1,5 ton gabah kering panen.
Surmi menjaga lahan dari gempuran PLTU. Lahan garapannya
seluas 1,4 hektar berada di kawasan PLTU Indramayu 2 berkapasitas 1.000
megawatt (MW). Luasnya infrastruktur itu sekitar 300 hektar. Bagi para
perempuan tani Desa Mekarsari, Indramayu, Jabar, tanah adalah ibu, yang
melahirkan kehidupan sekaligus sumber pangan. Tidak hanya Mekarsari, lahan Desa
Patrol Lor dan Patrol Baru, Kecamatan Patrol, juga terdampak. Lokasinya berdampingan
dengan PLTU Indramayu 1 berkapasitas 3 x 330 MW. Dari sawah yang Surmi garap, tampak
jelas cerobong PLTU 1 dengan asap kelabunya. Berdasarkan data Komite Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas, PLTU Indramayu 2 termasuk proyek strategis
nasional. Nilai investasinya Rp 29,5 triliun. Menurut rencana, pembangunan
konstruksinya mulai tahun 2022, tetapi sampai sekarang belum dimulai. Operasional
PLTU ditargetkan tahun 2026. ”Kalau sampai PLTU jadi, saya mau cari makan di
mana? Makanya, saya berjuang,” katanya. Sebagai perempuan tani, Surmi tidak
hanya memasak nasi, tetapi juga ikut menanam padi. Ekonomi keluarganya tidak
cukup hanya mengandalkan suaminya, Warsan, penggembala kambing. Apalagi, sejak
2015, lahan penggembalaan mulai dibebaskan untuk PLTU 2.
Surmi pun bergabung dalam Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu
(Jatayu). Gerakan warga ini untuk menolak PLTU Indramayu 1 dan 2. Jatayu menilai,
PLTU berdampak pada kesehatan dan hasil panen petani. Surmi, misalnya, mengeluhkan
matanya yang sakit ketika bertani di area tidak jauh dari PLTU 1. ”Saya sudah
lima kali operasi mata tiga tahun ini,” katanya sambil menyeka matanya yang
berair. Lewat bantuan lembaga pemerhati lingkungan di Jepang, Friends of the
Earth (FoF), Surmi bahkan mewakili warga untuk menyampaikan aspirasinya ke
negara yang mendanai PLTU Indramayu 2 itu tahun 2016. ”Saya bilang, kami sudah
menjerit dan berteriak karena PLTU. Jangan sampai (pembangunan PLTU) didanai,”
katanya. Hasilnya manis. Pertengahan tahun lalu, dilansir dari laporan Reuters,
Jepang menarik diri dalam pendanaan proyek PLTU Indramayu 2. Selain mendapat kritik
dari pegiat lingkungan, keputusan menghentikan pendanaan itu juga sebagai komitmen
Jepang dalam merespons perubahan iklim. (Yoga)
PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK : BERBURU RAMUAN TEPAT UNTUK CHEMICAL EOR
PT Pertamina Hulu Rokan terus memburu formula dan bahan kimia yang tepat untuk digunakan dalam program chemical enhanced oil recovery di Lapangan Minas, Blok Rokan yang menjadi salah satu komitmen kerja pasti 5 tahun perusahaan saat mengambil alih wilayah kerja tersebut.n Hingga kini formula dan kandungan kimia yang tepat untuk digunakan dalam kegiatan chemical enhanced oil recovery (EOR) masih menjadi tantangan yang dihadapi oleh Pertamina Hulu Rokan sejak mengambil alih Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia pada 9 Agustus 2021. Direktur Utama Pertamina Hulu Rokan Wiko Migantoro mengatakan bahwa perusahaan masih mencari formula dan kandungan kimia yang sesuai dengan teknologi chemical EOR di Blok Rokan. Untuk memuluskan pelaksanaan chemical EOR di Blok Rokan, Wiko juga tetap membuka peluang untuk mengakuisisi formula kimia yang dimiliki Chevron, melalui anak usahanya Chevron Oronite. Selain itu, Pertamina aktif mengembangkan formula kimia yang mirip dengan buatan Chevron Oronite agar bisa segera melaksanakan chemical EOR di Lapangan Minas. Meski masih menghadapi tantangan dari bahan kimia yang akan digunakan, Pertamina Hulu Rokan tetap menargetkan chemical EOR bisa dilakukan pada akhir tahun depan. Artinya, rangkaian studi dan keputusan akhir investasi bisa dirampungkan pada awal 2024. Adapun, Deputi Eksplorasi, Pengebangan, dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Benny Lubiantara mengatakan bahwa rencana pengembangan atau plan of development (PoD) chemical EOR tahap 1 untuk Lapangan Minas akan segera disetujui sebelum tahun berganti. Pelaksanaan chemical EOR dinilai menjadi upaya penting dalam industri hulu migas nasional, karena menjadi salah satu penopang utama long term plan untuk mendukung upaya pencapaian target produksi 1 juta barel minyak per hari (bph), dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (Bscfd) pada 2030. Metode chemical EOR umumnya diaplikasikan untuk meningkatkan produksi hidrokarbon dari reservoir minyak apabila metode primary recovery dan secondary recovery tidak efisien lagi untuk menguras minyak. Dari sisi keekonomian, investasi yang dikeluarkan oleh KKKS harus sebanding dengan tambahan hasil produksi yang diperoleh dari lapangan tersebut. Apalagi, pelaksanaan EOR memiliki risiko yang tinggi jika diterapkan di lapangan migas yang sudah matang. Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo mengatakan bahwa Pertamina Hulu Rokan berhasil menahan penurunan produksi minyak di level 167.000 barel minyak per hari (bopd). Sementara itu, produksi minyak dari Blok Cepu susut ke angka 140.000 bopd. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat total komitmen investasi dari optimasi pengembangan lapangan (OPL) Banyu Urip tembus US$203,5 juta. Adapun, komitmen investasi pengeboran lanjutan itu diperkirakan dapat mengerek tambahan cadangan minyak ExxonMobil Cepu Limited ke level 42,92 juta barel minyak (MMBO). “First oil kalau tidak salah, setelah melakukan pengeboran 2 bulan. Lalu, mulai produksi Agustus tahun depan,” ujarnya. Untuk diketahui, ExxonMobil Cepu Limited berada di urutan pertama ihwal torehan produksi minyak sepanjang semester pertama 2023. Berdasarkan catatan SKK Migas, perusahaan berhasil menghimpun produksi minyak sebesar 165.265 bopd sepanjang paruh pertama tahun ini.
Harapan Baru Ketahanan Energi
Upaya membangun program ketahanan energi nasional dan meraih target produksi gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari pada 2030 yang sejalan dengan pencapaian target net zero emissions semakin mendekati titik terang setelah rencana pengembangan Blok Masela mendapat lampu hijau. Pemerintah secara resmi telah menyetujui Revisi 2 Rencana Pengembangan I (Plan of Development/ POD I) Lapangan Abadi, Blok atau Wilayah Kerja (WK) Masela di Laut Arafura, Maluku. Persetujuan Revisi 2 POD I ini termasuk untuk kegiatan penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture & Storage/CCS). Harapan untuk menambah produksi gas ini merupakan babak baru mengingat Masela menjadi tumpuan harapan sumber gas penting dengan jumlah cadangan yang besar. Di sisi lain, pengembangan lapangan gas baru ini memiliki tantangan yang tidak mudah dengan kompleksitas tinggi, risiko besar mencakup pengeboran deepwater, fasilitas subsea, floating production storage and offloading, dan onshore LNG plant. Berdasarkan perhitungan, total investasi untuk pengembangan Lapangan Gas Bumi Abadi Masela mencapai US$20,95 miliar atau setara Rp323,86 triliun dengan asumsi kurs Rp15.462 per US$. Perkiraan investasi tersebut termasuk untuk biaya CCS US$1,08 miliar atau sekitar Rp16,8 triliun. Penerapan teknologi CCS untuk menghasilkan clean LNG ini juga terbilang baru yang digadang-gadang pemerintah dapat mengurangi emisi karbon dan mendukung sustainability pada era transisi energi. Selain itu, fasilitas CCS ini juga dapat memunculkan peluang bisnis dan investasi yang signifikan di dalam negeri. Seperti diketahui gas bumi memiliki peranan penting sebagai penopang transisi energi untuk mendukung penggunaan energi bersih. Dengan disetujuinya Revisi 2 POD I Blok Masela ini pemerintah berharap operator Blok Masela yakni Inpex Masela Ltd dapat segera melaksanakan aktivitas pengembangan. Adapun sasaran proyek ini dapat berjalan pada tahun 2030. Lapangan Abadi di Blok Masela adalah lapangan gas laut dalam dengan cadangan gas terbesar di Indonesia yang terletak sekitar 160 kilometer lepas pantai Pulau Yamdena di Laut Arafura dengan kedalaman laut 400-800 meter. Pemegang hak partisipasi di Blok Masela ini antara lain Inpex Masela Ltd sebesar 65% dan juga bertindak sebagai operator, kemudian ada PT Pertamina Hulu Energi Masela dengan porsi 20%, dan Petronas Masela Sdn Bhd sejumlah 15%.
Pilihan Editor
-
Waspada Rambatan Resesi AS
02 Aug 2022 -
Upaya Menegakkan Jurnalisme Berkeadilan
01 Aug 2022 -
Kegagalan Sistem Pangan Indonesia
06 Aug 2022