Energi
( 489 )Pemerintah Memberikan Izin Ekspor 6 Bulan Bisa Diperpanjang 3 Bulan
Tekan Impor Minyak, Pemda berperan
Indonesía diproyeksikan 100% impor minyak bumi pada 2035. Kegiatan eksplorasi menjadi kunci penemuan titik-titik sumur dengan cadangan melimpah. Namun, upaya mencari sumber minyak baru terhalang masalah klasik, yakni birokrasi maupun perizinan yang berbelit. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa antara Pemerintah Pusat dan Pemda harus bersinergi untuk mewujudkan ketahanan energi sesuai misi Presiden Prabowo. Peningkatan lifting minyak dan gas bumi menjadi salah satu solusi untuk mewujudkan ketahanan energi nasional.
Bahlil menegaskan, Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah memangkas regulasi agar eksplorasi migas bisa berjalan lebih cepat dan meningkatkan lifting migas. Namun, Ia menyebut Pemda juga memiliki andil besar dalam hal peningkatan lifting migas dan mengurangi impor. "Saya minta tolong, kalau ada izin daerah yang dibutuhkan dalam rangka percepatan proses lelang, untuk segera dilakukan, agar mereka (perusahaan) bisa melakukan eksplorasi, tolong dibantu. Kalau tidak, maka kita akan tetap impor (migas) terus," kata Bahlil Lahadalia saat menjadi narasumber pada acara Magelang Retreat: Pembekalan Kepala Daerah2025-2030' di Akmil Magelang, Jateng,pekan lalu. (Yetede)
Kejaksaan Agung Mengungkap Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah
Pertamina Menjamin Agar Distribusi Energi Berjalan Dengan Baik
Inovasi Hijau atau Tong Sampah Karbon?
Freeport Kembali Kantongi Izin Ekspor Konsentrat
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa izin ekspor konsentrat tembaga Freeport diberikan setelah dilakukan penyidikan mendalam terkait kebakaran smelter yang dianggap sebagai insiden kahar. Pemerintah juga memutuskan untuk mengenakan tarif bea keluar yang lebih tinggi bagi ekspor konsentrat tembaga tersebut. Izin ekspor ini akan diperpanjang hingga Juni 2025, dengan syarat Freeport menyelesaikan perbaikan smelter pada waktu yang ditentukan, jika tidak, sanksi akan dikenakan.
Bahlil menegaskan bahwa keputusan ini mempertimbangkan kepentingan negara, perusahaan, dan masyarakat. Meskipun kapasitas produksi smelter hanya beroperasi pada 60%-70%, Freeport tetap diizinkan untuk mengekspor sisa konsentrat tembaga secara bertahap. Ekspor yang direncanakan oleh PT Freeport Indonesia mencapai 1,3 juta ton hingga 2025, dengan nilai mencapai US$5 miliar, di mana US$4 miliar akan menjadi jatah negara.
Selain itu, Bahlil juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberikan izin ekspor kepada badan usaha lain yang izin ekspornya telah berakhir pada Desember 2024.
EBT & Keseimbangan Antar Generasi
Pemerintah Indonesia menunjukkan kecenderungan untuk lebih memprioritaskan kepentingan ekonomi jangka pendek daripada keberlanjutan lingkungan dan masa depan generasi mendatang. Pemerintah dikritik karena mulai ragu terhadap pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan bahkan kemungkinan untuk menarik diri atau menurunkan komitmennya terhadap Paris Agreement, yang akan berdampak buruk pada upaya mitigasi perubahan iklim. Krisis iklim yang semakin nyata, seperti perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kerusakan ekosistem bumi, menunjukkan bahwa tindakan segera diperlukan.
Penarikan dari Paris Agreement bukanlah solusi, melainkan bentuk ketidakadilan dan akan memperburuk masalah ekologis serta sektor-sektor yang terdampak. Kegagalan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia, yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, menunjukkan ketidakseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Pemerintah diharapkan dapat menyusun kebijakan yang berpihak pada generasi mendatang dan memperkuat komitmen terhadap pengurangan emisi serta transisi energi, bukan kembali ke ketergantungan pada energi fosil yang merusak.
DPR Akan Mendorong Ekonomi Baterai Nasional Butuh Dukungan Satgas Hilirisasi
Penjualan Mobil Listrik Jauh dari Target
Ambisi Swasembada Energi di Tengah Tantangan
Swasembada energi, yang menjadi salah satu prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, menghadapi tantangan besar akibat pemangkasan anggaran yang dituangkan dalam Instruksi Presiden No. 1/2025. Pemotongan anggaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang mencapai 42,4% dari anggaran sebelumnya, berpotensi mengganggu upaya besar seperti swasembada energi, ketahanan energi, dan transisi energi, terutama dalam hal pengawasan dan perencanaan sektor energi baru terbarukan (EBT).
Pemangkasan anggaran ini mempengaruhi beberapa kegiatan penting, termasuk program elektrifikasi di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), meskipun Kementerian ESDM masih berusaha mencari sumber dana tambahan, seperti dari PNBP hasil penjualan tambang. Pemotongan anggaran pada Ditjen Ketenergalistrikan, yang berperan vital dalam transisi energi, juga menjadi sorotan karena dapat memperlambat upaya Indonesia menuju ketahanan energi yang lebih mandiri.
Namun, beberapa tokoh, seperti Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung dan Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Moshe Rizal, menekankan pentingnya menjaga kinerja pemerintah, khususnya dalam sektor migas dan perizinan, meskipun anggaran terbatas. Mereka berharap agar program-program vital, seperti pembangunan jaringan gas rumah tangga oleh PGAS, dapat tetap berjalan dan mendukung transisi energi yang ramah lingkungan.
Pilihan Editor
-
Credit Suisse Tepis Krisis Perbankan
17 Mar 2023 -
Tren Thrifting Matikan Industri TPT
13 Mar 2023 -
Proyek MRT East-West Dikebut
24 Jan 2023